Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian Kerangka Berpikir

pasangan menjadikan hubungan semakin romantis dan menyenangkan. Perbedaan penghasilan tidak menggangu untuk pasangan tersebut mengekspresikan dirinya dalam memberikan sesuatu yang menarik bagi pasangannya DeVito,2007 p.263‐ 264. Melihat dari beberapa konflik yang telah dijelaskan pada persoalan sebelumnya, kembali lagi pada hakekat perkawinan sebagai hubungan sakral yang perlu dipertahankan dan menghindari kearah perpisahan. Untuk itu setiap pasangan hendaknya dapat melakukan usaha untuk tetap mempertahankan hubungannya. Ada beberapa hal yang biasa dilakukan agar hubungan yang dijalani tetap berlangsung lama antara lain membangun iklim yang mendukung terciptanya suatu hubungan yang harmonis, menjadi pendengar yang baik bagi pasangan, adanya keterbukaan dalam hubungan, menejemen konflik yang baik, adanya respon yang baik terhadap pasangan serta adanya variasi dalam aktivitas hubungan. Wood,2004 p.320 ‐322.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami ‐istri dengan tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari penghasilan suami dalam mempertahankan hubungan perkawinannya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami‐istri dengan tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari penghasilan suami dalam mempertahankan hubungan perkawinannya?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami‐istri dengan tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari penghasilan suami dalam mempertahankan hubungan perkawinannya?

1.5 Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini hanya pada sampai peneliti ingin menggambarkan bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami‐istri dengan tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari penghasilan suami dalam mempertahankan hubungan perkawinannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Antar Personal

Hubungan antar personal Interpersonal Relationship merupakan jenis hubungan yang unik, dikatakan demikian karena selalu dimulai dari proses yang bersifat psikologis, dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. Keterpengaruhan itu tidak lain karena pesan dari seseorang tersebut diterima secara langsung baik secara verbal maupun non‐verbal. Apakah pesan‐pesan yang disampaikan oleh komunikator berdampak positif atau negatif. Sehingga apabila komunikasi itu tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas‐ luasnya komunikan untuk bertanya. Alo Liliweri 1997:12.

2.1.2 Strategi Komunikasi

Sondang P. Siagian 1985: 21 berpendapat bahwa strategi adalah cara‐cara yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dan oleh suatu hubungan untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran dengan selalu memperhitungkan kendala lingkungannya yang pasti akan dihadapi. Adapun Pearce dan Robin 1997:20, mendefinisikan strategi sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan formulasi dan pelaksanaan implementasi rencana‐rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran ‐sasaran. Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa strategi adalah suatu cara atau taktik rencana dasar yang menyeluruh dari rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan oleh sebuah hubungan untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa sasaran Tunggal, 1995:130. Seperti halnya dengan strategi dalam bidang apapun, strategi komunikasi harus didukung oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Komunikasi secara efektif adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mengubah sikap how to change the attitude. 2. Mengubah opini to change the opinion 3. Mengubah perilaku to change behaviour Masih menurut Effendy 1981:44, Efek komunikasi yang timbul pada komunikan sering kali di klasifikasikan sebagai berikut: a. Efek Kognitif : adalah yang terkait dengan pikiran nalar atau rasio, misalnya komunikan yang semula tidak tahu, tidak mengerti menjadi mengerti atau tidak sadar menjadi sadar. b. Efek Afektif : adalah efek yang berkaitan dengan perasaan, misalnya komunikan yang semula merasa tidak senang menjadi senang, sedih menjadi gembira. c. Efek Konatif : adalah efek yang berkaitan timbulnya keyakinan dalam diri komunikan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator berdasarkan pesan atau message yang ditransmisikan, sikap dan prilaku komunikan pasca proses komunikasi juga tercermin dalam efek konatif. Gejala ‐gejala psikis komunikan sangat perlu diketahui oleh seorang komunikator. Gejala‐gejala psikis tersebut biasanya dapat dipahami bila diketahui pula lingkungan pergaulan komunikan yang dalam hal ini biasanya disebut situasi sosial. Jika kita sudah tahu sifat‐sifat komunikan, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus kita gunakan. Cara bagaimana kita berkomunikasi how to communicate, kita bisa mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah ini: 1. komunikasi tatap muka face to face communication 2. komunikasi bermedia mediated communication Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku behaviour change dari komunikan. Mengapa demikian, karena kita sewaktu berkomunikasi memerlukan umpan balik langsung immediate feedback. Dengan saling melihat, kita sebagai komunikator bisa mengetahui pada saat kita berkomunikasi apakah komunikan memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita komunikasikan. Jika umpan baliknya positif, kita akan mempertahankan cara komunikasi yang kita pergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik tetap menyenangkan kita. Bila sebaliknya, kita akan mengubah teknik komunikasi kita sehingga komunikasi kita berhasil.

