147
disebut pengangguran terselubung disguised
unemployed. Orang yang dikelompokkan dalam pengangguran ini adalah mereka yang
pada dasarnya bekerja tetapi tidak memiliki pro- duktivitas kerja. Sebagai contoh, mereka yang
mengerjakan satu pekerjaan bersama-sama dalam satu kelompok, misalnya 10 orang. Pa-
dahal, pekerjaan itu cukup dikerjakan oleh 5 orang saja. Sehingga, 5 orang yang lainnya bi-
sa dikelompokkan ke dalam penganggur tidak kentara.
Pengangguran merupakan masalah yang rumit
dipecahkan lebih-lebih oleh negara yang berkem- bang seperti di Indonesia karena kesempatan kerja
tidak mampu menampung laju pertumbuhan ang- katan kerja. Jika pengangguran tidak ditangani se-
rius oleh semua pihak, hal itu akan berdampak yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat.
Adapun dampak dari pengangguran antara lain: a.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara terhambat yang berakibat tingkat kemakmuran masya-
rakat terganggu. b.
Hilangnya mata pencaharian yang berakibat keterampilan maupun kreativitas masyarakat
menjadi berkurang karena tidak adanya tempat untuk menampungnya.
c. Terjadinya ketidakstabilan sosial atau kerawan-
an sosial dengan munculnya segala tindakan kriminal.
d. Beban psikologis seseorang
Dengan menganggur mereka merasa keber- adaannya kurang dihargai sehingga bisa menim-
bulkan ketidakstabilan emosi orang tersebut. Melihat keadaan tersebut, maka pengangguran
perlu diatasi bersama yakni dengan peran serta aktif pemerintah dan masyarakat. Berikut ini cara untuk
mengatasi pengangguran. 1.
Perluasan kesempatan kerja melalui padat kar- ya.
2. Proyek transmigrasi untuk pemerataan tenaga
kerja. 3.
Peninjauan kembali aturan-aturan yang ada atau dikenal dengan istilah deregulasi dan de-
birokratisasi yang bisa menarik investor asing dan bisa meningkatkan ekspor barang.
4. Meningkatkan sektor informal dari perekono-mian
masyarakat. 5.
Meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pe- latihan maupun pendidikan.
Dikutip dengan penyesuaian dari Ekonomi SMA 2, Galaxy Puspa Mega
B. Setelah k alian m enyimak t eks Pengang- guran di atas, tulislah ringkasannya dalam
bentuk skemabagan
raung, membuat perempuan itu datang mena- warkan bantuan. Gini, nama perempuan itu. Dia
menggandeng Dina ke rumahnya dengan kasih sayang seorang ibu.
Aroma sabun wangi badan Gini tercium tanpa sengaja olehku, ketika dia memberikan secang-
kir air putih. Sejak pertemuan itu, hidupku tak tenang. Aku
mulai membanding-bandingkan keadaan perem- puan itu dengan Gami, istriku. Seandainya istriku
bisa serapi Gini, pastilah aku tambah betah di rumah. Seandainya perut istri serata Gini, pasti-
lah aku tak harus mencari-cari foto-foto wanita setengah telanjang di tabloid jalanan hanya untuk
meningkatkan gairahku di kasur. Tetapi, semua membuatku frustrasi. Begitu membuka mata,
yang kulihat hanyalah tubuh Gami yang mulai berlemak di sana-sini.
Otakku mulai berputar-putar tak karuan. Bagai- Anda tentunya sudah sering membaca cerpen.
Dapatkah Anda membuat ringkasan sinopsis cer- pen?
13.3.1 Membaca Cerpen
Bacalah cerpen berikut ini
Perempuan Kedua Karya LABIBAH ZAIN
Perempuan berumah di ujung gang itu benar- benar membuat sekujur tubuhku tegang. Cara
bicaranya yang lembut, membuat aku kalang kabut. Sungguh aku tak mengira akan jatuh
cinta macam anak-anak SMA. Aku bertemu perempuan itu, ketika menghin-
dari tabrakan dengan ojek. Motor yang aku ken- darai dengan memboncengkan Dina, anak pe-
rempuanku itu, terjerembab di salah satu got, dekat rumahnya. Tangis anakku yang meraung-
Di unduh dari : Bukupaket.com
148
mana cara agar aku bisa mengunjungi Gini tanpa ada yang curiga. Sungguh Dua hari tak bertemu
Gini, membuatku seperti orang gila. Mulailah ku- atur rencana demi rencana untuk bisa menemuinya.
Kucukur habis bulu-bulu yang ada diwajahku. Kusemprotkan minyak wangi di tubuhku. Ah,
ternyata aku masih ganteng juga. Kutatap wajah- ku di cermin. Tak kalahlah dengan Doni Damara,
pikirku. Melihat penampilanku, istriku bertanya- tanya. Katanya, aku seperti orang yang sedang
puber kedua. Aku bilang saja, semuanya kulaku- kan karena aku harus foto buat kartu identitas di
kantorku besok pagi. Istriku pun tampak paham.
