Fungsi Pendidikan Fungsi Kesenian Jathilan

67

4. Fungsi Pendidikan

Terlepas dari perkembangan budaya, perlu kiranya dipahami bahwa kesenian jathilan memiliki muatan nilai kependidikan dan kultural yang tidak bisa diabaikan. Walaupun secara substansial berbeda, namun antara nilai kependidikan dan kultural memiliki nilai yang sama pentingnya. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berakar pada budaya yang ada, yang senantiasa mengindahkan kaidah-kaidah budaya yang berlaku. Sementara itu kebudayaan yang merupakan manifestasi dari cipta, rasa, dan karsa manusia, selalu berkembang dalam suatu iklim pendidikan. Dalam kaitan budaya dan pendidikan, Sayuti memberikan arti seluas-luasnya, dan kebudayaan sebagai milik seluruh bangsa, pada hakikatnya merupakan dua hal yang berkaitan erat. Dinyatakan demikian karena pendidikan berlangsung dalam iklim budaya tertentu. Di samping itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari paradigma kebudayaan yang merupakan lahan bagi tumbuhnya identitas dan kepribadian bangsa. Sebaliknya kebudayaan sebagai suatu konsep luas, yang di dalamnya tercakup adanya sistem dan pranata nilai yang berlaku termasuk tradisinya yang mengisyaratkan makna pewarisan norma-norma, kaidah, adat istiadat dan harta karun kultural, memerlukan upaya pelestarian melalui pendidikan, yakni pendidikan yang menyadarkan kepentingan pelestarian nilai budaya yang bersifat regeneratif. Lebih lanjut dikatakan bahwa keduanya baik pendidikan maupun kebudayaan memiliki tugas berat dalam menanggung tugas dalam membangun kepribadian bangsa yang 68 mantap, utuh dan kokoh. 100 Gambar 12 Jathilan anak dalam Pawai HUT Kota Yogyakarta Foto : Kuswarsantyo, 2012 Keterlibatan pelajar sebagai penari jathilan adalah harapan untuk regenerasi seni tradisi pada generasi muda. Itulah salah satu bukti bahwa kesenian jathilan bisa memberi daya tarik bagi kalangan muda. Di samping penerapan fungsi pendidikan yang ada di balik kesenian jathilan, saat ini masih ada beberapa grup yang masih setia dengan model-model tradisi dengan struktur penyajian yang baku pakem. Secara kuantitas memang tidak banyak lagi grup kesenian yang taat pada penyajian konvensional. Menurut Sancoko, salah satu tokoh jathilan Kabupaten Sleman, jathilan mengalami perkembangan pada era 1990-an, ketika mulai marak kegiatan 100 Suminto A. Sayuti, ”Proses Kreatif, Perubahan Sosial, dan Imperatif Pendidikan Kesenian Kita” Yogyakarta : Semnas FBS, 2000, 4-5. 69 pariwisata di Kabupaten Sleman khususnya di kawasan Tlogoputri, Kaliurang. Semenjak itu pola-pola sajian jathilan sudah tidak lagi mengikuti pola tradisi yang ada. Grup-grup jathilan yang kini didukung generasi muda, mulai menyisipkan unsur-unsur kebaruan dalam instrumen atau pun tata gerak tarinya. Dengan kenyataan itu maka jathilan yang dahulu dikenal sebagai bagian dari acara seremonial, kini sudah menjadi sarana hiburan atau tontonan. 101 Pergeseran fungsi kesenian jathilan diikuti pula perkembangan dari pemilihan setting cerita yang digunakan untuk pementasan. Pada awal pementasan jathilan, cerita Roman Panji mendominasi grup-grup kesenian jathilan. Namun kini setting cerita kesenian jathilan berubah makin variatif. Tercatat dalam pengamatan bahwa , jathilan di Kabupaten Sleman paling banyak memunculkan variasi cerita. Dari Roman Panji, legenda rakyat Sleman, cerita Aryo Penangsang, hingga cerita wayang Mahabarata dan Ramayana, yang menjadi idola masyarakat Sleman. Ketertarikan masyarakat di Kabupaten Sleman dengan cerita sejarah itu memberikan peluang jathilan untuk makin berkembang dan disukai masyarakatnya. Pengambilan cerita Aryo Penangsang ini seiring dengan spirit perjuangan pada masa sejarah yang sering juga ditampilkan dalam kesenian kethoprak. Tokoh Aryo Penangsang yang berperang melawan Danang Sutowijaya yang akhirnya bergelar Panembahan Senopati, memberikan kebanggaan masyarakat di wilayah Sleman khususnya dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakata secara umum. 102 101 Wawancara dengan Sancoko usia 54 tahun, tokoh kesenian rakyat Sleman, 12 April 2010 102 Wawancara dengan Sancoko usia 54 tahun, tokoh kesenian rakyat kabu-paten Sleman, 12 April 2010 70 Dari berkembangnya cerita yang diambil dalam setiap penampilan jathilan memberikan banyak variasi dari sisi penyajiannya. Jathilan dengan cerita Aryo Penangsang memberikan peluang kreativitas dengan menampilkan model kuda képang rasaksa yang dipanggul oleh empat orang penari. Kelompok jathilan Réwé-réwé, dari Nitiprayan, Tamantirto, Kasihan Bantul melakukan eksperimentasi dengan kuda raksasa. Kuda képang rasaksa tersebut digunakan untuk tokoh Aryo Penangsang dan Sutawijaya saat berperang seperti terlihat pada gambar berikut ini. Gambar 13 Pertunjukan jathilan dengan kuda képang rasaksa mengambil lakon Aryo Penangsang, pada festival Jathilan se DIY di Kaliurang Foto : Kuswarsantyo, 2011 71

D. Persebaran Kesenian Jathilan di DIY