Kriteria Psychological Well-Being Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

17 mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Individu tersebut mampu melalui tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru dan mampu melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap waktu. f. Kemandirian autonomy Menurut Ryff, dimensi ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, dan kemandirian untuk mengatur tingkah laku. Seorang individu mampu melakukan evaluasi diri dan menentukan pilihan dalam hidup serta tidak melihat orang lain dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan tersebut. Individu tersebut menggunnakan standar pribadi dan memiliki keyakinan atas pilihannya. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa psychological well-being memiliki enam dimensi yang saling berkaitan, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, pengembangan diri, penguasaan lingkungan dan kemandirian.

3. Kriteria Psychological Well-Being

Berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Ryff dalam psychological well-being tersebut, maka seorang individu dikatakan memiliki psychological well-being yang tinggi adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif positive psychological functioning. Kriteria individu yang memilki psychological well-being sesuai dengan dimensi psychological well-being yang dijelaskan oleh Ryff 2008:8 adalah sebagai berikut : 18 a. Penerimaan diri self-acceptance 1 Memiliki sikap psoitif dan terhadap diri sendiri 2 Menerima dan menyadari sisi negatif dan positif dalam diri 3 Bersikap positif terhadap pengalaman masa lalu b. Hubungan positif dengan orang lain positive relations with others 1 Memiliki kedekatan dengan orang lain 2 Sikap hangat, empati, dan kasih sayang terhadap orang lain 3 Memiliki kepercayaan positif terhadap orang lain c. Penguasaan lingkungan environmental mastery 1 Menciptakan lingkungan sesuai dengan kebutuhan 2 Mengontrol lingkungan dengan kegiatan fisik dan mental 3 Memanfaat lingkungan secara maksimal d. Tujuan hidup purpose in life 1 Mampu memaknai dan menentukan arah hidup 2 Memiliki arah dan tujuan hidup 3 Merencanakan strategi untuk mencapai arah dan tujuan hidup e. Pengembangan pribadi personal growth 1 Mengembangkan potensi yang dimiliki 2 Terbuka dan menerima tantangan pengalaman baru 3 Memperbaiki diri setiap waktu f. Kemandirian autonomy 1 Memiliki kebebasan dan keyakinan dalam menentukan pilihan 2 Mampu mengatur tingkah laku 19 3 Memiliki dan menggunakan standar pribadi Kriteria-kriteria yang dijelaskan oleh Ryff tersebut digunakan untuk menyusun indikator psychological well-being yang akan digunakan untuk mengukur psychological well-being pada remaja dalam penelitian ini.

4. Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Boghel dan Prakarsh dalam Azeez dan Adenuga, 2009:3 mengemukakan bahwa psychological well-being terdiri dari dua belas faktor yang didalamnya meliputi komponen positif dan negatif, seperti meaninglessness ketidakbermaknaan, self-esteem harga diri, positive affect perasaan positif, life satisfaction kepuasan hidup, suicidal ideas pikiran untuk bunuh diri, personal control control diri, tension tekanan, dll. Menurut Ryff dan Keyes dalam Susanti, 2013:3, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi psychological well-being, yaitu faktor demografis, seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan budaya. Faktor lainnya seperti dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup, kepribadian dan religiusitas juga dapat mempengaruhi psychological well-being. Lebih lanjut dalam penelitiannya, Ryff dalam Priscillia dan Lidya, 2012:72 menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang, yaitu jenis kelamin, usia, dan kepribadian personal trait. 20 Faktor yang mempengaruhi psychological well-being menurut Ryff dan Keyes dalam Susanti, 2013:3, sebagai berikut. 1 Faktor Usia dan Jenis Kelamin Faktor ini meliputi usia dan jenis kelamin. Psychological well- being antara wanita dan laki-laki memiliki perbedaan. Shah 2014:3 menyebutkan bahwa wanita memiliki psychological well- being lebih tinggi dibanding laki-laki. Wanita selalu berusaha sangat keras untuk menyesesuaikan diri dengan lingkungan, hubungan sosial dan bahkan prestasi akademik, wanita lebih tepat waktu dalam pekerjaan. Namun, laki-laki tidak selalu rendah. Hal itu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. 2 Keluarga Keluarga pada umumnya ialah terdiri atas seorang ayah dan ibu. Namun, sekarang ini banyak terdapat keluarga yang hanya terdiri dari seorang ayah saja atau seorang ibu saja single parents dikarenakan permasalahan keluarga yang mengakibatkan suami istri berpisah. Berpisahnya pasangan suami istri menjadi penyebab tidak seimbangnya kehidupan sebuah keluarga. Kualitas hubungan ayah dan ibu memiliki pengaruh terhadap orang tua dengan anak- anaknya. Pasangan orang tua yang puas dengan kehidupan pernikahan akan menjadi sosok yang hangat dan suportif terhadap anak-anak, sedangkan hubungan orang tua yang tidak sehat akan 21 menyebabkan anak-anak memiliki kecemasan dan perasaan depresi yang tinggi juga perilaku kenakalan remaja Yusof dalam Firra, 2013:232. Adanya disfungsional dalam hubungan ayah-ibu, kurangnya fungsi keluarga dan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi penyebab lain dalam perilaku tidak sehat remaja Firra, 2013:233. Keberfungsian keluarga berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya psychological well- being pada seorang individu terutama remaja. 3 Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap psychological well-being individu. Dapat dikatakan bahwa melalui status sosial ekonomi yang baik dapat menyalurkan berbagai fasilitas yang mampu memberikan kebahagiaan. Sharma 2014:4 memberikan hasil melalui penelitianya, bahwa kelompok individu berpenghasilan tinggi memiliki psychological well-being yang lebih baik disbanding kelompok yang memiliki pendapatan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki penghasilan tinggi, dapat mengambil pendidikan tinggi, fasilitas lainnya, dan lain-lain. Individu tersebut memiliki banyak cara untuk menikmati kehidupannya dan semua itu memperkuat tingkat psychological well-being. 22 4 Pendidikan Kelompok yang berpendidikan tinggi memiliki dimensi tujuan hidup dan dimensi pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang berpendidikan rendah. Pendidikan, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka psychological well-being semakin baik terutama pada dimensi tujuan hidup dan pengembangan pribadi. Pendidikan merupakan salah satu sumber psychological well-being karena dapat membentuk kemandirian dan kompetensi bagi individu Puri Werdyaningrum, 2013:483. 5 Budaya Budaya dimaknai sebagai pola pikir dan pola bertindak seorang individu yang hakikatnya memuat nilai-nilai, keyakinan, kesepakatan dan potret harmoni sebuah komunitas yang berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi Muslihati. 2014:121. Nilai-nilai budaya sebuah masyarakat suku tertentu akan membentuk perilaku dan cara pandang sebuah masyarakat pada hal-hal tertentu, salah satunya cara pandang mengenai kesejahteraan psikologis. Nilai merupakan konsepsi yang dapat menyemangati dan mengarahkan seseorang dalam bertindak, misalnya dalam bekerja dan bertindak. nilai juga membantu mengarahkan seseorang memilih tindakan dan menilai tindakan diri sendiri serta orang lain serta menilai sebuah peristiwa untuk 23 kemudian menjelaskan peristiwa tersebut berdasarkan pandangannya Schwartz dalam Muslihati. 