2.1.3 Tujuan Strategi Komunikasi

Menurut R.Wayne Pace, Brent D dan M.Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for effective communication, tujuan strategi komunikasi tersebut sebagai berikut: a. To secure understanding Untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam berkomunikasi. b. To establish acceptance Bagaimana cara penerimaan itu terus dibina dengan baik. c. To motive action Penggiatan untuk memotivasinya d. The goals which the communicator sought to achieve Bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak komunikator dari proses komunikator tersebut.

2.1.4 Hubungan Perkawinan

Perkawinan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Kegiatan yang dibayangkan, bahkan dipercayai, sebagai perwujudan ideal hubungan cinta antara dua individu belaka telah menjadi urusan banyak orang atau institusi, mulai dari orang tua, keluarga besar, institusi agama sampai negara. Namun, pandangan pribadi ini pada saatnya akan terpangkas oleh batas‐batas yang ditetapkan keluarga, masyarakat, maupun ajaran agama dan hukum negara sehingga niat tulus menjalin ikatan hati, membangun kedirian masing‐masing dalam ruang bersama, tak pelak lagi tersendat, atau seringkali terkalahkan. Kamus pun sebagai buku acuan publik yang paling sederhana tak lepas dari kepungan wacana dominan, sambil berusaha memberi tempat pada beragam praktek perkawinan yang terjadi dalam kehidupan sehari ‐hari. www.shvoong.com Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing ‐masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang‐undangan yang berlaku. Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang. www.organisasi.org Gagasan dominan tentang perkawinan dan keluarga ini kemudian melahirkan kaidah‐kaidah keramat yang mencegah orang punya bayangan lain tentang bentuk perhubungan akrab antar manusia. Di satu sisi, perkawinan dianggap sebagai satu tahapan memanusia yang melambangkan kedewasaan dan kewarasan. Di lain sisi, tugas‐tugas yang dibebankan ke lembaga ini seringkali demikian menjerat sehingga mengancam kewarasan dan kedewasaan individu‐ individu yang terlibat di dalamnya. Lebih jauh lagi, tumbuh di tengah masyarakat yang mengunggulkan laki‐laki sebagai pemimpin kehidupan, kaidah‐kaidah perkawinan secara khusus dipakai untuk mengendalikan gerak perempuan. Dua pokok perkara yang akan disoroti dalam hal ini: pertama, dengan penunjukan laki‐ laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah tangga terjadilah pembagian ruang bergerak yang membuat perempuan terperangkap di rumah untuk waktu tak terbatas; kedua, segregasi ruang secara seksual ini berpengaruh terhadap pola komunikasi antara suami‐istri dan cara pandang terhadap hubungan antar manusia pada umumnya. Bertahan sambil Memperluas Ruang Gerak Begitu perempuan masuk dalam lembaga perkawinan deretan pekerjaan yang berjudul melahirkan, mengurus anak, suami dan rumah tangga sudah menanti. www.shvoong.com

