Tinjauan Kinerja Angkutan Pedesaan Dari Dan Ke Kabanjahe

(1)

TINJAUAN KINERJA ANGKUTAN PEDESAAN

DARI DAN KE KABANJAHE

TUGAS AKHIR

06 0404 004

RAYMOND . SEMBIRING

DisetujuiOleh : DosenPembimbing

NIP. 19511103198003 1 002 Ir. Jeluddin Daud, M.Eng

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK


(2)

ABSTRAK

Angkutan umum pedesaan adalah pelayanan angkutan penumpang yang melayani trayek dari dan ke terminal tipe C dengan pelayanan lambat, tetapi jarak pelayanan tidak ditentukan. Angkutan pedesaan sebagai bagian dari sistem transportasi pedesaan merupakan salah satu kebutuhan masyarakat desa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan desa pada umumnya. Angkutan pedesaan harus dapat mewujudkan tingkat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan penumpang dan dapat menjamin keselamatan yang teratur, aman dan nyaman.

Dari hasil analisa akan didapatkan jumlah armada optimum yang beroperasi setiap hari, sehingga bila diketahui jumlah armada yang ada dapat diketahui apakah perlu pengurangan atau penambahan jumlah armada yang beroperasi setiap hari. Metode pengambilan data dilakukan dengan survey langsung di lapangan dengan mengikuti kendaraan dan melakukan pengamatan di tempat pemberangkatan maupun di tempat tujuan yang diteliti. Metode yang digunakan untuk mengavaluasi kinerja angkutan pedesaan ini adalah berdasarkan standard World Bank studi dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Untuk menghitung jumlah armada optimum dilakukan berdasarkan metode Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

Dari hasil tinjauan kinerja angkutan pedesaan diketahui nilai headway rata – rata trayek Kabanjahe – Berastagi 9,07 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 13,78 menit, Kabanjahe – Munte 22,87 menit dan Kabanjahe – Merek 25,82 menit. Kecepatan perjalanan rata – rata trayek Kabanjahe – Berastagi 26,86 km/jam, Kabanjahe – Tigabinanga 28,35 km/jam, Kabanjahe – Munte 23,31 km/jam dan Kabanjahe – Merek 26,01 km/jam. Waktu perjalanan rata – rata Kabanjahe – Berastagi 45,12 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 74,22 menit, Kabanjahe – Munte 61,54 menit dan Kabanjahe – Merek 60,02 menit. Waktu sirkulasi pengamatan rata – rata hasil pengamatan Kabanjahe – Berastagi 142,56 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 213,95 menit, Kabanjahe – Munte 231,01 menit dan Kabanjahe – Merek 184,86 menit. Waktu sirkulasi pengamatan rata – rata masih jauh diatas waktu sirkulasi optimum, sehingga kinerjanya kurang baik. Nilai load factor Kabanjahe – Berastagi 61,19 %, Kabanjahe – Merek 67,53, Kabanjahe – Munte 80,22 % masih mendekati standard sehingga dianggap cukup baik sementara untuk trayek Kabanjahe – Tigabinanga 111,29 % menit jauh diatas standard. Jumlah armada optimum yang dibutuhkan dengan metode Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (berdasarkan waktu perjalanan) untuk trayek Kabanjahe – Berastagi masing – masing 17 kendaraan untuk periode pagi dan 18 kendaraan siang sementara untuk periode sore 15 kendaraan.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukurkepada Tuhan Yang Maha Esa yang masihmemberikan kehidupan

danmenyertaikitasampaipadasaatini.PenulisjugabersyukurataskasihdanrahmatNya sehinggapenulisdapatmenyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

Adapun tugas akhir yang saya susun ini berjudul “Tinjauan Kinerja Pelayanan Angkutan Pedesaan Dari Dan Ke Kabanjahe”. Tugas akhir inidisusunsebagaisalahsatusyaratuntukmenyelesaikanpendidikan Strata I (S1) di DepartemenTeknikSipilFakultasTeknikUniversitas Sumatera Utara.

Penulismenyadari bahwa penyelesaian tugas akhir

initidakterlepasdaribimbingan, dukungan, bantuandandoadarisemua pihak. Penulismengucapkanterimakasihatassetiap bantuan, motivasisertadoa yang

diberikansehinggapenulisdapatmenyelesaikanstudi di DepartemenTeknikSipilFakultasTeknikUniversitas Sumatera Utara,

terutamakepada :

• Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan,

selakuKepalaDepartemenTeknikSipilFakultasTeknikUniversitas Sumatera Utara.

• Bapak Ir. Syahrizal, MT,

selakuSekretarisDepartemenTeknikSipilFakultasTeknikUniversitas Sumatera Utara.


