masih hidup bersama. Di sisi lain, 60 dari pasangan seperti ini barakhir dalam
pernikahan Bumpas dan Sweet,1989.
2.1.7 Peranan Perempuan dalam Rumah Tangga
Pengertian peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang
mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal
atau peristiwa. Poerwadarminta. 1976. Peranan dalam pengertian sosiologi adalah
perilaku atau tugas yang diharapkan dilaksanakan seseorang berdasarkan
kedudukan atau status yang dimilikinya. Dengan kata lain, peranan ialah
pengejawantahan jabatan atau kedududkan seseorang dalam hubungannya dengan
sesama manusia dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Sejak tiga dasa warsa terakhir peran istri dalam kehidupan keluarga
mengalami kemajuan pesat. Dorongan utamanya adalah tuntutan ekonomi.
Keluarga tidak bisa lagi mengandalkan para suami untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara memadai. Untuk itu, para istri terpanggil untuk berperan,
mengambil alih peran suami yang tidak mampu mencukupi.
Peran dan tanggung jawab istri dalam membentuk keluarga sejahtera,
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari peran dan tanggung jawab kaum suami.
Tidak dapat dikatakan yang satu dominan dan lebih menentukan, sedang yang lain
sekedar pelengkap. Keduanya saling melengkapi dan saling mendukung. Para istri
dan para suami, katakanlah ibu dan ayah adalah team work dalam membentuk
Keluarga Sejahtera. www.gemari.or.id
peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan
bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang
ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang baik, akan baiklah kondisi keluarga.
Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk, hancurlah keluarga
Karim, 2006.
Perempuan tidak dinilai cukup sukses bila keberhasilan membangun karir
tidak dibarengi kesuksesan mengelola rumah tangga karena secara kodrati
perempuan melahirkan dan menyusui anak sehingga tugas pengasuhan anak dan
keluarga termasuk mengurus suami menjadi tanggung‐jawabnya.
Perempuan sejak masa lalu telah digiring menjalankan melakukan tugas‐
tugas yang dekat rumah, sementara kaum laki‐laki pada masanya pergi berburu
atau mencari nafkah lain. Skema pembagian kerja ini kemudian dilegitimasi oleh
agama dan adat istiadat atas nama kodrat. www.kapanlagi.com
Masyarakat cenderung beranggapan bahwa pembedaan atau pembagian
kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamiah. Stereotipe yang dianggap kodrat
telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan dan laki‐laki. Akibatnya,
lahir pembagian kerja secara seksual. Laki‐laki mendapat porsi yang lebih
menguntungkan daripada perempuan Arief Budiman,1981.
Ideologi patriarki dominasi laki‐laki faktanya telah masuk dalam sistem
hukum di Indonesia baik dari peraturan dan kebijakan yang ada, stuktur dan budaya
hukumnya, sehingga senantiasa mengekalkan ketidakadilan terhadap perempuan.
Konsep pembakuan peran gender yang mengotak‐kotakkan peran laki‐laki
atau suami dan perempuan atau istri ini hanya memungkinkan perempuan
berperan di wilayah domestik yakni sebagai pengurus rumah tangga sementara laki‐
laki di wilayah publik sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama.
Ketimpangan nilai atas fungsi ini menyebabkan kaum perempuan mulai
menuntut kesetaraan untuk aktif di sektor‐sektor publik yang produktif, untuk
menjadi perempuan bekerja. www.kapanlagi.com
Dalam agama Islam, tidak mengajarkan perempuan lebih rendah
kedudukannya di bidang agama maupun politik. Laki‐laki merupakan pelindung dan
pemberi nafkah utama bagi keluarga. Ini tidak berarti perempuan adalah makhluk
lemah atau tidak mampu mempertahankan atau menyokong dirinya sendiri. Islam
justru mengangkat derajat perempuan dengan membebaskan mereka dari
perbudakan yang menurut Tuhan terutama disebabkan oleh laki‐laki. Menurut
beberapa ulama, perempuan bahkan tidak wajib mengerjakan pekerjaan rumah
tangga Emerick,2007:288.
Namun realitasnya banyak ibu yang tidak dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik. Mungkin ada sebagian yang terlalu sibuk dengan
kariernya hingga terkadang seperti menyerahkan tanggung jawab terbesar dalam
pendidikan kepada pihak sekolah atau anak2 yang lebih banyak menghabiskan
waktu dengan pengasuh yang bisa jadi “kurang berkualitas”. Atau mungkin ada yang
merasa menyerah dan putus asa dalam mendidik anak karena kurang pengetahuan
sehingga bingung tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan.
www.wordpress.com.
2.1.8 Konflik Akibat Perbedaan Penghasilan dalam Hubungan Perkawinan