di salah satu bengkel bubut di kawasan Surabaya selatan selama 25 tahun.
Sedangkan Dian istrinya bekerja sebagai Pagawai Negeri sipil di dinas Peternakan di
Surabaya selama 20 tahun. Latar belakang pendidikan mereka pun sama yakni,
Afandi hanya lulusan SMK dan Dian lulusan SMA. Namun karena faktor
keberuntungan, penghasilan Dian lebih besar daripada Afandi. Hal tersebut terjadi
sebagai akibat dari kurang tercukupinya kebutuhan rumah tangga mereka,
mengingat semakin besar pengeluaran untuk ketiga anaknya. Kesenjangan yang
terjadi di tengah‐tengah perjalanan perkawinan mereka, dapat teratasi hingga
rumah tangganya dapat berjalan dengan baik hingga saat ini. Pasangan suami istri
ini tinggal dirumah sendiri di jl. Bogangin Baru Surabaya. Kedekatan informan
dengan peneliti adalah karena informan merupakan kerabat dekat dari keluarga
peneliti.
4.2.2 Analisis Data
4.2.2.1 Terjadinya Perbedaan Penghasilan
Pada bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa ada beragam konflik yang
dialami pasangan suami istri mengenai masalah ekonomi. Terutama ketika terjadi
perbedaan penghasilan yang dialami pasangan tersebut dimana penghasilan istri
lebih besar daripada penghasilan suami. Karakter yang dimiliki setiap individu
berbeda ‐beda, adanya keimanan yang kuat kepada Tuhan, latar belakang individu
dan pendidikan mampu berpengaruh terhadap cara seseorang dalam
menyelesaikan suatu konflik. Individu yang memang mempunyai basic latar
keimanan yang kuat akan berupaya untuk menyelesaikan setiap permasalahan
dengan cara menyerahkan semua yang terjadi kepada Tuhan dan memohon
petunjuk. Lain halnya dengan individu yang memiliki basic dari segi suku atau
budaya juga akan mempunyai cara tersendiri dalam menyelesaikan
permasalahannya. Berbeda lagi dengan individu yang memiliki latar belakang
berpendidikan tinggi, mereka akan berusaha menyelesaikan setiap permasalahan
yang ada secara rasional, terbuka, dan santai. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
ilmu dan pengalaman yang diperoleh setiap individu mampu berpengaruh dalam
mengatasi setiap permasalahan yang terjadi. Dari sini peneliti kemudian
mendeskripsikan beberapa alasan mengapa perbedaan penghasilan tersebut dapat
terjadi dalam kehidupan rumah tangga informan yang dijadikan subjek penelitian
ini. Dalam
sebuah perkawinan, sebuah perbedaan merupakan hal yang biasa terjadi.
Dasar terjalinnya sebuah pernikahan pun ada bermacam‐macam faktor. Dari informan
Anastasya dan suaminya Yohanes, pernikahan mereka terjalin dengan adanya
perbedaan tingkat pendidikan dan keahlian, sehingga dari perbedaan itu juga
menjadi alasan mengapa terjadi perbedaan penghasilan diantara keduanya. Informan
1 Istri
: “mungkin kalo menurut saya sih dari faktor pendidikan saya berbeda. Latar belakang
pendidikan saya dengan suami saya berbeda terus selain itu karena faktor
keahlian. Suami saya keahliannya sudah berbeda dengan saya. Saya dari
kecil sudah kursus musik. Jadi mau ndak mau setelah saya lulus dari kursus
musik, saya kerja disekolah musik. Kalo suami saya hobby nya beda lah”.
Suami : ”ehm.. mungkin karena faktor keahlian kita berbeda ya mbak, terus
pendidikan kita berbeda, terus jenis pekerjaan kita juga berbeda”.
Dari pernyataaan informan 1 tentang alasan perbedaan yang terjadi dalam
hubungan perkawinan mereka, ternyata perbedaan tingkat pendidikan merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh dalam mendapatkan pekerjaan. Perbedaan
pendidikan tersebut dikarenakan istri berusaha agar dirinya tidak hanya meraih
pendidikan yang sampai pada jenjang sekolah menengah atas saja, namun demi
menaikkan status sosialnya menjadi setingkat lebih tinggi. Hal tersebut
dimanfaatkan untuk mencari penghasilan dengan mengandalkan hobby
bermusiknya. Sedangkan suami, yang memang hanya lulusan dari sekolah kejuruan,
sedikit kesulitan dalam mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan daripada istri.
Berbeda dengan informan 1, informan 2 menyatakan bahwa perbedaan
penghasilan itu terjadi karena adanya kegagalan dalam pekejaan suami yang
mengalami kebangkrutan, sehingga istri akhirnya memutuskan untuk bekerja
membantu perekonomian keluarga. Kegagalan tersebut dipicu akibat adanya krisis
moneter pada tahun 1998 yang menyebabkan beberapa perusahaan besar
mengalami kerugian dan akhirnya berujung pada pemecatan karyawan. Dari situ
pasangan informan ini mencari solusi untuk tetap bisa melanjutkan hidup bersama
keluarga meskipun dengan modal secukupnya dengan cara berwirausaha.