(4)

• BapakIr. Jeluddin Daud, M.Eng, selakuDosenPembimbing yang telahberkenanmeluangkanwaktu, tenagadanpemikiranuntukmembantu, membimbing, memotivasi danmengarahkanpenulissehingga tugas akhir inidapat diselesaikan.

• Bapak Ir. Joni Harianto dan Ir. Yusandi Aswad, ST,MT

selakuDosenPembanding/Penguji yang telahmemberikanmasukandankritikan yang membangundalam

memperbaiki tugas akhir ini.

• Bapak/IbuStafPengajar beserta pegawai administrasi DepartemenTeknikSipilUniversitas Sumatera Utara.

• Kepada Ibu saya yang tercinta (E.Ginting), adek tersayang Donna Sembiring dan teman dekat saya Artha Ginting, ST yang selalu berdoa, mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

• Teman-teman seperjuangan : Lamson, Gomgom, Erik, Guntur, Paul, Dionisius, Hendra, Rico, Ajo dan yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, kiranya kita semua tetap semangat sampai pada akhirnya.

• Buat adik-adik mahasiswa Departemen Teknik Sipil USU; stambuk 2009 dan stambuk 2012 yang telah membantu dan memotivasi.

Menyadari akan keterbatasan penulis, maka masukan berupa kritik dab saran yang konstruktif dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan kedepannya.

Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Semoga TUHAN Yang Maha Esa senantiasa menyertai dan memberikan berkatNya bagi kita semua. Amin.


(5)

Medan, Agustus 2013 Penulis,

06 0404 004 Raymond Sembiring

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTARTABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Umum ... 1

1.2 Latar Belakang ... 2

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 6


(6)

1.7 SistematikaPenulisan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Umum ... 9

2.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ... 10

2.3 Faktor yang Mempengaruhi ... 11

2.3.1 Bangkitan Pergerakan untuk Manusia ... 11

2.3.2 Tarikan Pergerakan untuk Manusia ... 12

2.3.3 Bangkitan dan Tarikan untuk Barang ... 12

2.4 Pengertian Transportasi ... 12

2.5 Sistem Transportasi ... 12

2.6 Campur Tangan Manusia pada Sistem Transportasi ... 13

2.7 Angkutan Umum ... 15

2.8 Permasalahan Angkutan Umum ... 17

2.9 Jenis Pelayanan Angkutan Umum ... 18

2.9.1 Angkutan Orang dalam Trayek Tetap dan Teratur ... 19

2.9.2 Angkutan Orang Tidak dalam Trayek ... 22

2.10 Angkutan Pedesaan ... 23


(7)

2.12 Pengertian Kinerja dan Pelayanan Angkutan Umum ... 26

2.13 Indikator Kualitas Kinerja Pelayanan Angkutan ... 26

2.13.1 Waktu Antara (headway) ... 26

2.13.2 Frekuensi ... 28

2.13.3 Waktu Perjalanan ... 29

2.13.4 Waktu Henti (layover time) ... 29

2.13.5 Kecepatan ... 30

2.13.6 Faktor Muatan (Load factor) ... 31

2.13.7 Kapasitas Operasi (Availiability) ... 32

2.13.8 Waktu Sirkulasi ... 32

2.13.9 Penentuan Jumlah Armada Angkutan Umum ... 33

2.14 Standard Pelayanan Angkutan Umum ... 36

2.15 Penelitian Terdahulu Tentang Kinerja Angkutan Umum ... 37

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH DAN METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Deskripsi Umum Wilayah Studi ... 40


(8)

3.1.3 Demografi ... 40

3.1.4 Kondisi Infrastruktur ... 42

3.2 Metodologi Penelitian ... 43

3.3 Obyek Penelitian ... 44

3.4 Penentuan Segmen (Zona) dalam Trayek ... 46

3.5 Metodologi Pengambilan Data ... 47

3.5.1 Survey Pendahuluan ... 47

3.5.2 Pengambilan Data Sekunder ... 47

3.5.3 Pengambilan Data Primer ... 48

3.6 Peralatan Survey ... 48

3.7 Periode Pengamatan ... 49

3.8 Pengambilan Data Jumlah Penumpang ... 49

3.9 Pengambilan Data Waktu ... 50

3.10 Rekapitulasi Data ... 50

3.11 Analisa Data ... 50

BAB IV. PENGOLAHAN DANANALISA DATA ... 52

4.1 Penyajian Data ... 52

4.1.1 Jumlah Penumpang Naik dan Turun Per Segmen ... 52


(9)

