Kelas Kata, Sinonim, dan Antonim Teks Percakapan
39
bukunya, melepas sepatunya lalu mencuci ta- ngan dan kakinya sebelum berganti pakaian.
“Makanlah segera Ayah, ibu, dan adik sudah makan lebih dulu. Mengapa engkau terlambat
pulang?” tanya ibunya. Sapri tidak langsung makan. Didekatinya ibu-
nya dan diceritakannya kesusahan temannya, Samsu.
“Kasihan, Bu, Samsu. Sudah dua hari dia tidak masuk sekolah. Mana ibunya sakit. Ayahnya
menjual buah-buahan di pasar. Hasil penjualan yang diharapkannya dapat dipakai untuk me-
lunasi uang SPP anak-anaknya ternyata tidak mencukupi.” Mendengar cerita anaknya itu, Ibu
Sapri sangat terharu. Ia pun bersyukur kepada Tuhan bahwa keluarganya tidak perlu menderita
seperti itu.
Keesokan harinya, Sapri berangkat sekolah lebih pagi. Dia singgah di rumah Samsu. Sesam-
painya di sana dilihatnya ayah Samsu ada di rumah. Sapri merasa gembira. Tentu temannya
sudah mempunyai uang untuk membayar SPP. Samsu kelihatan menunggu Sapri di serambi ru-
mah. Air mukanya masih tampak kurang gembira.
“Selamat pagi, Sam Ayo, kita berangkat Kita akan menghadap Bapak Hidayat.”
Kedua anak itu lalu minta izin kepada ayah dan ibu Samsu sebelum keluar pintu pekarangan.
Samsu berhenti dan membisikkan sesuatu ke- pada Sapri.
“Sapri, ayah sudah kembali dan buah-buahan dagangannya habis terjual, ....”
“Nah, syukur. Jadi, kamu sudah membawa uang untuk membayar SPP?”
“Tunggu dulu Rezeki tentu ada. Kami bergem- bira. Hanya sayang sekali tidak cukup untuk
membayar uang SPP itu. Ibu ‘kan sakit. Sebagian uang laba digunakan untuk membeli
obat dan untuk belanja kemarin dan hari ini. Sisanya tinggal lima ratus rupiah. Padahal uang
SPP saya enam ratus, ‘kan?”
Sambil berjalan, Sapri menarik tangan teman- nya lalu bertanya, “Uang itu kamu bawa seka-
rang?” “Ya. Ayah takut uang itu terpakai. Nanti kalau
ada untung lagi, tinggal menambah lagi.” “Baik, Sam. Kita lekas-lekas menghadap ke-
pala sekolah sebelum kita mulai belajar. Sebaik- nya kamu lunasi uang SPP-mu hari ini.
Kebetulan aku membawa uang seratus rupiah untuk membeli buku tulis, tapi buku itu tidak
kuperlukan sekarang. Boleh kamu pinjam dulu untuk mencukupi uang SPP-mu.”
“Ah, jangan Pri Nanti ayah dan ibumu marah” “Tidak, Sam. Sungguh. Ini bukan uang
pemberian ayah atau ibu tetapi pemberian paman. Memang ayah dan ibu tahu bahwa saya
diberi uang.” “Baiklah kalau begitu. Jadi, hari ini saya dapat melunasi uang SPP? Wah, bukan
main. Sungguh kau baik hati. Engkau memang seorang sahabat bukan sekedar teman.
Pertolongan yang sangat tepat waktunya. Nanti akan saya beritahukan kepada orang tuaku.”
Sepulang dari sekolah kedua anak itu mence- ritakan pengalamannya kepada orang tuanya
masing-masing. Ibu Samsu mukanya mulai ber- seri karena gembira. Waktu Sapri bercerita ten-
tang pertolongannya, ibunya mengangguk-ang- guk lalu berkata, “Aku bangga akan sikapmu,
Sapri. Pertolonganmu sangat tepat dan pasti mendapat pahala.”