2.1.5 Membangun Kepercayaan

Untuk membangun sebuah relasi, dua orang harus saling mempercayai. Hal ini dilakukan pada saat menentukan dimana mereka harus mengambil resiko dengan cara saling mengungkapkan lebih banyak tentang pikiran, perasaan, dan reaksi mereka terhadap situasi yang tengah mereka hadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan, dan kerja sama. Saling percaya dibangun lewat resiko dan peneguhan, serta dihancurkan lewat resiko dan penolakan. Kepercayaan tak mungkin timbul tanpa resiko, dan relasi tidak mengalami kemajuan tanpa kepercayaan Johnson,1981. Kepercayaan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang. Kepercayaan meliputi unsur‐unsur sebagai berikut : 1. Kita berada dalam situasi dimana pilihan untuk mempercayai orang lain dapat menimbulkan akibat‐akibat yang menguntungkan maupun merugikan bagi aneka kebutuhan dan tujuan atau kepentingan kita. Jadi, mempercayai mengandung resiko. 2. Akibat ‐akibat yang menguntungkan atau merugikan tersebut tergantung pada perilaku orang lain. 3. Penderitaan karena akibat yang merugikan akan lebih besar dibandingkan manfaat karena akibat yang menguntungkan. 4. Kita punya cukup keyakinan bahwa orang lain akan bertingkah laku sedemikian rupa sehingga yang timbul adalah akibat‐akibat yang menguntungkan. Namun demikian, kepercayaan sesungguhnya juga dapat menurun. Disini, Johnson juga menjelaskan tiga macam tingkah laku yang dapat menurunkan kepercayaan dalam suatu relasi, yaitu : 1. Menunjukkan penolakan, mengolok‐olok, atau melecehkan pembukaan diri orang lain. 2. Tidak membalas pembukaan diri orang lain. 3. Tidak mau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kita kepada orang lain, kendati ia telah menunjukkan penerimaan, dukungan, dan kerja sama.

2.1.6 Komitmen

Bagi banyak orang, komitmen mutlak terhadap seseorang manusia lain, yang dituntut dalam ikatan perkawinan, merupakan sesuatu yang menakutkan atau paling sedikit merupakan hal yang menegangkan. Bagi banyak pasangan hidup bersama adalah bentuk pernikahan percobaan, suatu cara agar saling mengenal dengan baik untuk memutuskan apakah suatu pernikahan akan berguna. Pasangan yang hidup bersama tersebut kemudian menikah atau memutuskan hubungan mereka hanya dalam beberapa tahun. Kenyataannya, antara tahun 1975 dan 1984, 40 dari pasangan yang diteliti, menikah atau berhenti hidup bersama setelah satu tahun dan 33 mengakhirinya setelah dua tahun. Pada akhir tahun kelima, hanya satu dari sepuluh pasangan yang masih hidup bersama. Di sisi lain, 60 dari pasangan seperti ini barakhir dalam pernikahan Bumpas dan Sweet,1989.