4.1.3 Waktu Tempuh Per Segmen ... 52

4.1.4 Waktu Henti Kendaraan ... 53

4.1.5 Waktu Sirkulasi ... 53

4.1.6 Waktu Antara (Headway) ... 53

4.2 Kinerja Pelayanan Angkutan Umum Pedesaan ... 53

4.2.1 Waktu Antara (Headway) ... 54

4.2.2 Kecepatan Perjalanan ... 55

4.2.3 Waktu Perjalanan ... 56

4.2.4 Waktu Sirkulasi ... 57

4.2.5 Faktor Muatan (Load factor) ... 58

4.2.6 Optimasi Jumlah Armada ... 59

4.2.6.1 Berdasarkan Waktu Perjalanan ... 59

4.2.6.2 Berdasarkan Waktu Perjalanan ... 71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 78


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Headway mobil, bus, kereta api cepat dan kereta api

komuter ... 27

Tabel 2.2 Standard Pelayanan Angkutan Umum ... 37

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk di Kab.Karo ... 41

Tabel 3.2 Panjang dan Kondisi Jalan Kabupaten menurut Kecamatan ... 42

Tabel 3.3 Trayek dan Rute Angkutan Pedesaan yang Dievaluasi ... 44

Tabel 3.4 Pembagian Segmen (Zona) ... 46

Tabel 4.1 Headway Rata-rata per Trayek ... 54

Tabel 4.2 Kecepatan Perjalanan Rata-rata per Trayek ... 55

Tabel 4.3 Waktu Perjalanan Rata-rata per Trayek... 56

Tabel 4.4 Waktu Sirkulasi Rata-rata (Hasil Pengamatan) per Trayek ... 57


(11)

Tabel 4.6 Load factor Rata-rata per Trayek ... 58

Tabel 4.7 Perhitungan Jumlah Penumpang per Jam Pada

Seksi Terpadat ... 62

Tabel 4.8 Perhitungan Optimasi Faktor Pembebanan dan

Headway Trayek Kabanjahe – Berastagi ... 63

Tabel 4.9 Perhitungan Optimasi Faktor Pembebanan dan

Headway Trayek Kabanjahe – Tigabinanga ... 64

Tabel 4.10 Perhitungan Optimasi Faktor Pembebanan dan

Headway Trayek Kabanjahe – Munte ... 65

Tabel 4.11 Perhitungan Optimasi Faktor Pembebanan dan

Headway Trayek Kabanjahe – Merek ... 66

Tabel 4.12 Perhitungan Jumlah Armada per Waktu Sirkulasi (K)

dan per Periode Trayek Kabanjahe – Berastagi... 72

Tabel 4.13 Perhitungan Jumlah Armada per Waktu Sirkulasi (K)

dan per Periode Trayek Kabanjahe – Tigabinanga ... 72

Tabel 4.14 Perhitungan Jumlah Armada per Waktu Sirkulasi (K)

dan per Periode Trayek Kabanjahe – Munte ... 73


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Pergerakan... 10

Gambar 2.2 Hubungan Kecepatan terhadap Volume... 35

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian ... 43


(13)

ABSTRAK

Angkutan umum pedesaan adalah pelayanan angkutan penumpang yang melayani trayek dari dan ke terminal tipe C dengan pelayanan lambat, tetapi jarak pelayanan tidak ditentukan. Angkutan pedesaan sebagai bagian dari sistem transportasi pedesaan merupakan salah satu kebutuhan masyarakat desa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan desa pada umumnya. Angkutan pedesaan harus dapat mewujudkan tingkat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan penumpang dan dapat menjamin keselamatan yang teratur, aman dan nyaman.

Dari hasil analisa akan didapatkan jumlah armada optimum yang beroperasi setiap hari, sehingga bila diketahui jumlah armada yang ada dapat diketahui apakah perlu pengurangan atau penambahan jumlah armada yang beroperasi setiap hari. Metode pengambilan data dilakukan dengan survey langsung di lapangan dengan mengikuti kendaraan dan melakukan pengamatan di tempat pemberangkatan maupun di tempat tujuan yang diteliti. Metode yang digunakan untuk mengavaluasi kinerja angkutan pedesaan ini adalah berdasarkan standard World Bank studi dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Untuk menghitung jumlah armada optimum dilakukan berdasarkan metode Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

