Selain faktor pendidikan yang menjadi dasar perbedaan penghasilan dalam rumah
tangga informan, ada alasan yang variatif juga yang diutarakan oleh para informan
lainnya. Adanya keseimbangan istri dan suami dalam berusaha mencukupi kebutuhan
keluarga merupakan cara individu mempertahankan hubungan ketika mereka
mendapatkan keseimbangan relative, yang diukur berdasarkan derajat kesetaraan
antara reward yang diterima dibandingkan dengan cost yang diberikan DeVito,
2007 p. 245.
4.2.2.2 Strategi Manajemen Konflik Menurut Informan
Dari hasil interview dapat diperoleh data yang menyatakan bahwa para
informan tersebut memang berhasil dalam mepertahankan hubungan
perkawinannya hingga bertahan lama. Namun, dalam sebuah perkawinan pasti
memiliki sebuah konflik yang dapat memicu perusakan hubungan. Apalagi dengan
adanya konflik yang sangat sensitif yang dialami pasangan informan.
Konflik yang dialami pasangan informan sempat menjadi permasalahan yang
hampir berakibat fatal pada hubungan mereka. Namun mereka memiliki cara untuk
menyelesaikan konfliknya tersebut dengan caranya masing‐masing. Berikut adalah
konflik ‐konflik yang muncul dan cara penyelesaiannya pada hubungan informan.
Informan 1
Konflik ini muncul ketika pasangan informan ini menyatakan bahwa
perkawinan mereka terjadi karena akibat hamil diluar nikah. Hal tersebut
sebenarnya yang menjadi awal dalam munculnya konflik, karena mereka belum siap
secara materi untuk membangun sebuah rumah tangga yang memiliki tanggung
jawab besar.
Istri : “jujur, waktu itu sebenarnya kami menikah karena berawal dari MBA gitu lah
alias kecelakaan yang fatal akibatnya. Dimana waktu itu kami memang masih
muda dan belum siap untuk menjalani semua kehidupan rumah tangga”.
Suami : “ ya dulu kita sering perang mulut gitulah. Istri menuntut penghasilan saya
kurang terus apalagi buat keperluan anak. Ya mau gimana lagi, la wong kita
dulu nikahnya gara‐gara kecelakaan mbak. Ya jadi mau gak mau kita nikah
dengan modal orang tua”.
Dalam hal ini kesiapan dalam membina rumah tangga memang menjadi
dasar dalam menjaga keutuhan rumah tangga hingga dapat bertahan lama. Usia
yang masih dini dan akibat hamil diluar nikah memang merupakan hal yang sulit
ketika mengingat dalam membentuk rumah tangga itu akan mengalami suatu
kendala, dan untuk menuju pada sebuah pencapaian dalam arti menjaga keutuhan
rumah tagga yang dapat bertahan lama akan sulit untuk dicapai.
Istri : “ya jelas ada mbak. Waktu itu sebenarnya kita uda sama‐sama gak kuat. Yah
mungkin karena faktor usia kami yang bisa dibilang masih muda dan belum
siap menjalani sebuah rumah tangga. Rasanya berat banget waktu itu”.
Konflik lain yang muncul adalah sering terjadi percekcokan antara suami istri
ketika tidak ada keseimbangan didalam hubungan mereka.
Istri : “ya kami sering cek cok mulut gitu.. saling menyalahkan. Saya menuntut ini itu
untuk keperluan rumah tangga, tapi dia gak ada penghasilan yang bisa
menjanjikan”.
Suami : “ya istriku itu bisanya marah‐marah aja, ngomel sana‐sini sampe pusing
sendiri aku mbak. Akhirnya ya aku cari kerja, tapi ya baru dapatnya yang
freelance gitulah. Hehe”.
Selain pertengkaran mulut yang terjadi dalam perkawinan pasangan ini, hal‐
hal lain yang dirasa tidak nyaman oleh suami muncul dan sempat memutuskan ingin
meninggalkan hubungan ini.
Suami : “ya jujur aja waktu itu aku ngerasa gak kuat terus tertekan jugalah mbak.
Pernah punya pikiran mau tak tinggal aja istriku itu. Eh tapi setelah aku
renungkan lagi, kami punya anak yang masih membutuhkan kita. Ya
akhirnya tak urungkan aja niat jelek ku itu”.
Ketidak adanya kesepakatan atau kompromi juga makin memperparah
konflik yang dialami pasangan ini.
Suami : “ya mau gimana lagi mbak, waktu itu aku bener‐bener udah gak tahan sama
sikapnya itu low. Rasanya kok mau menang sendiri terus gak bisa diajak
kompromi”. “ya
gak mau sabar, kan saya lagi usaha cari kerja. Semuanya gak ada yang instan
kan mbak, makanya saya juga butuh proses dan waktu untuk dapat kerjaan.
Ya meskipun cuma gini aja, yah setidaknya lumayan lah bisa buat beli
susu anak”.
Dari konflik yang dialami pasangan ini, memang sempat akan berakhir pada
pemutusan hubungan sepihak. Dimana suami merasa tidak kuat dan selalu dituntut
untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan istri. Namun, dalam berjalannya
waktu menjadikan pasangan ini lebih dewasa lagi dalam menghadapi persoalan.