2.1.7 Peranan Perempuan dalam Rumah Tangga

Pengertian peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Poerwadarminta. 1976. Peranan dalam pengertian sosiologi adalah perilaku atau tugas yang diharapkan dilaksanakan seseorang berdasarkan kedudukan atau status yang dimilikinya. Dengan kata lain, peranan ialah pengejawantahan jabatan atau kedududkan seseorang dalam hubungannya dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat atau organisasi. Sejak tiga dasa warsa terakhir peran istri dalam kehidupan keluarga mengalami kemajuan pesat. Dorongan utamanya adalah tuntutan ekonomi. Keluarga tidak bisa lagi mengandalkan para suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara memadai. Untuk itu, para istri terpanggil untuk berperan, mengambil alih peran suami yang tidak mampu mencukupi. Peran dan tanggung jawab istri dalam membentuk keluarga sejahtera, sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari peran dan tanggung jawab kaum suami. Tidak dapat dikatakan yang satu dominan dan lebih menentukan, sedang yang lain sekedar pelengkap. Keduanya saling melengkapi dan saling mendukung. Para istri dan para suami, katakanlah ibu dan ayah adalah team work dalam membentuk Keluarga Sejahtera. www.gemari.or.id peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang baik, akan baiklah kondisi keluarga. Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk, hancurlah keluarga Karim, 2006. Perempuan tidak dinilai cukup sukses bila keberhasilan membangun karir tidak dibarengi kesuksesan mengelola rumah tangga karena secara kodrati perempuan melahirkan dan menyusui anak sehingga tugas pengasuhan anak dan keluarga termasuk mengurus suami menjadi tanggung‐jawabnya. Perempuan sejak masa lalu telah digiring menjalankan melakukan tugas‐ tugas yang dekat rumah, sementara kaum laki‐laki pada masanya pergi berburu atau mencari nafkah lain. Skema pembagian kerja ini kemudian dilegitimasi oleh agama dan adat istiadat atas nama kodrat. www.kapanlagi.com Masyarakat cenderung beranggapan bahwa pembedaan atau pembagian kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamiah. Stereotipe yang dianggap kodrat telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan dan laki‐laki. Akibatnya, lahir pembagian kerja secara seksual. Laki‐laki mendapat porsi yang lebih menguntungkan daripada perempuan Arief Budiman,1981. Ideologi patriarki dominasi laki‐laki faktanya telah masuk dalam sistem hukum di Indonesia baik dari peraturan dan kebijakan yang ada, stuktur dan budaya hukumnya, sehingga senantiasa mengekalkan ketidakadilan terhadap perempuan. Konsep pembakuan peran gender yang mengotak‐kotakkan peran laki‐laki atau suami dan perempuan atau istri ini hanya memungkinkan perempuan berperan di wilayah domestik yakni sebagai pengurus rumah tangga sementara laki‐ laki di wilayah publik sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama. Ketimpangan nilai atas fungsi ini menyebabkan kaum perempuan mulai menuntut kesetaraan untuk aktif di sektor‐sektor publik yang produktif, untuk menjadi perempuan bekerja. www.kapanlagi.com Dalam agama Islam, tidak mengajarkan perempuan lebih rendah kedudukannya di bidang agama maupun politik. Laki‐laki merupakan pelindung dan pemberi nafkah utama bagi keluarga. Ini tidak berarti perempuan adalah makhluk lemah atau tidak mampu mempertahankan atau menyokong dirinya sendiri. Islam justru mengangkat derajat perempuan dengan membebaskan mereka dari perbudakan yang menurut Tuhan terutama disebabkan oleh laki‐laki. Menurut beberapa ulama, perempuan bahkan tidak wajib mengerjakan pekerjaan rumah tangga Emerick,2007:288. Namun realitasnya banyak ibu yang tidak dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Mungkin ada sebagian yang terlalu sibuk dengan kariernya hingga terkadang seperti menyerahkan tanggung jawab terbesar dalam pendidikan kepada pihak sekolah atau anak2 yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan pengasuh yang bisa jadi “kurang berkualitas”. Atau mungkin ada yang merasa menyerah dan putus asa dalam mendidik anak karena kurang pengetahuan sehingga bingung tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan. www.wordpress.com.

2.1.8 Konflik Akibat Perbedaan Penghasilan dalam Hubungan Perkawinan

Penghasilan adalah imbalan atas apa yang telah kita kerjakan, penghasilan yang kita peroleh dari jasa ataupun tenaga yang kita keluarkan guna mndapatkan materi. Dalam sebuah hubungan perkawinan, adakalanya, antara suami maupun istri, sama‐sama memiliki penghasilan, karena keduanya sama‐sama bekerja. Dalam kasus ini, tak jarang, penghasilan suami lebih rendah dibanding istri. Disinilah konflik dapat muncul karena adanya kecemburuan dari sisi ekonomi. Di beberapa kasus, kondisi ini dapat memicu adanya kekerasan dalam rumah tangga KDRT Elfarid, 2007. Namun kedua kondisi ini sebenarnya dapat diatasi jika ada kerjasama dan komitmen yang baik antara suami dan istri untuk mengatasi persoalan ini. Selain KDRT, perselingkuhan tak jarang menjadi ‘buntut’ dari adanya persoalan ekonomi. Seorang suami yang gajinya lebih rendah dibanding istrinya, kadangkala merasa cemburu dan direndahkan. Dari sini, hal yang dapat terjadi adalah suami merasa keseimbangan dalam hubungan tidak lagi tercapai. Akibatnya, suami berusaha mencari hubungan lain yang lebih seimbang melalui jalan menjalin hubungan perselingkuhan Puspitasari, 2009. Namun ada yang lebih buruk lagi, yaitu terjadinya perceraian. Perceraian adalah keputusan terakhir yang diambil oleh pasangan suami‐istri ketika mereka tidak mampu lagi mengatasi konflik keluarga, salah satunya adalah konflik perbedaan penghasilan dimana penghasilan istri lebih tinggi dari suaminya.

