89
personal growth 4.
Hubungan positif dengan orang lain positive
relation with other 73,3
23,3 3,3
5. Tujuan hidup purpose of
life 83,3
16,7 6.
Penerimaan diri self acceptance
76,7 23,3
Grafik 8. Persentase Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Setiap Indikator
B. Pembahasan
Psychological well ‐being merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif positive psychological functioning.
Psychological well-being adalah evaluasi dari seorang individu terhadap kehidupannya serta dapat menerima sisi positif maupun negatif dalam
hidupnya sehingga memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaan. Individu
43,3 70
80 73,3
83,3 76,7
53,3 26,7
16,7 23,3
16,7 23,3
3,3 3,3
3,3 3,3
5 10
15 20
25 30
Kemandirian Pengembangan pribadi
Tujuan hidup
Grafik Persentase Tingkat Psychological Well-Being
Berdasarkan Setiap Indikator
Tinggi Sedang
Rendah
90
tersebut memiliki kemandirian dalam hidupnya, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, mampu mengontrol dan memanfaatkan lingkungan
tempat individu berada, memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai, mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, serta dapat memiliki
penerimaan diri yang baik. Apabila psychological well-being remaja tinggi, maka remaja akan selalu
merasa bahagia dan bersemangat dalam menjalani setiap kegiatan sehari- harinya. Sebaliknya remaja yang memiliki psychological well-being rendah
akan mudah stress. Pada penelitian ini secara umum, remaja panti memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi.
Sebanyak 70 atau 21 remaja panti memiliki tingkat psychological well- being yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki penilaian
yang positif terhadap pengalaman dan kualitas hidupnya yang dilihat dari keenam indikatornya. Remaja telah diajarkan untuk dapat menentukan
hidupnya sendiri dan hidup mandiri. Remaja-remaja tersebut diberikan tugas- tugas harian serta pelatihan dan keterampilan. Remaja mampu mengevaluasi
pengalaman hidup secara positif dengan bantuan bimbingan mental yang diberikan oleh panti. Panti memberikan bimbingan mental dengan menunjuk
ahli untuk memberikan bimbingan kepada remaja panti. Beberapa konselor sekolah diundang untuk membantu memberikan bimbingan mental kepada
remaja. Tujuannya, agar remaja dapat memiliki pola pikir yang baru dan positif.
91
Sebanyak 26,7 atau sebanyak 8 orang memiliki tingkat psychological well-being dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa remaja dengan
nilai kategori sedang memiliki kemampuan evaluasi terhadap pengalaman hidup dengan cukup baik.
Sebanyak 3,3 atau 1 orang memiliki tingkat psychological well-being dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hasil evaluasi yang
negatif atas pengalaman hidup remaja ini dapat menyebabkan pscychological well-being remaja rendah. Pengalaman masa lalu yang sulit dan
ketidakmampuan menerima perubahan lingkungan dapat membuat remaja kesulitan dalam mengatur dan menentukan masa depannya. Kepribadian,
status ekonomi, tingkat pendidikan, serta kurang atau tidaknya dukungan sosial yang diterima remaja merupakan pengalaman hidup yang akan
mempengaruhi hasil evaluasi penilaian remaja terhadap dirinya. Terdapat perbedaan tingkat psychological well-being remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Yogyakarta pada saat observasi dengan hasil penelitian. Pada saat observasi, diketahui bahwa jumlah remaja yang tinggal di panti
sejumlah 49 orang. Pada saat proses pengambilan data, jumlah remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta hanya berjumlah 30 orang.
Selain itu, terdapat perbedaan antara jumlah remaja yang ada di panti dengan jumlah remaja yang terdapat dalam data administrasi yang ada di panti.
Beberapa remaja yang memiliki tingkat psychological well-being rendah telah meninggalkan panti tanpa seijin pengurus panti. Hal tersebut dapat terjadi
karena ketidakmampuan remaja tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan
92
dan aturan panti. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pengurus panti, memang terdapat beberapa remaja panti yang meninggalkan
panti tanpa seijin pengurus panti. Peristiwa tersebut dapat dilihat dari menurunya jumlah remaja yang tinngal di panti.