Dari hasil tinjauan kinerja angkutan pedesaan diketahui nilai headway rata – rata trayek Kabanjahe – Berastagi 9,07 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 13,78 menit, Kabanjahe – Munte 22,87 menit dan Kabanjahe – Merek 25,82 menit. Kecepatan perjalanan rata – rata trayek Kabanjahe – Berastagi 26,86 km/jam, Kabanjahe – Tigabinanga 28,35 km/jam, Kabanjahe – Munte 23,31 km/jam dan Kabanjahe – Merek 26,01 km/jam. Waktu perjalanan rata – rata Kabanjahe – Berastagi 45,12 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 74,22 menit, Kabanjahe – Munte 61,54 menit dan Kabanjahe – Merek 60,02 menit. Waktu sirkulasi pengamatan rata – rata hasil pengamatan Kabanjahe – Berastagi 142,56 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 213,95 menit, Kabanjahe – Munte 231,01 menit dan Kabanjahe – Merek 184,86 menit. Waktu sirkulasi pengamatan rata – rata masih jauh diatas waktu sirkulasi optimum, sehingga kinerjanya kurang baik. Nilai load factor Kabanjahe – Berastagi 61,19 %, Kabanjahe – Merek 67,53, Kabanjahe – Munte 80,22 % masih mendekati standard sehingga dianggap cukup baik sementara untuk trayek Kabanjahe – Tigabinanga 111,29 % menit jauh diatas standard. Jumlah armada optimum yang dibutuhkan dengan metode Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (berdasarkan waktu perjalanan) untuk trayek Kabanjahe – Berastagi masing – masing 17 kendaraan untuk periode pagi dan 18 kendaraan siang sementara untuk periode sore 15 kendaraan.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Transportasi merupakan salah satu aspek penunjang kemajuan bangsa terutama dalam kegiatan perekonomian negara yang tidak lepas dari pengaruh pertambahan jumlah penduduk. Perkembangan transportasi pada saat ini sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan taraf hidup masyarakat yang semakin meningkat. Salah satu sarana transportasi pada saat ini yang paling mudah didapatkan dan sering digunakan adalah angkutan umum.

Transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi di dalam masyarakat baik sosial, politik, maupun peningkatan pembangunan suatu daerah. Peranan transportasi/pengangkutan dapat dilihat dari berbagai segi kehidupan masyarakat yang dapat dikelompokkan dalam segi ekonomi, sosial, dan politik.

Manusia menggunakan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya akan pangan, papan dan sandang. Lebih dari itu manusia dapat menggunakannya untuk kenikmatan dan kenyamanan. Karena itu manusia tidak berhenti meyerbu sumber alam dimana saja untuk membuat berbagai jenis barang yang diperlukan disemua


(15)

tempat. Selanjutnya barang tersebut diangkut ke tempat yang diinginkan untuk dapatdipergunakan. Pengangkutan/transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai kebutuhan antara lain :

1. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok 2. Pertukaran atau penyampaian informasi

3. Perjalanan untuk bersantai 4. Perluasan jangkauan sosial

5. Mempersingkat jarak antara rumah dan tempat kerja

6. Bantuan dalam memperluas kota atau memencarkan penduduk menjadi kelompok yang lebih kecil (urbanisasi)

Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 menyatakan; “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Sarana dan prasarana transportasi akan sangat dibutuhkan untuk mengimbangi aktifitas penduduk. Angkutan umun dan jalan raya merupakan salah satu sarana dan prasarana transportasi darat yang dimaksudkan untuk menunjang pertumbuhan dan hubungan ekonomi, pendidikan sosial budaya antar daerah.

Departemen Perhubungan (2002) menyatakan, kebutuhan transportasi di daerah pedesaan baik dari jumlah sarana dan prasarananya maupun tingkat pelayanannya sangat berbeda dengan daerah perkotaan yang didasari oleh perbedaan jumlah pendapatan penduduk baik jumlah pendapatan rata-rata maupun spektrum pendapatannya, selain itu juga karakteristik wilayah pedesaan yang lebih didominasi oleh sektor pertanian.


(16)

1.2. Latar Belakang

Angkutan umum pedesaan adalah pelayanan angkutan penumpang yang melayani trayek dari dan ke terminal tipe C dengan pelayanan lambat, tetapi jarak pelayanan tidak ditentukan. Selain itu trayeknya dilayani oleh mobil/bus umum serta prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan(Warpani, 2002)..

Angkutan pedesaan sebagai bagian dari sistem transportasi pedesaan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat desa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan desa pada umumnya. Angkutan pedesaan harus dapat mewujudkan tingkat pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan penumpang dan dapat menjamin keselamatan,teratur, aman,nyaman, cepat, tepat dan dengan biaya yang data terjangkau oleh daya beli masyarakat desa.

Untuk mewujudkan hal tersebut, kinerja pelayanan angkutan umum pedesaan harus terus ditingkatkan dan ditangani dengan baik dan benar agar tidak menjadi masalah bagi kehidupan desa serta dapat meningkatkan tatanan perekonomian masyarakat desa.

Upaya peningkatan pelayanan angkutan pedesaan selalu dihadapkan masalah yang cukup banyak dan rumit, seperti jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan kapasitas muatan kendaraan, jadwal keberangkatan yang tidak tepat waktu,waktu menunggu yang lama, waktu perjalanan yang cukup lama, frekwensi operasi armada yang tidak sesuai dengan tingkat permintaan masyarakat, maupun kondisi geometrik jalan yang rusak.