2.1.9 Strategi Manajemen Konflik

Strategi manajemen konflik akan dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, misalnya tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai untuk mempengaruhi strategi apa yang dianggap sesuai. Berikut beberapa manajemen konflik menurut George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy 1968. 1. Berkelahi Secara Sportif Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita mengetahui dimana garis batas yang harus ditarik, khususnya dalam hubungan yang berlangsung lama. Kita mengetahui bahwa ketika mencela ketidak‐mampuan mempunyai anak atau mencela karena ketidak‐mampuan mendapat pekerjaan yang pasti merupakan pukulan dibawah pinggang bagi mereka. Usahakan menjaga agar hanya menyerang daerah yang tidak menyakiti pihak lawan dan yang tidak akan menyebabkan semakin parahnya permusuhan dan kemarahan. 2. Bertengkar Secara Aktif Rencanakanlah peran aktif dalam konflik antarpribadi. Jangan tutup telinga dan pikiran, berusaha menyalakan radio keras‐keras, atau meninggalkan rumah selama pertengkaran terjadi. Ini tidaklah berarti bahwa periode pendinginan tidak bermanfaat. Sebaliknya, jika konflik ingin diselesaikan, maka harus dihadapi secara aktif oleh kedua belah pihak. 3. Bertanggung Jawab atas Pikiran dan Perasaan Ketika seseorang tidak sependapat dengan mitranya atau menjumpai perilakunya yang tidak benar, bertanggung jawablah atas perasaan ini dan katakanlah, misalnya “saya tidak setuju dengan...” atau “saya tidak menyukai hal itu bila kamu...” janganlah mengelakkan tanggung jawab dengan mengatakan, misalnya “setiap orang mengatakan bahwa kamu salah mengenai...” atau “seseorang berpendapat bahwa kamu seharusnya tidak...”. Pertanggung jawabkanlah pikiran dan perasaan dan tegaskanlah tanggung jawab ini secara ekslpisit dengan “I‐ messages”. 4. Langsung dan Spesifik Pusatkan konflik pada saat kini dan jangan melantur ke masalah‐masalah yang terjadi dua bulan yang lalu seperti pada teknik karung goni. Begitu juga, pusatkanlah konflik pada seseorang yang menjadi lawan pertengkaran, jangan membawa nama‐nama ibu, anak, atau kawan‐kawannya. Pusatkan konflik pada perilaku yang terlihat pada apa yang dilakukan ketika tidak mendapat persetujuan. Jangan menuduh motif apapun tanpa terlebih dahulu menguraikan dan memahami sebuah perilaku. Jadi, ketika seorang mitra melupakan suatu hal yang penting dan mengecewakan, bicarakanlah mengenai perilaku tersebut bahwa merupakan perilaku aktual. Jangan menduga‐duga motif, yang berarti memiliki pikiran negatif tentang mitra tersebut tanpa adanya penjelasan yang sudah terbukti. 5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan Berusaha menghindari adanya sikap mengejek, karena dalam hampir setiap situasi konflik, humor akan dimanfaatkan. Sayangnya, paling sering humor digunakan secara sarkastis untuk menyindir atau mempermalukan pihak lain. Pemanfaatan humor seperti ini memperparah dan memperkuat konflik. Bila humor digunakan, seharusnya dapat meredakan ketegangan. Berusaha hindarilah humor sebagai strategi untuk memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain.