2014:121. 6 Kepribadian Personality berasal dari kata Latin “persona” yaitu mengacu pada sebuah topeng yang digunakan oleh aktor dalam sebuah permainan. Kepribadian mengacu pada karakteristik individu yang eksternal dan terlihat serta aspek dari individu yang dapat dilihat oleh orang lain. Selain itu, kepribadian merupakan suatu sistim yang terdiri dari trait-trait kepribadian dan merupakan suatu proses dinamis dimana trait-trait tersebut yang mempengaruhi fungsi psikologis individu. Kepribadian setiap individu dapat dipahami dalam bentuk kepribadian lima besar The Big Five Personality Theory. Kepribadaian tersebut adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness McCrae dan Costa dalam Bianca, 2012 : 18-19. Pada sisi lain Keyes, Shmotkin, dan Ryff 2002: 1007-1022 menyatakan bahwa kepribadian merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi psychological well-being. Schmutte dan Ryff 1997:552 menemukan bahwa extraversion, conscientiousness, dan neuroticism yang rendah berhubungan dengan dimensi self- acceptance, enviromental mastery, dan purpose in life; dimensi opennes to experience berhubungan dengan personal growth; agreeableness dan extraversion berhubungan dengan positive 24 relation with others; dan neuroticsm berhubungan dengan autonomy. 7 Dukungan sosial Menurut Smet dalam Ratna Widyastutik, dkk, 2011:3, dukungan sosial yang diterima oleh individu sangat beragam dan tergantung pada keadaannya. Dukungan emosional lebih terasa dan dibutuhkan jika diberikan pada orang yang sedang mengalami musibah atau kesulitan. Dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat bagi remaja untuk tetap maju dan mengembangkan diri agar tidak selalu menyesali keadaannya. Dukungan instrumental bagi remaja dapat berupa penyediaan sarana dan pelayanan yang dapat memperlancar dan memudahkan perilaku remaja dalam segala aktivitasnya. Dukungan informasi membuat remaja merasa mendapat nasihat, petunjuk atau umpan balik agar dapat membatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya 8 Evaluasi pengalaman hidup Ryff dalam Malika Alia Rahayu, 2008:19 mengemukakan bahwa pengalaman hidup tertentu dapat mempengaruhi kondisi psychological well-being seorang individu. Pengalaman-pengalaman tersebut mencakup berbagai bidang kehidupan dalam berbagai periode kehidupanEvaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang penting terhadap psychological well-being. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryff mengenai 25 pengaruh interpretasi dan evaluasi individu pada pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Interpretasi dan evaluasi pengalaman hidup diukur dengan mekanisme evaluasi diri oleh Rosenberg dan dimensi-dimensi psychological wel-lbeing digunakan sebagai indikator kesehatan mental individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi diri ini berpengaruh pada psychological well-being individu, terutama dalam dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan yang positif dengan orang lain. 9 Religiusitas Argyle dalam Sukma Adi Galuh Amawidyati Muhana Sofiati Utami, 2007:168 menyatakan bahwa religiusitas membantu individu mempertahankan kesehatan mental individu pada saat‐saat sulit. Agama mampu meningkatkan psychological well ‐being dalam diri seseorang. Individu yang memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat, dilaporkan memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi, serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah jika dibandingkan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat. Dalam hal ini,agama mampu menyediakan sumber-sumber untuk menjelaskan dan menyelesaikan situasi problematik, meningkatkan perasaan berdaya dan mampu efikasi pada diri seseorang, serta menjadi landasan perasaan bermakna, memiliki arah, dan identitas 26 personal, serta secara potensial menanamkan peristiwa asing yang berarti. Berdasarkan beberapa faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa psychological well-being dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kepribadian, keluarga, status sosial ekonomi, pendidikan, budaya, dukungan sosial, kepribadian, religiusitas Individu yang memiliki psychological well-being yang tinggi tidak hanya memiliki tingkat yang lebih tinggi pada kepuasan hidup, harga diri, perasaan positif dan sikap positif lainnya, tetapi juga mampu mengelola tekanan hidup, pikiran negatif, ide-ide dan perasaan dari faktor eksternal yang ada di sekitar individu.

5. Manfaat dari Psychological Well-Being bagi Remaja