45
b. Putus sekolah SMP dan SMU, berasal dari keluarga yang tidak
mampu c.
Berasal dari keluarga yang tidak mampu d.
Anak dari keluarga broken home, korban bencana, kerusuhan sosial dan pengungsi
e. Anak yang rentan mengalami keterlantaran
f. Anak terlantar korban kekerasan keluarga
g. Anak yang mendapat perlindungan khusus
2. Belum menikah
3. Tidak mempunyai ikatan kerjamenganggur
Pada penelitian ini remaja yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian adalah kategori remaja yang mengalami putus sekolah yang
dilatarbelakangi oleh faktor keluarga tidak mampu dan remaja yang mengalami masalah sosial.
D. Kerangka Berpikir
Remaja adalah masa peralihan dari masa kana-kanak ke masa dewasa dengan ditandai beberapa perubahan mulai dari perkembangan biologis,
kognitif, sosial, emosi, moral, dan kemandirian. Selain itu, remaja juga memilih tugas perkembangan yang harus dituntaskan agar tidak mengalami
masalah di masa dewasa. Tugas perkembangan remaja akan lebih baik jika berhasil dituntaskan. Apabila tugas perkembangan remaja dapat berhasil akan
membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya di masa dewasa, tetapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada
46
individu yang bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan
tugas berikutnya. Tugas perkembangan remaja tersebut dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang diperoleh salah satunya di bangku
pendidikan. Namun, dewasa ini terdapat sebagian remaja yang kurang beruntung
karena tidak dapat mengenyam bangku sekolah. Banyak alasan yang melatarbelakangi hal tersebut, seperti kemiskinan, rendahnya dukungan orang
tua, rendahnya minat dan motivasi siswa belajar di sekolah, dan dapat juga disebabkan oleh minimnya fasilitas sekolah. Hal tersebut membuat remaja
mengalami kegagalan dalam sekolahnya. Remaja yang mengalami kegagalan dalam sekolahnya rentan terkena stress. Remaja tersebut kurang memahami
hal yang harus dilakukan dikemudian hari, sehingga sebagian dari remaja putus sekolah akan beralih ke arah yang kurang tepat. Kegagalan dalam masa
remaja dapat membuat remaja menjadi kurang bahagia. Hal itu menunjukan bahwa remaja putus sekolah memiliki psychological well-being yang rendah.
Psychological well-being adalah evaluasi dari seorang individu terhadap kehidupannya serta dapat menerima sisi positif maupun negatif dalam
hidupnya sehingga memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaan. Psychological well-being dipengaruhi oleh beberpa faktor yang diantaranya, status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, dan keluarga. Beberapa penelitian menunjukan bahwa remaja dengan status ekonomi sosial rendah memiliki tingkat
psychological well-being lebih rendah dibanding remaja yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi Sharma, 2014. Begitu juga dengan tingkat
47
pendidikan. Dukungan keluarga juga berpengaruh, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja dari keluarga broken home memiliki
psychological well-being lebih rendah dibanding remaja dari keluarga utuh Puri Werdyaningrum, 2013. Berdasarkan beberapa faktor tersebut
mengindikasikan bahwa remaja yang mengalami kegagalan sekolah juga memiliki psychological well-being yang rendah juga.
Terdapat enam
indikator psychological
well-being, diantaranya
penerimaan diri, tujuan hidup, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri, penguasaan lingkungan, dan otonomi. Remaja yang
mengalami kegagalan tersebut dimungkinkan memiliki tingkat psychological well-being pada indikator penerimaan diri, tujuan hidup, perkembangan diri,
dan hubungan positif dengan orang lain. Pemerintah melalui Dinas sosial membentuk panti sosial untuk membantu
memberikan pelayanan dan penyantunan kepada remaja yang mengalami masalah sosial dengan memberikan pelatihan dan bimbingan kepada remaja
tersebut agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya dan kemandirian. Diharapkan remaja dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan dan bimbingan
tersebut untuk memperbaiki masa depannya. Salah satu panti sosial yang membantu remaja yang memiliki masalah
adalah Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Remaja diberikan banyak fasilitas di dalam panti yang dapat digunakan untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki dan kemandirian. Remaja diberikan fasilitas berupa asrama, pelatihan
keterampilan, dan
bimbingan. Namun,
beberapa remaja
48
menunjukkan beberapa penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi berupa pelanggaran aturan yang ada. Beberapa remaja panti melakukan pelanggaran
seperti pergi keluar panti tanpa ijin, membolos dari kegiatan, bermalas- malasan, melarikan diri dari panti dan pelanggaran lainnya. Selain itu,
beberapa remaja yang belum paham mengenai potensi yang harus dikembangkan remaja dan hal yang harus dilakukan setelah keluar dari panti.
Hal itu mengindikasikan bahwa remaja tersebut memiliki psychological well- being yang rendah.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina
Remaja Yogyakarta pada setiap indikator psychological well-being.
E. Pertanyaan Penelitian