2.1.10 Teori Keseimbangan equity theory

Menurut DeVito, dalam sebuah hubungan, mempertahankan hubungan merupakan hal yang sangat penting agar hubungan yang dijalin dapat berlangsung lama. Ada beberapa fungsi mempertahankan hubungan antara lain: 1. Untuk menjaga keutuhan hubungan, untuk mencegah terputusnya suatu hubungan. 2. Untuk meningkatkan kedekatan dalam hubungan. 3. Untuk menjaga agar hubungan tetap memuaskan, menjaga keseimbangan antara reward dan punishment. Lebih lanjut, DeVito merangkum berbagai alasan tersebut dan menjelaskannya berdasarkan perspektif teoritis, yang terdiri atas teori atraksi attraction theory, teori keseimbangan equity theory dan teori pertukaran social social exchange theory. Namun dalam penelitian ini, yang akan dibahas lebih lanjut adalah dengan menggunakan teori keseimbangan. Menurut teori keseimbangan equity theory beranggapan bahwa individu mempertahankan hubungan ketika mereka mendapatkan kesetimbangan relative, yang diukur berdasarkan derajat kesetaraan antara reward yang diterima dibandingkan dengan cost yang diberikan. Adapun bentuk cost dan reward yang diberikan tidak selalu berupa materi, dapat berupa perhatian, pengorbanan dan pembagian tugas dalam sebuah hubungan. Ketika pemberian cost yang diberikan sesuai dengan apa yang telah diberikan reward, maka hubungan tersebut akan seimbang. Ketika keseimbangan sudah diperoleh, maka pasangan akan memperoleh kepuasan dan hubungan akan lebih dapat dipertahankan. Sebaliknya, ketika salah satu atau kedua belah pihak sudah merasakan adanya ketidakseimbangan antara cost dan reward maka mereka akan berusaha untuk mencari hubungan lain yang dianggap lebih seimbang dan dapat memberikan kepuasan DeVito, 2007 p. 244.

2.1.11 Strategi Komunikasi Mempertahankan Hubungan Perkawinan

Berdasarkan alasan‐alasan mempertahankan hubungan pernikahan yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini akan dibahas tentang strategi komunikasi dalam mempertahankan hubungan pernikahan. Menurut DeVito, dalam sebuah hubungan romantis, diperlukan adanya romantic rules agar hubungan yang dijalani tetap menyenangkan dan intimacy dengan pasangan tetap terjaga. Romantic rules di sini berupa aturan‐aturan yang dibuat dan disepakati oleh pasangan. Aturan‐ aturan ini pula yang digunakan untuk mencegah munculnya serta mengatasi masalah yang datang yang dapat mengurangi efektifitas komunikasi serta mempererat intimacy dalam sebuah hubungan. Ketika komunikasi dan intimacy dapat terjaga, maka hubungan akan cenderung dapat bertahan lama. Ayu, 2007 p. 34 ‐35. Mendukung pernyataan DeVito tersebut, Wood mengemukakan bahwa mempertahankan hubungan agar tetap dekat dan berlangsung lama merupakan sebuah tantangan tersendiri. Ada beberapa hal yang biasa dilakukan agar hubungan yang dijalani tetap berlangsung lama antara lain membangun iklim yang mendukung terciptanya suatu hubungan yang harmonis, menjadi pendengar yang baik bagi pasangan, adanya keterbukaan dalam hubungan, menejemen konflik yang baik, Adanya respon yang baik terhadap pasangan serta adanya variasi dalam akifitas hubungan. Wood, 2004 p. 320‐322. Lebih lanjut, DeVito juga menyebutkan beberapa strategi komunikasi yang biasa dilakukan oleh pasangan agar hubungan yang mereka jalani dapat bertahan, antara lain: 1. Be nice: menjadikan hubungan yang dijalani sebagai suatu hubungan yang menyenangkan. 2. Communicate: komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu hubungan. 3. Be Open: dalam sebuah hubungan diperlukan adanya keterbukaan untusaling berbagi dengan pasangan. 4. Give Assurances: adanya jaminan dalam sebuah hubungan misalnya menempatkan pasangan sebagai individu yang istimewa. 5. Share Jointt Activities: dalam suatu waktu, pasangan biasanya meluangkan waktu mereka untuk beraktivitas bersama disela‐sela aktivitas pribadi. 6. Be Positive: selalu berpikir positif terhadap pasangan dan hubungan yang dijalani. 7. Focus on Improving Your Self: berusaha menyenangkan pasangan dengan terlihat menarik didepan pasangan DeVito, 2007 p. 263‐264.