Ketika rumah tangga itu hampir mengalami perusakan hubungan, mereka
menggunakan strategi manajemen konflik Langsung dan Spesifik sebagai cara
mereka untuk menyelesaikan konflik yang terjadi pada hubungan mereka. Strategi
manajemen konflik ini merupakan salah satu teori yang dikemukakan George Bach
dan Peter Wyden. Strategi manajemen konflik Langsung dan Spesifik menyebutkan
bahwa ketika terjadi permasalahan maka pemecahannya hanya memusatkan pada
pertengkaran masalah yang dihadapi untuk diri mereka sendiri tanpa harus
membawa pihak‐pihak lain dalam masalah ini. Mereka berusaha sendiri mencari
solusi untuk menangani konflik yang dialami, dengan cara tersebut mereka
berusaha untuk membangun kembali keutuhan rumah tangganya agar dapat
bertahan lama.
Informan 3
Konflik yang dialami pasangan informan ini berawal dari tidak adanya
keterbukaan pada pihak istri dengan kata lain adalah tertutup. Istri selalu menutupi
segala unek‐unek yang mengganjal dipikirannya tanpa mau untuk
mengkomunikasikannya dengan suami. Akibat dari sikap istri yang seperti ini, dapat
memicu konflik yang semakin berkepanjangan.
Istri : “ya gak tau ya mbak aku tuh kalo ada unek‐unek gitu suka tak pendem dulu
sampe lama gitu tak tahan, tapi kalo aku uda ngrasa gak tahan, baru saya
meledak hehe ya maksudnya tak keluarin semua unek‐unek saya tadi”.
Hal ‐hal yang mengganjal dan menjadi persoalan adalah karena istri merasa
kecewa dengan penghasilan suami yang dirasa tidak cukup untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangga. Kekecawaan yang dirasakan istri ini makin lama makin
memuncak, ditambah dengan sifat istri yang tertutup makin menambah dorongan
untuk marah karena sudah tidak kuat lagi membendung perasaan kecewanya. Istri
sempat memutuskan untuk berpisah dari suaminya karena merasa tidak tahan
dengan apa yang dihasilkan oleh suami.
Istri : “waktu itu memang perekonomian kita lagi krisis banget, tapi saya ini juga
sungkan kalo langsung ngomong ke suami kalo kita lagi butuh dana lebih
untuk bertahan menjalani rumah tangga. Ya lama‐lama aku udah gak tahan
dengan keadaan ini, kecewa aja dengan suamiku yang gajinya cuma dibawah
UMR. Akhirnya aku ungkapin semua ke suamiku kalo aku gak tahan dan
memutuskan untuk pisah aja”.
Suami : “kalo masalah minder sih gak ada ya mbak, malah jujur sebenarnya istri saya
yang gak bisa terima dengan keadaan saya yang cuma berpenghasilan lebih
kecil dari dia, yah bisa dikatakan maklum juga karena emang sekarang
kebutuhan makin meningkat aja. Gak bisa dipungkiri kita emang kekurangan
untuk biaya apalagi dengan adanya anak yang juga butuh biaya untuk masa
depannya”.
Ketika perpisahan itu berada dalam benak istri, suami menjadi terkejut
ketika mengetahuinya. Ia mencari cara untuk bisa menyelesaikan konflik yang
mereka alami ini. Meskipun sedikit sulit memberikan pengertian pada istri, namun
dengan cara sperti ini sedikit demi sedikit mampu menenangkan dan meredam
amarah istri.
Istri : “waktu itu suamiku gak mau kalo kita pisah, katanya sih demi anak dan rasa
cintanya sama saya. Dia berusaha nenangin saya, ngajak komunikasi dan
nyari solusi. Sebenarnya dia juga ngrasa gak enak dengan kondisinya yang
hanya kerja seperti ini, tapi ya mau gimana lagi, wong rezekinya mungkin
cuma baru sampe sini”.
Suami : “ya gak bisa terima karena penghasilan saya yang hanya dibawah UMR
mbak, dan dia juga latar belakang pendidikannya lebih tinggi dari saya, saya
memaklumi aja. Tapi saya mencoba memberi pengertian untuk gak
mempermasalahkan masalah ini semakin besar. Karena prinsip saya gak ada
yang gak mungkin kalo semua itu bisa dibicarakan dan dicari solusinya”.
Akibat dari konflik yang dialami oleh pasangan informan 3 ini hampir sama
dengan pasangan informan 1 yang jika konflik ini berkelanjutan akan
mengakibatkan perusakan hubunga ke arah perceraian. Namun mereka memiliki
strategi dalam menyelesaikan konflik yang dialaminya dengan menggunakan cara
Bertanggung jawab atas Pikiran dan perasaan, yakni suami istri ini berusaha untuk
menjelaskan bahwa mereka tidak menyukai cara dan pemikiran masing‐masing.
Sehingga mereka berusaha mencari jalan tengah yang terbaik dan selalu memberi
pengertian bahwa setiap permasalahan yang terjadi dalam hubungan perkawinan
akan ada jalan keluarnya.