Hasil dalam penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian Sharma 2014 dan Ryff dalam Ryan Deccy, 2001:153, yang keduanya memiliki
hasil penelitian bahwa individu dengan status sosial, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat psychological well-
being menjadi lebih rendah. Namun pada kasus ini, remaja mendapatkan beragam bimbingan dan keterampilan yang dapat membantu remaja
memperbaiki kualitas hidupnya. Bimbingan mental juga memiliki peran yang cukup banyak dalam mengubah pola pikir remaja panti. Melalui beragam
kegiatan tersebut, remaja lebih memiliki pandangan dan evaluasi yang positif terhadap masa lalunya.
Hal tersebut dapat terjadi karena faktor dukungan lingkungan yang baru yang memberikan pendampingan kepada remaja untuk tetap berkembang dan
belajar menghadapi masalah dan menerima setiap kelemahanya, agar remaja dapat lebih berpikir terbuka dan dapat melakukan evaluasi terhadap
kehidupannya. Selain secara keseluruhan, tingkat psychological well-being remaja panti
juga dapat dilihat dari kecenderungan kategorisasi pada setiap indikatornya. Psychological well-being memiliki enam indikator yaitu, kemandirian
autonomy, pengembangan
pribadi personal
growth, penguasaan
93
lingkungan environmental mastery, tujuan hidup purpose in life, hubungan positif dengan orang lain positive relations with other, dan penerimaan diri
self-acceptance. Berdasarkan analisis data pada setiap indikator, diketahui bahwa pada
indikator kemandirian autonomy sebanyak 13 43,3 remaja berada pada kategori tinggi, 15 53,3 remaja berada pada kategori sedang, dan 1 3,3
remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator penguasaan lingkungan environmental mastery sebanyak 21 70 remaja pada kategori tinggi, 8
26,7 remaja pada ketgori sedang dan 1 3,3 remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator pengembangan pribadi personal growth
sebanyak 24 80 remaja pada kategori tinggi, 5 16,7 remaja pada kategori sedang dan 1 3,3 remaja masuk dalam kategori rendah. Pada
indikator hubungan positif dengan orang lain positive relations with other sebanyak 22 73,3 remaja pada kategori tinggi, 7 23,3 remaja pada
kategori sedang dan 1 3,3 remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator tujuan hidup purpose in life sebanyak 25 83,3 remaja pada
kategori tinggi, 5 16,7 remaja pada kategori sedang dan tidak ada 0 remaja yang berada pada kategori rendah. Pada indikator penerimaan diri
self-acceptance sebanyak 23 76,7 remaja pada kategori tinggi, 7 23,3 remaja pada kategori sedang dan tidak ada 0 remaja yang berada pada
kategori rendah. Pada keenam indikator tersebut, indikator kemandirian autonomy secara
umum berada pada kategori sedang 53,3. Indikator kemandirian
94
autonomy ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, dan kemandirian untuk mengatur tingkah laku. Hal ini menunjukkan bahwa
remaja panti memiliki kemampuan cukup baik dalam melakukan evaluasi diri dan cukup baik dalam menentukan pilihan dalam hidup sendiri tanpa melihat
orang lain dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan tersebut. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat kemandirian remaja
anatara lain pola asuh orang tua, pendidikan sekolah, pendidikan masyarakat, serta genetis Audy Ayu Arisha Dewi dan Tience Debora Valentina, 2013:2 .