2.2 Kerangka Berpikir

Berdasarkan beberapa konsep yang telah dijelaskan tersebut, maka peneliti berusaha mendeskripsikan strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami ‐istri yang masih terikat hubungan pernikahan dalam memandang status perbedaan tingkat penghasilan, dimana penghasilan istri lebih tinggi daripada penghasilan suami, agar hubungan yang dijalani dapat bertahan lama. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana strategi komunikasi pasangan yang memiliki tingkat penghasilan yang berbeda dalam mempertahankan hubungan yang dijalani. Pada dasarnya hubungan yang mereka jalani sama seperti hubungan pernikahan pada umumnya. Bedanya adalah adanya disini istri bekerja disektor publik yang memiliki tingkat penghasilan lebih tinggi daripada suami. Dari sini peneliti ingin melihat strategi komunikasi apa yang dilakukan oleh pasangan suami‐ istri agar hubungan mereka tetap terjalin tanpa adanya jalan perceraian dalam mengatasi konflik. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN BIRO IKLAN WARNA (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Pemasaran Strategi Komunikasi Pemasaran Biro Iklan Warna (Studi deskriptif Kualitatif Komunikasi Pemasaran PT. Warna Rekakreasi Nusantara Dalam Mempertahankan Loyali

0 2 14

PENDAHULUAN Strategi Komunikasi Pemasaran Biro Iklan Warna (Studi deskriptif Kualitatif Komunikasi Pemasaran PT. Warna Rekakreasi Nusantara Dalam Mempertahankan Loyalitas Pelanggan.

2 3 32

HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN Hubungan Kualitas Komunikasi Istri Dengan Kemampuan Mengelola Konflik Dalam Perkawinan.

0 1 18

HUBUNGAN KUALITAS KOMUNIKASI ISTRI DENGAN KEMAMPUAN MENGELOLA KONFLIK DALAM PERKAWINAN Hubungan Kualitas Komunikasi Istri Dengan Kemampuan Mengelola Konflik Dalam Perkawinan.

0 2 17

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN“REEBS CLOTH”DALAM MEMPERTAHANKAN MINAT BELANJA PELANGGAN (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran “Reebs Cloth” dalam Mempertahankan Minat Belanja Pelanggan).

2 8 123

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN “COFFEE CORNER” DALAM UPAYA MEMPERTAHANKAN PELANGGAN (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran “Coffee Corner” dalam Upaya Mempertahankan Pelanggan).

2 8 85

A CORRELATION BETWEEN TRAINING, PROMOTION, IMAGING AND PUBLIC INTEREST WITH INCREASE OF SALE IN PRODUCT OF “BATIK TULIS” IN LAWEYAN, SURAKARTA. | Sujanto | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 3288 7284 1 SM

0 0 10

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA MENGENAI PERBEDAAN TINGKAT PENGHASILAN di RT.29 SAMARINDA SEBERANG Cherni Rachmadani

0 0 16

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN PERKAWINAN DENGAN PERBEDAAN TINGKAT PENGHASILAN.(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Strategi Komunikasi Dalam Mempertahankan Hubungan Perkawinan Dengan Perbedaan Tingkat Penghasilan).

0 0 17

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN“REEBS CLOTH”DALAM MEMPERTAHANKAN MINAT BELANJA PELANGGAN (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran “Reebs Cloth” dalam Mempertahankan Minat Belanja Pelanggan)

0 0 17