129
kerajaan. Meski dalam kondisi tertekan, rakyat tidak mungkin melakukan perlawanan secara langsung kepada penguasa. Rakyat
ketika itu sadar bahwa untuk melakukan perlawanan tidak cukup dengan bermodalkan cangkul dan parang. Untuk melawan
dibutuhkan kekuatan dan kedigdayaan serta dukungan logistik yang cukup. Menyadari hal itu, akhirnya luapan perlawanan yang berupa
sindiran diwujudkan dalam bentuk kesenian yaitu kuda kepang jathilan. Dipilihnya kuda képang sebagai simbol dalam kesenian
jathilan ini adalah, karena kuda merupakan simbol kekuatan dan kekuasaan para elite bangsawan dan prajurit kerajaan ketika itu
yang tidak dimiliki rakyat jelata. Simbol kuda dalam kesenian jathilan di sini hanya diambil semangatnya untuk
memotivasi hidup bagi rakyat kecil di pedesaan.
135
5. Setting Panggung
Secara tradisional setting panggung untuk pertunjukan jathilan berbentuk empat persegi panjang dengan konsep teater
arena. Pembatas arena biasanya dibuat dengan bambu utuh dan diikat sebagai pengaman bagi penonton yang menyaksikan.
Panggung kesenian jathilan dapat dilakukan di manapun tempatnya. Prinsip dari penyajian jathilan adalah di arena terbuka, karena sifat
kesenian ini adalah seni kerakyatan.
135
Wawancara dengan Sutrisno usia 49 tahun, tokoh jathilan Kabupaten Sleman, tanggal 12 Juli 2011.
130
Di samping pagar pembatas dari bambu, pertunjukan jathilandi lapangan menggunakan penutup atap tenda untuk
mengurangi terik matahari. Namun demikian banyak juga grup kesenian jathilan yang tampil tanpa tenda, sehingga penari jathilan
akan merasakan panasnya sinar matahari di waktu siang. Adapun posisi gamelan dalam pertunjukan jathilan, biasa dijadikan sebagai
latar belakang pertunjukan dan menghadap kearah penonton. Untuk penyajian jathilan karena biasa ditampilkan siang atau sore hari,
maka tidak memerlukan penerangan lampu. Berikut gambaran arena jathilan yang digunakan untuk pertunjukan di wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Gambar 44 Arena kalangan pertunjukan jathilan, dengan batas penonton
dan penari dengan bambu Foto : Kuswarsantyo, 2011
6. Sesaji
131
Masyarakat Jawa sampai saat ini masih mengenal sesaji dan meneruskan tradisi tersebut. Sepintas, kalau kita membicarakan
sajèn selalu dikaitkan dengan selamatan-selamatan di perempatan, di sumber air, atau semacamnya. Tradisi bagi masyarakat Jawa ini,
oleh masyarakat modern dianggap sebagai klenik, mistik, irasional, dan segala jenis sebutan lain yang terkesan negatif terhadap tradisi
sesaji. Hanya sedikit yang melihatnya sebagai manifestasi bentuk lain dari doa. Dalam kata lain, sesaji adalah wujud dari sistem religi
masyarakat Jawa.
136
Dalam pementasan jathilan, sesaji adalah salah satu bagian yang penting. Keberadaan sesaji dalam konteks ini merupakan
sarana untuk memenuhi persyaratan acara yang secara tradisi diyakini masyarakat sebagai upaya untuk memohon kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, dengan perantara para pendahulu yang telah tiada. Keberadaan sesaji memiliki makna dan arti sesuai dengan
hajatan yang akan dilakukan masyarakat.
Ada beberapa jenis sesaji yang antara keperluan satu dengan lainnya berbeda. Seperti dituturkan Subadri seorang sesepuh
jathilan desa Tanjungsari, Ngemplak, Sleman. Subadri memerinci ada dua kategori sesaji untuk jathilan. Pertama sesaji alit kecil dan
kedua sesaji ageng besar. Sesaji alit sangat sederhana yakni terdiri atas :tumpeng ukuran kecil, jajan pasar, aneka buah buahan,
kembang setaman, wėdang teh, kopi, degan, pisang selirang, serta wewangian berupa menyan dan minyak wangi.
136
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen : Sinkritisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa, edisi Revisi Yogyakarta :
NARASI, 2006, 52-54.