(17)

Priyanto(2006) dalam hasil penelitiannya “Evaluasi Kinerja Operasi Angkutan Pedesaan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta” mendapatkan bahwa sebagian besar kecepatan jalur angkutan desa di Kabupaten Bantul masih dibawah standard. Dian Krisna Aditya (2006) dalam penelitiannya “Evaluasi Rute Angkutan Perdesaan di Kabupaten Sleman” mendapatkan bahwa tingkat pelayanan angkutan masih rendah khususnya dalam hal menunggu kedatangan angkutan, rute perjalanan yang panjang dan jam operasi yang sangat terbatas.

Permasalahan inipun terjadi dengan angkutan pedesaan di Kabanjahe. Banyaknya jalan pedesaan yang rusak yang menyebabkan waktu tempuh yang lama,berakibat pada lamanya tiba angkutan ditempat tujuan sehingga jadwal keberangkatan tidak tepat waktu.Demikian juga banyaknya jumlah armada kendaraan yang beroperasi pada satu trayek sementara trayek lain kekurangan jumlah armada menyebabkan terjadinya trayek yang tumpang tindih(jalur yang dilewati angkutan tidak sesuai dengan jalur yang semestinya).

Sebagai ibukota dari Kabupaten Karo yang dikelilingi oleh banyak desa dari beberapa kecamatan yang ada pada Kabupaten Karo, maka angkutan pedesaan yang melayaniwilayah pedesaan dengan trayek yang menghubungkan antar pusat kecamatan atau antar pusat kecamatan dengan ibukota kabupaten sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota Kabanjahe. Selain itu desa-desa yang berada di kecamatan lain di Tanah Karo merupakan daerah penghasil sayur-sayuran dan buah-buahan terbesar di Sumatera Utara. Pengiriman hasil tersebut ke kota Kabanjahe membutuhkan sarana transportasi yang mampu mendukung mobilitas masyarakat desa. Hal tersebut mendasari keinginan penulis untuk mengevaluasi transportasi angkutan umum pedesaan di Kabanjahe.


(18)

1.3. Perumusan Masalah

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan angkutan umum (dalam hal ini adalah angkutan perdesaan atau angkudes) adalah rute pelayanan, dan tingkat pelayanannya.Rute angkutan pedesaan harus memberikan pelayanan yang baik, sehingga tempat-tempat yang potensial untuk dikunjungi masyarakat, seperti: pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pendidikan, pemukiman dan tempat pelayanan masyarakat lainnya mudah dicapai. Selain itu jaringan dan rute angkutan tersebut diharapkan mampu memacu perkembangan dan pemerataan pertumbuhan perekonomian daerah dengan memperlancar pergerakan orang, barang, jasa dan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain.

Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah tingkat pelayanan yang masih minim, jadwal kegiatan kendaraan yang tidak pasti yang diakibatkan kondisi jalan,maupun faktor muatan yang tidak semestinya akibat keterbatasan armada pada satu jalur dan kelebihanarmada pada jalur yang lain. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya keluhan-keluhan dari pengguna jasa angkutan umum pedesaan.

1.4. Batasan Masalah

Masalah yang akan dievaluasi pada tugas akhir ini dibatasi pada studi pelayanan angkutan pedesaan untuk penumpang angkutan umum pedesaan di Kabanjahe. Adapun batasan masalah dari penelitian adalah:

1.Angkutan pedesaan yang disurvey adalah angkutan yang mempunyaitrayek yang tetap dan teratur


(19)

2. Angkutan pedesaan yang dianalisa adalah salah satu angkutan trayek yang mempunyai trayek:

a. Kabanjahe – MuntePP

b. Kabanjahe – Tiga Binanga PP c. Kabanjahe – Merek PP

d. Kabanjahe – Berastagi PP

3. Pengambilan data dilakukan pada hari Senin yang mewakili hari kerja dan hari Sabtu yang mewakili hari libur

4. Indikator kinerja angkutan yang dievaluasi adalah kerapatan, kecepatan perjalanan, waktu perjalanan, faktor muatan, headway dan jumlah armada.

5. Penelitian ini tidak membahas mengenai tarif.

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mengevaluasikinerja operasi angkutan pedesaan di Kabanjahe yaitu: 1. Kecepatanperjalanan

2. Waktu perjalanan 3. Jumlah armada

4. Faktor muatan(Load Faktor)

5. Headway

6. Waktu sirkulasi

1.6. Metodologi Penelitian


(20)

1. Studi Pustaka

Studi ini meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari beberapa sumber bacaan seperti jurnal ilmiah, buku, makalah seminar, dan sumber-sumber internet yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini.