Berdasarkan hal tesebut, remaja yang memiliki kategori sedang pada indikator kemandirian masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru
di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Perbedaan pola asuh orang tua sebelum berada di dalam Panti, serta terputusnya pendidikan sekolah dapat
mempengaruhi kemandirian remaja. Ada tiga jenis pola asuh Siti Maryam Rahmah, 2008:2 yaitu pertama pola asuh otoriter yaitu orang tua membatasi
dan menghukum, menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua. Kedua, pola asuh otoritatif yaitu pola asuh yang mendorong anak-anak agar
mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan- tindakan mereka. Sedangkan yang terakhir adalah pola asuh permisif, yang
artinya orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak dan membiarkan anak berkembang sendiri. Menurut Suhanadji dan Ainis 2013:7 Orang tua
dikeluarga miskin sangat kurang memperhatikan kebutuhan anaknya karena pendapatan keluarga yang kurang mencukupi kebutuhan, atau dengan kata
lain hidup serba kekurangan. Pendidikan orang tua yang rendah akan
95
memperngaruhi cara mereka dalam mendidik anak-anaknya. Hal tersebut menyebabkan keluarga miskin cenderung permisif. Lain halnya dengan pola
asuh di Panti, pengasuh panti cenderung otoritatif ke arah otoriter. Kelima indikator lain seperti pengembangan penguasaan lingkungan
environmental mastery, pengembangan pribadi personal growth, hubungan positif dengan orang lain positive relations with other tujuan hidup purpose
in life, dan penerimaan diri self-acceptance, memiliki persentase yang tinggi.
Indikator penguasaan lingkungan environmental mastery memiliki persentase 70 . Indikator penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk
mengatur dan mengontrol serta memanfaatkan kondisi lingkungan sehari-hari agar sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai kegiatan. Remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Yogyakarta masuk kedalam kategori tinggi dalam indikator penguasaan lingkungan environmental mastery. Remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki padangan baru tentang kebutuhannya dan memaksimalkan lingkungan yang ada di Panti dengan
beragam kegiatannya agar membantu remaja panti menjadi lebih berkembang. Remaja mengikuti keterampilan sesuai jadwal yang sudah dibuat oleh Panti,
dan mengikuti beragam kegiatan pembinaan lainnya. Sukma Adi Galuh Amawidyati Muhana Sofiati Utami 2007:166 mengatakan bahwa
individu yang memiliki psychological well-being mampu dan berkompetensi mengatur lingkungan, menyusun kontrol yang kompleks terhadap aktivitas
96
eksternal, dan menggunakan secara maksimal kesempatan yang ada disekitar individu.
Indikator pengembangan pribadi personal growth termasuk dalam kategori tinggi dengan prosesntase 80 . Indikator pengembangan pribadi
personal growth merupakan sikap individu secara terbuka menerima pengalaman dan tantangan baru dalam hidupnya agar dapat mengembangkan
segala potensi yang dimiliki. Remaja panti mempunyai kesadaran bahwa setiap kegiatan pelatihan keterampilan dana pembinaan yang ada di Panti
membuat remaja menjadi lebih terampil. Selain itu remaja juga mengetahui bahwa instruktur yang ada di Panti memberikan banyak pengalaman baru
yang membuat remaja menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan. Indikator hubungan positif dengan orang lain positive relation with
others masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 73,3. Indikator ini berhubungan dengan kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan orang
lain. Kemampuan ini dicirikan dengan sikap hangat, persahabatan yang mendalam, empati, dan kasih sayang. Remaja panti mampu membuka diri
terhadap orang-orang di lingkungan panti. Remaja panti tidak malu bergaul dengan teman dan lingkungan baru di Panti. Saat bertemu dengan orang baru
yang datang ke Panti, remaja panti pun secara terbuka menerima dan bersikap ramah. Remaja panti tidak merasa kesepian berada di dalam panti karena
menyadari bahwa teman-teman dan pengasuh panti adalah orang yang baik dan menyayangi para remaja yang tinggal di Panti.
97
Indikator tujuan hidup purpose of life masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 83. Indikator ini memiliki persentase lebih tinggi
dibanding kelima indikator lainnya. Indikator tujuan hidup purpose of life Indikator ini berhubungan dengan tinggi dan rendahnya pemahaman individu
mengenai arah dan tujuan hidup serta pemaknaannya tentang hidup. Remaja panti memiliki cita-cita yang ingin dicapai dengan bersungguh-sungguh
melalui kegiatan yang ada di Panti. Para remaja optimis dapat memperbaiki hidupnya setelah keluar dari panti.