Informan 4
Berbeda dengan pasangan sebelumnya, pasangan informan ini muncul
konflik akibat dari waktu yang dihabiskan istri diluar rumah ketika berpenghasilan
lebih tinggi dari suami. Kecemburuan akan waktu yang dihabiskan istri diluar rumah
yang dirasakan suami ini dapat memicu konflik yang makin lama akan semakin
besar. Suami dan anak merasa sudah tidak dihargai lagi dan merasa tidak mendapat
perhatian lagi dari istri, dan sudah melalaikan tugas rumah tangga yang sepatutnya
memang istri yang bertanggung jawab atas hal tersebut.
Suami : “awalnya sih biasa aja mbak, tapi kok lama‐lama saya ngrasa ada yang aneh
dengan sikap istri saya itu”.
“ya agak beda aja, suka sibuk sendiri ngabisin waktu diluar rumah sama
temen ‐temen kantornya. Kok lama‐lama agak ngelupain tugas rumah tangga
sebagai istri”.
Konflik yang berkepanjangan tersebut makin memperkeruh suasana hingga
suami sempat memiliki niat untuk berselingkuh dari istrinya.
Suami : “ya awalnya tak diemin aja, tapi kok lama‐lama makin nglunjak”.
“ya suka pulang malam semaunya sendiri, terus jarang ngurus saya sama
anak ‐anak. Waktu itu saya
punya pikiran mau selingkuh aja”.
Sifat keras yang dimiliki suami dan adanya sikap tidak mau mengalah satu
sama lain malah membuat suasana menjadi kian memuncak. Hal tersebut
dibuktikan dari sikap suami yang keras dan merasa ingin diperhatikan lagi oleh istri
lalu dari sikap istri sendiri merasa telah membuktikan bahwa dirinya bisa bekerja
dan mempunyai penghasilan yang lebih dibandingkan suami, sehingga merasa
memiliki kekuasaan lebih atau dominan. Namun, setelah terjadi sebuah komunikasi
yang membicarakan dan mencari solusi yang tepat atas konflik yang terjadi ini,
suasana pun bisa menjadi lebih tenang.
Suami : “ya marah‐marah juga. Kita sama‐sama saling menyalahkan waktu itu,
sama ‐sama gak mau ngalah lah. Ya namanya laki‐laki kan juga butuh
diperhatikan sama istri, jangan salahkan suami yang selingkuh kalo istrinya
sendiri gak pernah memberikan perhatian. Akhirnya kita ngomong baik‐
baik lah, saling instropeksi diri. Masa udah tua gini masih gak bisa bersikap
dewasa”.
Istri : “ya waktu itu gempar‐gemparnya isu suami saya selingkuh dengan
perempuan lain gara‐gara katanya saya yang kurang perhatian lagi sama
keluarga gitu. Ya awalnya saya marah karena saya gak mau dijadikan
kambing hitam untuk menutupi niatannya berselingkuh. Berhubung kami
sama ‐sama punya sifat keras, ya kita sempat saling gak ada komuniksi
gitulah mbak, jengkel aku lihat kelakuannya. Terus kami diem‐dieman
beberapa hari, tapi karena lama‐lama kami gak bisa bersikap kayak gini
terus, akhirnya kami berinisiatif untuk ngomong buat nyelesein masalah.
Buat apa sih menghindari masalah, bukan menyelesaikan masalah tapi
malah memperkeruh permasalahan. Setelah dibicarakan baik‐baik kami
saling ngerti dan berusaha untuk menjaga hubungan perkawinan kita”.
Usaha yang dilakukan pasangan ini untuk mengatasi konflik dalam rumah
tangganya terlihat kekanak‐kanakan awalnya. Hal ini nampak dalam sikap yang tidak
mau kalah atau mau menang sendiri. Tiap individu mempunyai alasan masing‐
masing yang menurut mereka benar. Sang suami merasa tidak diperhatikan
sehingga dijadikan alasan untuk selingkuh, sedangkan sang istri merasa benar
karena yang dia lakukan bekerja untuk kepentingan keluarga juga.
Sikap egois yang dimiliki keduanya menjadi dasar dalam permasalahan yang
mereka hadapi. Hal ini diperparah dengan sikap acuh yang dilakukan pasangan
untuk menghindari masalah. Namun, kesadaran diri membuat pasangan ini berfikir
bahwa menghindari masalah bukanlah jalan keluar. Hingga keduanya memutuskan
untuk mengkomunikasikan permasalahan yang mereka hadapi dan mencari solusi
dari masalah terebut.
Berdasarkan teori yang dikemukakan George Bach dan Peter Wyden
diketahui bahwa strategi yang gunakan pasangan di atas untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi adalah bertengkar secara aktif. Strategi ini menyebutkan
bahwa ketika seseorang menghadapi masalah atau konflik, jika ingin diselesaikan
maka harus dihadapi secara aktif oleh kedua pihak Devito, 1997 p.274.
4.2.2.3 Alasan Informan Mempertahankan Hubungan Perkawinan