132
Gambar 45 Sesaji kategori alit kecil
Foto : Kuswarsantyo, 2011
Untuk sesaji ageng, adalah sesaji yang digunakan untuk upacara-upacara tradisional yang level penyelenggaraannya lebih
besar, seperti merti désa, rasulan, atau ruwat bumi. Untuk sesaji ageng ini di samping apa yang sudah diungkapkan dalam sesaji alit,
ditambah dengan panen hasil bumi masyarakat desa setempat diambil contoh hasil panen, ingkung, dan ayam hidup, seperti
terlihat pada gambar 46. Secara lengkap isi sesaji dalam pertunjukan jathilan terdiri atas; 1 pisang raja setangkep, 2
makanan tradisional berupa jajanan makanan yang dibeli di pasar, 3 tumpeng yang dihiasi dengan kubis, 4 kembang setaman, 5 dupa
atau kemenyan untuk wewangian, 6 ingkung klubuk ayam hidup sebagai sarana pemanggil makhluk halus, 7 kopi, 8 rokok,9 rujak
degan dan atau kelapa muda.
137
137
Penuturan Subadri usia 63 tahun, sesepuh jathilan desa Tanjungsari, Ngemplak, Kabupaten Sleman, 12 Oktober 2011
133
Fungsi sesaji digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sebagai refleksi diri baik dari segi jasmaniah maupun segi
rohaniah. Sesaji dapat diartikan sebagai persembahan atau sajian dalam upacara tertentu yang dilakukan secara simbolis dengan
tujuan untuk komunikasi dengan kekuatan gaib. Diadakannya sesaji maksud tujuannya adalah bersyukur kepada Tuhan dan semoga
dengan berkah-Nya, segala tugas akan dilaksanakan dengan selamat, baik, dan membawa kesejahteraan dan kemajuan yang
lebih baik bagi yang mempunyai hajat, dan masyarakat umum yang ada di wilayah tersebut.
Gambar 46 Sesaji ageng, saat upacara ” Kembul Sèwu Dulur ”dalam upacara
Ngguyang Jaran di desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulon Progo Foto : Kuswarsantyo : 2010
134
Secara sosial tujuan disediakannya sesaji adalah memohon keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa, agar para pemain jathilan,
warga setempat serta pamong desa diberi keselamatan dan kelancaran dalam menggelar acara kesenian jathilan. Pada
pertunjukan jathilan biasanya sesepuh atau pawang jathilan , sebelum pertunjukan dimulai mengadakan sesaji untuk memohon
keselamatan dan untuk kelancaran acara. Di samping itu tentunya untuk mengundang makhluk halus agar memasuki pemain jathilan.
Kedua, sesaji ditujukan untuk para penghuni tempat di mana jathilan itu dipentaskan jin atau makhluk halus lain. Dengan
adanya sesaji masyarakat percaya akan terhindar dari segala gangguan, rintangan, dan pertunjukan akan berjalan lancar. Secara
rinci tujuan diadakannya sesaji dalam setiap pertunjukan jathilan adalah sebagai berikut.
a. Permohonan keselamatan kepada Tuhan, agar kegiatan
pertunjukan yang akan dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar dan selamat.
b. Sebagai sarana sedekah pada masyarakat sekitar.
c. Untuk menghormati leluhurroh halus yang ada di
tempat pertunjukan, sekalgus sebagai ungkapan terima kasih kepada leluhurroh halus karena telah memakai
tempat tersebut.
138
138
Wawancara dengan Supriyanto usia 52 tahun, pawang dan pelatih kesenian jathilan desa Ngemplak, Kabupaten Sleman, pada acara
Suran, 21 Desember 2010.
135
Makna filosofi di balik sesaji dalam pertunjukan dan atau acara ritual adalah sebagai berikut.
a. Untuk mempertebal keyakinan bahwa upacara ritual
merupakan sarana yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang hakiki.
b. Sesaji dapat diartikan sebagai persembahan sajian dalam
upacara keagamaan yang dilakukan secara simbolis dengan tujuan komunikasi dengan kekuatan gaib.
139
Oleh karenanya dengan makna tersebut sesaji tidak dapat
dipisahkan dengan sebuah pertunjukan yang dilakukan untuk acara ritual tertentu yang melibatkan kesenian jathilan.
7. Pawang Jathilan