2. Pengumpulan Data a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh dengan melakukan survey langsung ke lapangan atau ke lokasi penelitian serta mengajukan pertanyaan. Adapun data yang akan diambil meliputi data:

1. Waktu tempuh kendaraan umum, waktu henti di terminal, waktu antara (headway)

2. Jarak perjalanan, jumlah penumpang naik, jumlah penumpang turun, dan jumlah penumpangyang diangkut pada waktu pengamatan.

3. Faktor muatan penumpang (load faktor) b. Data Sekunder

Yaitu data lapangan yang bersumber dari instansi yang terkait, antara lain:

1. Kantor Biro Pusat Statistik 2. Kantor BAPPEDA

3. Departemen Pekerjaan Umum 4. Dinas Perhubungan Kabupaten Karo


(21)

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan tugas akhir ini terdiri atas 5(lima) bab dengan rincian sebagai berikut. Sistematika penulisan sudi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian dan kajian literatur serta hasil studi yang relevan dengan penelitian ini.

BAB IIIDESKRIPSI WILAYAH DAN METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan deskripsi wilayah studi, membahas langkah-langkah kerja yang akan dilakukan mulai dari pengambilan data, penyajian data, dan pelaksanaan wawancara (kuisioner).

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini menyajikan pengolahan data, analisa data sampai pada penarikan kesimpulan dan saran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan masukan


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi di dalam masyarakat baik sosial, politik, maupun peningkatan pembangunan suatu daerah. Peranan transportasi/pengangkutan dapat dilihat dari berbagai segi kehidupan masyarakat yang dapat dikelompokkan dalam segi ekonomi, sosial, dan politik.

Manusia menggunakan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya akan pangan, papan dan sandang. Lebih dari itu manusia dapat menggunakannya untuk kenikmatan dan kenyamanan. Karena itu manusia tidak berhenti menyerbu sumber alam dimana saja untuk membuat berbagai jenis barang yang diperlukan disemua tempat. Selanjutnya barang tersebut diangkut ke tempat yang diinginkan untuk dapat dipergunakan. Pengangkutan/transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai kebutuhan antara lain :

1. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok 2. Pertukaran atau penyampaian informasi

3. Perjalanan untuk bersantai 4. Perluasan jangkauan sosial


(23)

5. Mempersingkat jarak antara rumah dan tempat kerja

6. Bantuan dalam memperluas kota atau memencarkan penduduk menjadi kelompok yang lebih kecil (urbanisasi)

Tujuan angkutan umum adalah membantu orang menjangkau beberapa tempat yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Kendaraan bermotor (bus) dapat didefinisikan dalam beberapa pengertian yakni sebagai sarana angkutan kota dimana setiap kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan 8(delapan) tempat duduk tidak termasuk pengemudi, baik dengan barang atau tanpa perlengkapan bagasi. Secara operasional bus digunakan untuk kepentingan umum, harus mempunyai tarif dan izin trayek, serta jadwal perjalanan. Berdasarkan jangkauan pelayanan, waktu operasional bus antar kota dapat dibagi menjadi bus lambat, dan bus cepat.

2.2. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu tempat (zona asal) dan jumlah pergerakan yang tertarik menuju ke tempat lain (zona tujuan). Bagan pergerakan dapat dilihat pada Gambar 2.1


(24)

Sumber:www.google.com

Gambar.2.1 Bagan pergerakan

Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas mencakup :

1. Bangkitan pergerakan (trip production) adalah lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi.

2. Tarikan pergerakan (trip attraction) adalah lalu - lintas yang menuju/tiba ke suatu lokasi

2.3. Faktor yang Mempengaruhi

Dalam pemodelan bangkitan pergerakan, hal yang perlu diperhatikan bukan saja pergerakan manusia, tetapi juga pergerakan barang yaitu :

2.3.1. Bangkitan Pergerakan untuk Manusia.

Faktor berikut dipertimbangkan padabeberapa kajian yang telah dilakukan: 1. Pendapatan

2. Pemilikan Kendaraan 3. Struktur kendaraan 4. Struktur rumah tangga 5. Ukuran rumah tangga 6. Nilai tahan


(25)

8. Aksesibilitas

2.3.2. Tarikan Pergerakan untuk Manusia

Faktor yang paling sering digunakan adalah luas lantai untuk kegiatan industri, komersial, perkantoran, dan pelayanan lainnya. Faktor lain yang dapat digunakan adalah lapangan kerja.

2.3.3. Bangkitan dan Tarikan untuk Barang

Pergerakan ini hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan pergerakan (20%) yang biasanya terjadi di negara industri.Variabel penting yang mempengaruhi adalah jumlah lapangan kerja, jumlah tempat pemasaran, luas atap industri tersebut dan total seluruh daerah yang ada.