Indikator penerimaan diri self acceptance memiliki persentase 76,7 masuk kedalam kategori tinggi. Individu yang memiliki penerimaan diri yang
tinggi mampu menerima dan menghormati keadaan diri sendiri serta mampu menyadari sisi negatif dan positif dalam dirinya dan mengetahui cara untuk
hidup bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya Putri dkk, 2013:13. Meski tidak dapat melanjutkan sekolah seperti remaja seusianya, para remaja
panti tetap bersyukur dengan hal yang dimiliki remaja serta tidak merasa pesimis terhadap hidup remaja panti.
Indikator dengan persentase tertinggi adalah indikator tujuan hidup purpose of life 80 dan indikator dengan persentase terendah adalah
kemandirian autonomy 53,3. Namun, secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta tergolong tinggi.
Sejalan dengan penelitian Devis dalam Malika Alia Rahayu 2008:20, individu-individu yang mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat
psychological well being yang tinggi. Dukungan sosial sendiri diartikan
98
sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan oleh seorang individu yang didapat dari orang lain atau
kelompok. Dukungan ini dapat berasal dari berbagai sumber, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, maupun organisasi sosial.
Dukungan yang dimaksud bisa jadi diperoleh dari pengurus Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta maupun warga panti lainya.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Ryff dalam Ryan Deccy, 2001:153 yang mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan
dengan indikator penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Berarti dapat disimpulkan, seseorang dengan tingkat
pendapatan tinggi memiliki psychological well-being yang tinggi pula, sedangkan seseorang dengan pendapatan rendah akan memiliki psychological
well-being yang rendah. Berbeda dengan hasil penelitian ini, remaja putus sekolah yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta secara umum
memiliki tingkat psyxhological well-being yang tinggi. Namun dalam hal ini remaja panti mendapat pembinaan dan bimbingan sehingga para remaja
memiliki psychological well-being yang lebih baik. Bimbingan yang diberikan berupa bimbingan fisik, mental, dan sosial.
Bimbingan fisik berupa olah raga dan pemeriksaan kesehatan. Bimbingan ini dapat membantu remaja panti agar dapat menjaga kesehatan dan tetap
bersemangat dalam melakukan kegiatan. Bimbingan mental berupa pendidikan agama. Adapun materi yang diberikan meliputi tauhid, fiqh,
praktek ibadah, baca, Al-Quran, hafalan doa-doa, hafalan surat pendek,
99
praktek pidato dan sebagainya. Kemudian, bimbingan sosial berupa bimbingan hubungan antar manusia, etika budi pekerti, pembinaan generasi
muda, out bond dan relaksasi. Bimbingan membantu remaja agar lebih terampil dalam berinteraksi sosial baik di dalam panti maupun setelah keluar
dari panti. Kegiatan bimbingan tersebut dilakukan oleh ahli seorang ustad, konselor, dan ahli lainnya yang berkaitan dengan materi yang diberikan.
Berdasarkan hal tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi tingkat pyshcological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta.
Faktor tersebut yang memotivasi remaja panti untuk bersikap positif dalam hidupnya. Faktor tersebut seperti dukungan dari lingkungan yang ada di Panti
Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Melalui pembinaan dan bimbingan mental, remaja dapat bersikap lebih positif dalam memandang hidpunya di masa lalu
dan masa mendatang, sehingga memiliki psychological well-being yang tinggi.
Terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat psychological well-being remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja. Faktor tersebut bisa jadi
muncul dari dalam diri remaja. Faktor internal yang dimaksud adalah jenis kelamin dan kepribadian remaja yang berbeda-beda. Boghel dan Prakarsh
dalam Azeez dan Adenuga, 2009:3 mengemukakan bahwa psychological well-being terdiri dari dua belas faktor yang didalamnya meliputi komponen
positif dan negatif, seperti meaninglessness ketidakbermaknaan, self-esteem harga diri, positive affect perasaan positif, life satisfaction kepuasan
100
hidup, suicidal ideas pikiran untuk bunuh diri, personal control control diri, tension tekanan, dll.
C. Keterbatasan Penelitian