Gerak tari Jathilan Pola Penyajian Jathilan di Daerah Istimewa Yogyakarta

174 Sleman muncul cerita jathilan yang mengambil epos Mahabarata atau Ramayana. Berkembangnya tema cerita ini menjadikan kesenian jathilan lebih dinamis dan makin diminati penonton. Lebih-lebih di era globalisasi saat ini, muncul jathilan gaul yang tidak lagi berpegang pada tema atau alur cerita jathilan tradisi. Jathilan gaul lebih banyak memberikan penawaran konsep hiburan murni untuk menarik minat generasi muda dengan iringan hiphop dan rap.

3. Gerak tari Jathilan

Secara umum gerak tari jathilan hampir mirip antara wilayah Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, maupun Kota Yogyakarta. Secara baku pola gerak yang diwariskan para sesepuh pendahulu jathilan kepada generasi muda sebenarnya sama. Ciri utama yang menjadi kekuatan penampilan jathilan dari sisi gerak adalah pada bagian kaki. Gerak kaki yang menghentak dengan pola mengikuti gerak-gerik kuda yang gagah berani memberikan kesan dinamis pada sebuah penyajian jathilan. Hanya yang membedakan pada penekanan gerak kaki yang variatif. Gerak tari jathilan yang berkembang di wilayah kota Yogyakarta memang tidak terlalu berbeda dengan apa yang berkembang di wilayah kabupaten di DIY. Sifat gerak yang gagah berani ini merupakan ungkapan dari makna simbolis penyajian jathilan yang mengambil setting cerita keprajuritan. Oleh karenanya gerak-gerik penari kuda kepang selalu menujukkan sikap tegas gagah dan dinamis. Oleh karena itu pola gerak yang ditonjolkan dalam penyajian jathilan di kota adalah mengolah gerak kaki secara tegas dengan level tinggi. Untuk pola gerak di bagian tangan tidak terlalu variatif 175 karena penyajian jathilan secara konvensional hanya statis memegang bagian kepala kuda kepang. Variasi hanya dilakukan pada lenggokan kanan kiri yang dilakukan sambil menari mengikuti alur irama yang diperdengarkan dari gamelan jathilan. Hanya saja ada satu bentuk pngembangan gerak dengan mengolah properti yang dilakukan beberapa grup jathilan di kota yang saat itu dibina oleh Soetopo Tejo Baskoro. Pola pengolahan gerak berkuda dilakukan dengan menaikkan kuda kepang di pundak, sehingga nampak kuda menjadi berada di posisi atas. Dari posisi itu kemudian tangan memegang kuda kepang pada level atas. Dalam keadaan ini kaki tinggal dimainkan sesuai dengan ritme iringannya. Pola gerak yang disampaikan Sutopo Tejo Baskoro, memang menghindari gerak-gerak feminin. Alasannya kesenian jathilan adalah gambaran prajurit gagah perkasa yang menunggang kuda, sehingga spirit penunggang kuda itulah yang dijadikan inspirasi gerak. Oleh karenanya, pada saat itu Sutopo tidak setuju jathilan diiringi lagu-lagu campursari, karena akan membawa dampak pada gaya penari yang cenderung kemayu, karena terbawa irama campursari. 178 Secara umum gerak dapat dibedakan menjadi tiga kategori yakni gerak berpindah tempat locomotion , gerak murni pure movement, dan gerak maknawi gesture. 179 Sementara itu di samping tiga kategori gerak tersebut, Soedarsono menambahkan satu kategori lagi yang disebut dengan gerak penguat ekspresi yang 178 Wawancara dengan Sutopo Tejo Baskoro usia 59 tahun, pengamat kesenian rakyat kota Yogyakarta, 10 Juni 2009. 179 Periksa Alma M. Hawkins, Creating Through Dance Englewood Cliffs New Jersey : Prentice Hall, Inc, 1964 139 dan 145. 176 oleh Demond Morris disebut dengan baton signal. 180 Gerak ini menurut Soedarsono sangat penting untuk menambah kekuatan komunikasi ekspresi verbal dialog. Sungguhpun dalam pertunjukan jathilan tidak secara khusus menghadirkan dialog, namun dialog melalui tembang untuk mengawali sajian jathilan yang dibawakan tokoh Penthul dan Tembem sangat memungkinkan untuk menggunakan baton signal tersebut. Di samping itu Morris menjelaskan betapa pentingnya baton signal dalam memberikan tekanan pada orang yang sedang berbicara atau dialog. 