Dalam penelitian ini, perjalanan yang ditinjau adalah pergerakan orang yang dilakukan dari suatu daerah ke kawasan penelitian (tujuan) dan sebaliknya. KecamatanKabanjahe merupakan daerah tarikan bagi daerah-daerah tetangganya.

2.4. Pengertian Transportasi

Transportasi dapat diartikan sebagai usaha atau kegiatanmengangkut atau membawa barang dan atau penumpang dari suatu tempat ketempat lainnya.

2.5. Sistem Transportasi

Sistem transportasi terdiri atas dua komponen(Tamin.O.Z), yaitu : a. Angkutan Muatan


(26)

Sistem yang digunakan untuk mengangkut barang – barang dengan menggunakan alat angkut tertentu dinamakan moda transportasi (mode of transportasion). Dalam pemanfaatan transportasi ada tiga moda yang dapat digunakan, yaitu :

1. Transportasi Darat : kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik hewan atau manusia.

Moda transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor : a. Jenis dan spesifikasi kendaraan

b. Jarak perjalanan c. Tujuan perjalanan d. Ketersediaan moda

e. Ukuran dan kerapatan pemukiman

2. Transportasi Air (sungai, danau, laut) : kapal, perahu, rakit 3. Transportasi Udara : pesawat terbang

b. Manajemen

Manajemen sistem transportasi terdiri dari dua kategori : 1. Manajemen pemasaran & penjualan jasa angkutan

Manajemen pemasaran bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan pengusahaan di bidang pengangkutan. Selain itu bagian penjualan berusaha mencari langganan sebanyak mungkin bagi kepentingan perusahaan.

2. Manajemen lalu lintas angkutan

Manajemen lalu lintas bertanggung jawab untuk mengatur penyediaan jasa yang mengangkut dengan muatan, alat angkut dan biaya-biaya untuk operasi kendaraan


(27)

2.6. Campur Tangan Manusia pada Sistem Transportasi

Secara ekonomi, ketidak efisienan sistem transportasi atau permasalahan transportasi merupakan pemborosan besar. Amat banyaknya bahan bakar terbuang percuma akibat kendaraan terpaksa berjalan dibawah kecepatan optimum atau sering berhenti.

Selain itu ban dapat lebih cepat aus karena kendaraan terlalu sering di rem, dan masih banyak persoalan lain yang dapat diungkapkan untuk membuktikan akibat negatif yang timbul oleh transportasi yang tidak direncanakan dengan baik.Kegiatan manusia yang beraneka ragam menyebabkan mereka perlu saling berhubungan. Untuk itu diperlukan alat perhubungan, salah satu diantaranya dan yang paling tua umurnya adalah transportasi.

Jadi transportasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sekadar alat untuk melawan jarak. Dengan kemajuan teknologi, muncul berbagai macam bentuk atau alat transportasi untuk memenuhi berbagai keperluan.

Sarana transportasi (alat angkut) terus berkembang mengikuti fenomena baru yang timbul akibat penggalian sumber daya, seperti penemuan teknologi baru, perkembangan struktur masyarakat, dan peningkatan produksi.Keterlambatan perkembangan alat angkut akan menyebabkan tidak tercapainya maksud utama pembangunan nasional, yaitu menyejahterakan masyarakat.

Contohnya, untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di pulau Sumatera harus dapat dibuat hubungan antara berbagai sumber alam tersebut dengan tempat pengolahan, dan kemudian dengan pasar, untuk itu diperlukan transportasi.


(28)

Oleh karena itulah pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat hanyalah angan-angan belaka selama transportasi penunjangnya belum tersedia. Disinilah diperlukan campur tangan manusia atau pemerintah pada sistem transportasi.

2.7. Angkutan Umum

Menurut Undang – undang Republik Indonesia No.14 thn 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan“Angkutan (transport) adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan kendaraan”. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak dijalan, terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor. Kendaraan motor merupakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan tersebut.

Kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk digunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Kendaraan umum dapat berupa mobil penumpang bus kecil, bus sedang dan bus besar.

Tujuan utama dari keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah, dan nyaman.

Keberadaan angkutan umum mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan angkutan umum bersifat angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Semakin banyak jumlah penumpang menyebabkan biaya per penumpang dapat ditekan serendah mungkin.


(29)

Karena merupakan angkutan massal, perlu ada beberapa kesamaan diantara para penumpang, antara lain kesamaan asal dan tujuan. Kesamaan ini dicapai dengan cara pengumpulan di terminal dan atau tempat pemberhentian. Kesamaan tujuan tidak selalu berarti kesamaan maksud.