Aku tidak bohong. Memang besok paginya ada acara foto-foto untuk melengkapi kartu identitas
perusahaan. Hanya saja, sepulang dari kantor, aku mengajak Dina untuk mengunjungi Gini.
Gini dan dua anaknya, Tono dan Tini menyam- but kedatangan kami dengan gembira. Dina lang-
sung bermain sepeda dengan mereka. Aku pun duduk berdua dengan Gini di ruang tamu. Dari
percakapan sore itu, aku tahu kalau Gini seorang pengajar bahasa Inggris di salah satu lembaga
bahasa. Satu ide melintas. Saat itu, aku memin- ta Gini untuk memberikan kursus bahasa Inggris
buat Dina, karena Dina berumur 4 tahun. Sudah saatnya belajar bahasa Inggris. Gini setuju untuk
memberi kursus Dina setiap hari Senin dan Rabu. Ketika pulang ke rumah dan kurundingkan
dengan Gami tentang kursus itu, dia tak kebe- ratan sedikit pun.
Sejak itu, hari Senin dan Rabu merupakan hari yang sangat kutunggu-tunggu. Kursus hanya
berlangsung selama satu jam saja, tetapi Dina selalu meminta untuk tinggal di rumah Gini agak
lama, karena dia ingin bermain bersama Tini dan Tono. Jadilah aku punya alasan untuk ngobrol
panjang lebar dengan Gini.
Berbicara dengan Gini, aku serasa menemu- kan masa mudaku lagi. Ternyata Gini suka puisi.
Lantaran bicara puisi-puisi Gibran, kami menjadi semakin akrab dan terbuka.
Gini juga bercerita tentang seorang duda, yang menjadi direktur lembaga bahasa tempat ia
bekerja itu, beberapa kali memintanya untuk menjadi istrinya. Bagi Gini, penampilan duda itu
tak menarik. Dia lebih suka lelaki yang suka meng- hadiahinya puisi, seperti almarhum suaminya.
Tahu akan hal itu, aku pun getol menghadiahi satu puisi buat Gini setiap pagi. Puisi itu aku
serahkan sebelum aku pergi ke kantor. Sepulang kerja, aku pun sering mampir ke rumahnya hanya
untuk mencekoki Gini dengan kata-kata yang menghiba-hiba tentang penderitaanku sejak me-
nikahi Gami.
“Jangankan merawat anak dan suami, merawat diri pun dia tak mampu. Daster kumalnya menjadi
pemandanganku sehari-hari. Makanan hambar alakadarnya menjadi menuku sehari-hari. Tempat
tidur bau ompol anak, menjadi alas tidurku se- panjang malam. Dengkuran istriku menjadi mu-
sik pengantar tidurku. Secangkir teh atau kopi sepulang kerja hanyalah impian. Aku sangat
menderita”
Gini memandangku dengan muka murung. Se- pertinya aku sudah berhasil menarik simpatinya
dengan rahasia-rahasia rumah tanggaku. “Seandainya istriku itu adalah kamu, Gini.…”
Pipi Gini merona. Matanya berkejapan. Aku merasa terbang ke langit ketujuh. Seperti berden-
dang, kata-kata itu terus ku ulang-ulang. Lama-kelamaan, aku punya keyakinan, kalau
Gini juga menaruh perhatian terhadapku. Oleh karenanya, dengan mengumpulkan segala kebe-
ranian, aku menyatakan cinta di beranda rumah- nya Gini tersentak. Tetapi di wajahnya, aku me-
lihat kebahagiaan yang menggelegak.
Dia berkata, “Mas ‘kan sudah punya istri....” “Tapi kau
kan tahu kalau aku menderita?” “Selesaikan baik-baik hubungan Mas dengan
Istri. Kalau memang Mas tak bahagia, Mas harus menceraikannya secara baik-baik atau minta izin
kepadanya untuk menikahiku.” Aku bersorak. Masalah dengan istriku? Gam-
panglah diatur. Dengan hati berbunga-bunga, aku pulang ke
rumah. Begitu malam tiba, kutidurkan Dina sebe- lum jamnya. Setelah itu, aku mulai mencumbui
Gami seperti layaknya pengantin baru. Usai ber- cinta, kubuatkan istriku mi goreng instant. Se-
piring berdua kami makan bersama. Selama dua minggu kami tampak mesra. Gami menatap cu-
riga tetapi dia tampak bahagia.