181 Dalam kaitan ini dialog dengan tembangpun dapat dikategorikan sebagai bagian dari komunikasi untuk penyampaian pesan. Dalam kaitan ini baton signal yang dilakukan oleh seorang tokoh dalam jathilan Penthul atau Temben ketika menyampaikan pesan dalam mengawali cerita. Atau tembang yang dilakukan ketika dua tokoh ini melerai dua kubu yang sedang berperang dalam cerita jathilan yang sedang dipentaskan. Gerak penguat ekspresi seperti ini sangat penting artinya untuk memberikan penguatan terhadap ekspresi gerak penari dan sekaligus pemahaman kepada penonton tentang apa yang dilakukan penari di atas pentas. Gerak pokok dalam kesenian jathilan mengandalkan pada gerak yang bertumpu pada kekuatan kaki. Hal ini mengingat inspirasi jathilan adalah menirukan gerak-gerik kuda, maka kaki menjadi komponen utama gerak jathilan. Gerak gerak dasar jathilan dapat disebutkan dalam tiga kriteria; 1 gerak onclangan ; 2 gerak jingkat jingkat ; 3 gerak tranjalan. 180 Periksa Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata Bandung : MSPI, 1999 , 160. 181 Morris, 1977, 56. 177 Gerak tari jathilanyang berkembang di Gunung Kidul,yang biasa dibawakan oleh laki-laki atau juga perempuan, diawali dengan gerak lembut mengalir dari penari penari jathilan. Kemudian setelah mereka keluar masuk arena pertunjukan irama berubah perlahan menjadi lebih sigrak cenderung keras. Secara baku yang diwariskan para sesepuh pada generasi muda sebenarnya sama. Ciri utama yang menjadi kekuatan penampilan jathilan dari sisi gerak adalah pada bagian kaki. Gerak kaki yang menghentak dengan pola mengikuti gerak gerik kuda yang gagah berani memberikan kesan dinamis pada sebuah penyajian jathilan. Sifat gerak yang gagah berani ini merupakan ungkapan dari makna simbolis penyajian jathilan yang mengambil setting cerita keprajuritan. Oleh karenanya gerak-gerik penari kuda kepang selalu menujukkan sikap tegas gagah dan dinamis. Gambar 53 Kelompok jathilan muda di wilayah Nglipar, Gunung Kidul Foto : Kuswarsantyo, 2010 178 Untuk pola gerak di bagian tangan tidak terlalu variatif karena penyajian jathilan secara konvensional hanya statis memegang bagian kepala kuda kepang. Variasi hanya dilakukan pada lenggokan kanan-kiri yang dilakukan sambil menari mengikuti alur irama yang diperdengarkan dari gamelan jathilan. Kesenian jathilan menjadi salah satu tari tradisional kerakyatan yang banyak berkembang di lingkungan pedesaan. Wujud dan aspek koreografinya masih sangat sederhana dan tidak terlalu rumit, tetapi justru menjadi ‘unik’. Sesuai dengan pola pikiran masyarakat pendukungnya yang kebanyakan masih percaya adanya kekuatan gaib, sehingga tarian itu juga masih sering dikaitkan dengan upacara kekuatan perlindungan untuk keselamatan desa. Gerak dalam tarijathilanpada prinsipnya merupakan gerak- gerak yang telah mendapat pengolahan berdasarkan perasaan, khayalan, persepsi, interpretasi atau gerak gerak yang merupakan hasil dari paduan pengalaman estetis. 182 Gerak yang ditampilkan dalam tari jathilan pun telah mengalami perkembangan dan telah mengalami proses kreativitas, sehingga menjadi gerak yang ekspresif dan menarik. Gerak-gerak yang ekspresif adalah gerak gerak yang indah yang bisa menggetarkan perasaan manusia. Adapun gerak yang indah adalah gerak yang sudah distilisasi, yang di dalamnya terkandung ritme tertentu. Variasi gerak dalam tari jathilan hanya dilakukan pada gerakan lenggokan kanan-kiri yang dilakukan sambil menari mengikuti alur irama yang diperdengarkan dari gamelan jathilan. Secara utuh gerak tari dalam jathilan mencerminkan 182 Iyus Rusliana, Khasanah Tari Wayang Bandung : STSI Press, 2001, 11. 179 simbolisasi dari sebuah peran seorang prajurit yang akan menuju medan perang. Berbeda dengan pola gerak jathilandi Sleman, di Kabupaten Bantul gerak jathilan di Bantul saat ini justru lebih banyak mengadopsi pola gerak wayang. Karakteristik jathilan dengan sikap tegap dan jantan lebih bisa dilihat dari beberapa grup di wilayah Srandakan, Sanden, dan Sewon. Salah satu grup jathilan Bantul yang berasal dari wilayah Srandakan, dalam festival jathilan se DIY tahun 2011 lalu mampu merebut juara I. Ini berkat inovasi yang masih berpegang pada pola tradisi. Pola junjungan kaki yang menghentak dengan pola mengikuti gerak-gerik kuda yang gagah berani memberikan kesan dinamis pada sebuah penyajian jathilan lebih terasa gagah. Sifat gerak yang gagah berani ini merupakan ungkapan dari makna simbolis