Informan 2
Istri : “perbedaan penghasilan terjadi karena disaat kami menikah dulu itu tidak terjadi
tetapi pada saat perjalanan hidup baru terjadi, karena suami saya mengalami
penyusutan dalam penghasilan usahanya yang mundur”. Suami : ”pada waktu saya belum berwiraswasta menjadi wedding organizer, saya
bekerja sebagai distributor Ban di Jawa Timur ya..pada waktu masuk krisis
moneter, saya mengalami krisis dalam artian terjadi bangkrut. Ya
tentunya setelah bangkrut ya simpanan dan kekayaan sudah habis untuk
membayar kewajiban di Bank”.
Hampir sama dengan pasangan Yohanes dan Anastasya, pasangan Farel dan
Trisia menjalani perbedaan penghasilan karena memang jenis pekerjaan yang
mereka kerjakan sudah berbeda. Perbedaan pekerjaan disini bisa dilihat dari
profesinya. Istri bekerja dikantor yang memperoleh penghasilan diatas UMR upah
minimum regional, sedangkan suami hanya sebagai penjaga warnet yang
berpenghasilan tidak lebih dari UMR. Ada faktor pendidikan juga didalamnya,
menurut pasangan informan ini, pendidikan juga menentukan posisi sebuah
pekerjaan. Ketika pendidikan tinggi dapat tercapai, maka peluang mendapatkan
pekerjaan dengan penghasilan yang tinggipun juga dapat terjadi.
Informan 3
Istri : “ya bisa mbak, wong jobnya aja beda, ya otomatis penghasilannya beda”.
Suami : “ya beda mbak, kalo jaga warnet itu ya gajinya emang dibawah UMR lah..”
“saya lulusan D3 di STIKOM”.
Menurut pernyataan pasangan informan 4, perbedaan yang terjadi antara
keduanya memang berada di tengah perjalanan hidup perkawinan mereka, hal
tersebut dikarenakan istri bekerja dengan penghasilan yang lebih tinggi dari
suaminya. Namun mereka selalu menunjukkan rasa saling pengertian agar masing‐
masing pasangan tidak ada yang merasa dirugikan. Rasa saling pengertian disini
bahwa pasangan ini berusaha sebisa mungkin untuk tidak mempermasalahkan
adanya perbedaan dan tidak merasakan adanya sikap yang dominan ketika istrinya
berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya. Saling menghargai atas apa yang telah
dilakukan oleh pasangan merupakan salah satu komitmen yang mereka buat.
Informan 4
Suami : “selama ini saya berumah tangga dengan ibu ini sudah hampir 26 tahun ya.
Dalam rumah tangga permasalahan itu memang ada, tapi harus pinter‐
pinter kita menyikapinya perbedaan penghasilan atau kita mengenai
kerjaan dikantor, karena saya ini kan tidak punya instansi istilahnya”.
“ehm..biasanya itu kalo namanya orang berumah tangga itu timbulnya
dipertengahan, mulai anak‐anak itu udah mulai besar dan kebutuhan itu
besar, jadi biasanya sebuah rumah tangga itu jatuh bangunnya ya disitu
itu. Jadi mengenai kebutuhan meskipun kita gak ada gitu kita saling
pengertian. Ya insya Allah mulai dari awal ini sudah saya bimbing, jadi istri
saya itu bisa tahu”.
Istri : “ya karena waktu itu bapak tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga
yang semakin besar, nah dari situ saya melamar bekerja sebagai CPNS dan
Alhamdulillah diterima di dinas peternakan 20 tahun sampe sekarang ini.
Berdasarkan keempat alasan yang telah diungkapkan diatas, dalam
menjalani hubungan perkawinan yang berbeda penghasilan dapat didasari oleh
banyak alasan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, perbedaan faktor pendidikan
dan keahlian antara suami dan istri merupakan salah satu faktor yang menjadikan
perbedaan penghasilan terjadi, meskipun tidak selalu demikian. Namun sudah jelas
dengan apa yang diutarakan oleh informan mengenai perbedaan pendidikan itu.
Selain faktor pendidikan yang menjadi dasar perbedaan penghasilan dalam rumah
tangga informan, ada alasan yang variatif juga yang diutarakan oleh para informan
lainnya. Adanya keseimbangan istri dan suami dalam berusaha mencukupi kebutuhan
keluarga merupakan cara individu mempertahankan hubungan ketika mereka
mendapatkan keseimbangan relative, yang diukur berdasarkan derajat kesetaraan
antara reward yang diterima dibandingkan dengan cost yang diberikan DeVito,
2007 p. 245.
4.2.2.2 Strategi Manajemen Konflik Menurut Informan