Pada minggu ketiga, mulailah aku bercerita tentang banyaknya orang-orang yang perlu di-
Di unduh dari : Bukupaket.com
149
santuni. Anak yatim dan janda yang terlunta-lunta. Gami yang mudah tersentuh sangat terharu,
tetapi menjadi pilu ketika aku mulai mengemuka- kan pintu surga bagi istri yang merelakan suami-
nya menikahi janda miskin.
Dari tatapan matanya, aku tahu hatinya teriris. Tapi tekatku tak terkikis. Kupeluk dia. Di telinga-
nya, kubisikan betapa aku mencintai dia dan berjanji semuanya takkan berubah. Istriku mena-
tapku. Dia bilang, dia ingin bertemu Gini. Aku pun setuju. Kucium keningnya. Kuusap-usap rambut-
nya sampai dengkurnya terdengar. Malam itu, dia terlelap di pelukanku.
Akhirnya di rumahku, kedua perempuan itu bertemu. Dari jendela rumahku, aku bisa melihat
kalau istriku tampak tegang dan Gini tampak salah tingkah. Tetapi, beberapa saat kemudian
mereka bersalaman, mulai bicara dan akhirnya tertawa-tawa. Sejak itu, keduanya memang tam-
bah akrab. Aku lega. Hajadku ada di depan mata
Pagi ini, ketika aku hendak menyelipkan satu puisi di rumah Gini, aku mendapati rumah Gini
lengang. Suara keributan anak-anak Gini karena hendak bersiap-siap berangkat ke sekolah, tak
kudengar.
Kuketuk rumahnya berkali-kali. Tak ada yang menjawab. Aku semakin keras mengetuk pin-
tunya. Sepi Kugedor dan kugedor lagi pintunya. Kali ini,
Ibu Karto, tetangga sebelah rumahnya, muncul dan mengabarkan bahwa Gini dan anak-anaknya
pulang ke kampung halaman untuk mempersiap- kan pernikahannya dengan direkturnya
Gini, perempuan ranum yang hendak kujadikan istri keduaku, hendak menikah tanpa memberita-
huku sama sekali. Kurasakan perasaan tersinggung mulai meng-
gelegak di dadaku Dalam keadaan limbung, aku ingat istriku. Perempuan setia yang selalu me-
nerimaku apa adanya. Boleh jadi tubuhnya men- jadi tak terawat, karena waktunya habis buat
mengurus rumah tangga dan uang belanja yang kuberikan dihabiskannya buat urusan keluarga
daripada untuk dirinya sendiri. Tiba-tiba, aku ingin memeluk istriku dan meneriakkan betapa tak ada
perempuan lain yang lebih aku butuhkan di dalam hidupku selain dirinya.
Sepeda motor pun kukebut dengan kecepatan tak kira-kira. Sampai di rumah, kembali aku ter-
pana. Kudapati rumahku tak berpenghuni. Kupe- riksa pot tanaman, tempat Gami biasa menyim-
pan kunci kalau dia harus pergi. Di situ kutemu- kan kunci rumahku dan sepucuk surat.
Mas Poly, Merangkai kata, aku memang tak pandai teta-
pi semoga yang akan kusampaikan ini bisa kau mengerti.
Beberapa bulan yang lalu, ada seorang pria yang perhatiannya membuatku berbunga-bunga.
Tetapi kemudian aku sadar bahwa cint a itu seperti tanaman. Dia bisa mati kalau kita tak
merawatnya. Nah Cinta yang kita bina sudah layu Hampir mati Kalau aku mencoba merawat
tanaman lain, bagaimana mungkin aku bisa ya- kin kalau dua-duanya tak mati? Sedang merawat
satu tanaman saja, aku tak bisa? Oleh karenanya, aku memutuskan untuk me-
rawat cinta kita dan mematikan cinta-cinta yang lain. Bagik u keluarga berada di atas segala-
galanya. Tetapi, takdir bicara lain. Mas memilih hendak
membawa tanaman lain dengan cara menikah lagi. Bagiku, dua orang istri terlalu banyak dalam
satu pernikahan dan susah bagiku untuk berbagi perasaan. Daripada aku tertekan, akhirnya ku-
putuskan untuk melayangkan gugatan cerai ke pengadilan agama. Dengan demikian, kita bisa
berbahagia dengan merawat satu cinta di ke- luarga masing-masing. Mas menikah dengan
Gini. Aku pun akan bahagia karena Mas Mono, tetangga kita yang pernah memberikan perha-
tiannya kepadaku itu, berjanji akan menikahiku begitu selesai masa indahku.
Salam Gami Aku merasa tubuhku dipukul-pukul dengan
martil hingga lenyap terkubur rencana-rencanaku sendiri. Kupandangi rumah Mono. Tiba-tiba, aku
ingin membunuh perjaka tua itu
Pikiran Rakyat, 2 Juni 2007
13.3.2 Meringkas Cerpen