penyajian jathilan yang mengambil setting cerita keprajuritan. Oleh karenanya gerak-gerik penari kuda kepang selalu menujukkan sikap tegas gagah dan dinamis. Untuk pola gerak tangan yang dibawakan kelompok jathilan Srandakan ketika tampil di ajang festival memang sedikit berbeda dengan kelompokjathilan lain. Pola garap gerak tangan lebih dipersiapkan, sehingga nampak hidup dan tidak terkesan ala kadarnya. Sungguhpun yang dihadirkan adalah pola-pola gerak tangan sederhana, namun cukup untuk memberi aksentuasi pada karakter kesenian jathilan yang gagah berani. Permasalahan estetik yang terjadi terkait dengan distorsi gerak yang pada awalnya penari kuda identik dengan gagah perkasa, namun kini ada kecenderungan penari jathilan menjadi berkarakter feminin atau seperti perempuan berlenggak-lenggok. Mayoritas grup jathilan yang ada saat ini lebih banyak memilih gaya feminin dalam 180 mengungkapkan ekspresi tari berkuda. Hal ini ada dua kemungkinan yang bisa membuat gaya asli hilang. Pertama karena faktor teknis dari pemain yang tidak memiliki basic menari bagus, sehingga dalam proses berlatih tidak maksimal. Kedua karena adanya pengaruh luar yang dapat mempengaruhi spirit jathilan dari gaya yang gagah perkasa menjadi gagah ‘jelita’. Indikasi yang paling nyata dapat diungkapkan di sini adalah masuknya musik campursari yang notabene lebih banyak menghadirkan irama dangdut, sehingga penari-penari seperti kena stroom atau efek dari irama musik yang romantis itu. Akhirnya pola gerak yang muncul tidak jauh beda dengan nuansa erotik yang ada dalam musik campursari. Kejadian tersebut tidak bisa dihindari, karena kenyataan di lapangan memang dimaui oleh masyarakat. Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan gaya penyajian jathilan saat ini lebih banyak ditentukan oleh irama gending yang mengiringi jathilan. Memang tidak semua grup jathilan bergaya feminin, namun jathilan yang benar-benar secara visual menampilkan gerak gagah jumlahnya hanya sedikit yang ada di DIY ini. Salah satu grup jathilan yang tetap berpegang pada patokan baku dengan gaya satriya menunggang kuda adalah grup jathilan dari wilayah Minggir Sleman yang dilatih Widodo Pujo Bintoro. Penari penari jathilan di wilayah ini memang dibentuk agar supaya tidak terbawa pada pola- pola iringan yang mengarah pada gaya gerak feminin seperti grup jathilan lain di wilayah Sleman. Salah satu cara yang ditempuh adalah menghindari lagu campursari. Dengan antisipasi dari sisi lagu pengiring, secara otomatis roh jathilan dan ekspresi penari jathilan akan lebih terlihat gagah sesuai dengan tema keprajuritannya. 181 Lebih lanjut Widodo Pujo Bintoro selaku pelatih jathilan di kecamatan Minggir Sleman, mengemukakan bahwa strategi yang dilakukan agar penari tidak terlihat feminin, adalah dengan memberi pemahaman cerita yang akan dibawakan kepada penari. Sebagai contoh lakon yang diambil adalah Aryo Penangsang, maka tokoh Penangsang dan Sutawijaya yang diberikan gambaran kepada penari agar paham pada karakter tokoh tersebut, sehingga penjiwaan geraknya dapat dilakukan dengan baik. Hasilnya bisa dilihat gerak tari penunggang kuda tidak feminin tetapi tetap gagah tegap sesuai dengan tema yang dibawakannya. 183 Pengembangan gerak yang terjadi dalam kesenian jathilan muncul karena secara geografis wilayah kabupaten Sleman lebih dekat dengan pusat kota Yogyakarta, dibanding Gunung Kidul atau Kulon Progo, sehingga masyarakat pendukungnya sangat terbuka untuk dipengaruhi oleh kesenian di luar wilayahnya. Di satu pihak, masyarakat Sleman masih lekat dengan sikap ungkapan tradisional dengan ciri-ciri masyarakatnya yang masih lugu atau polos, jujur, sederhana; sementara di lain pihak mulai beranjak dengan gejala- gejala yang bersifat individualis, konsumtif, dan menjadi tidak sederhana lagi. Kedua tipe masyarakat itu ternyata sangat mempengaruhi perkembangan ungkapan ekspresi simbolisnya antara lain tercermin dalam wujud pertunjukan jathilan yang saat ini berkembang di wilayah Kabupaten Sleman. 183 Wawancara dengan Widodo Pujo Bintoro usia 52 tahun, tokoh jathilan kecamatan Minggir, Sleman, 9 Desember 2010. 182

4. Pola Iringan Jathilan