Tujuan utama dari keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan angkutan umum yang baik dan layak bagi masyarakat. Pelayanan angkutan umum penumpang akan berjalan dengan baik apabila tercipta keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan. Dalam hal ini pemerintah perlu campur tangan dengan tujuan antara lain:

1. Menjamin sistem operasi yang aman bagi kepentingan masyarakat pengguna jasa angkutan.

2. Menjamin sistem operasi yang aman bagi kepentingan masyarakat pengguna jasa angkutan, petugas pengelola angkutan dan pengusaha jasa angkutan

3. Mengarahkan agar kegiatan angkutan tidak terlalu mengganggu lingkungan

4. Menciptakan persaingan yang sehat

5. Membantu perkembangan dan pembangunan nasional maupun daerah dengan meningkatkan pelayanan jasa angkutan

6. Mengendalikan operasi pelayanan jasa angkutan.

Tarif angkutan umum adalah biaya yang dibayarkan oleh pengguna jasa angkutan umum persatuan berat atau penumpang per km. Penetapan tarif dimaksudkan untuk mendorong terciptanya pengguna prasarana dan sarana pengangkutan secara optimum dengan mempertimbangkan lintas yang bersangkutan. Guna melindungi konsumen, pemerintah menetapkan tarif


(30)

maksimum, dan bila dianggap perlu untuk menjaga persaingan sehat, pemerintah juga menerapkan tarif minimum. Sementara itu tarif harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih memberikan keuntungan wajar kepada pengusaha angkutan umum penumpang. (Warpani)

2.8. Permasalahan Angkutan Umum

Permasalahan yang dihadapi di bidang angkutan umum sebagai bagian dari sistem transportasi sangat beragam sifatnya dan terdapat pada setiap aspeknya, mulai dari tahapan kebijaksanaan sampai dengan tahapan operasionalnya.

Beberapa contoh permasalahan yang dihadapi adalah antara lain berhubungan dengan :

a. Stabilitas dan daya dukung jalur gerak yang berkaitan dengan kondisi geologi dan geografis setempat.

b. Dampak yang timbul seperti polusi udara dan kebisingan.

c. Kapasitas daya angkut sarana dan prasarana dalam kaitannya dengan makin besarnya kebutuhan yang ada berikut makin tingginya kecepatan yang diminta.

d. Upaya perbaikan sistem metode pengendalian untuk meningkatkan faktor keamanan dan keselamatan.

e. Pendanaan yang terbatas dan harus bersaing dengan kepentingan yang lain f. Jumlah armada angkutan umum yang tidak sebanding dengan permintaan


(31)

Selain masalah yang telah disebutkan diatas, ditambah lagi masalah-masalah disebabkan oleh:

a. Pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat dan akibat terjadinya urbanisasiterutama di kota-kota besar;

b. Penggunaan kendaraan pribadi yang kurang efisien;

c. Kualitas dan jumlah kendaraan angkutan umum yang belum memadai, seperti jaringan jalan yang belum tertata dengan baik dan sistem pengendalian pelayan yang belum berhasil ditata secara konsepsional pelayanan (lebih dari 50% perjalanan masyarakat berpindah moda lebih dari satu kali).

Melihat alasan penyebab timbulnya masalah lalu lintas dan angkutan umum, hal-hal penting yang harus dipecahkan antara lain adalah:

a. Bagaimana membuat angkutan umum semakin menarik, agar dapat mengurangi minat masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.

b. Keterpaduan antara pengembangan suatu daerah dengan sistem transportasi yang ada pada daerah tersebut.

c. Seberapa banyak subsidi pemerintah dalam mengembangkan sistem angkutan yang ada pada daerah tersebut.

d. Bagaimana mengembangkan peran serta swasta dalam penyajian jasa angkutan.

Selain hal-hal diatas, perlu pula ditingkatkan koordinasi dan keterpaduan antar lembaga sehingga penyediaan jasa angkutan pada suatu daerah menjadi efektif dan efisien. Peranan dari masing-masing lembaga perlu juga diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lalu lintas dan angkutan umum.


(32)

2.9. Jenis Pelayanan Angkutan Umum

Pengangkutan orang dengan kendaran umum dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, mobil bus atau mobil penumpang. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang.

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM.35 tahun 2003, pengangkutan orang dengan menggunakan kendaraan umum dilayani dengan:

a. Trayek tetap dan teratur; adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam jaringan trayek secara teratur dengan jadwal tetap atau tidak terjadwal untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan tertentu, dilakukan dalam jaringan trayek.

b. Tidak dalam trayek; pengangkutan orang dengan angkutan umum tidak dalam trayek terdiri dari:

1. Pengangkutan dengan menggunakan taksi. 2. Pengangkutan dengan cara sewa.

3. Pengangkutan untuk keperluan wisata.

2.9.1. Angkutan Orang dalam Trayek Tetap dan Teratur

Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur, diatur dalam jaringan trayek. Jaringan trayek tersebut antara lain:

1. Trayek Lintas Batas Negara

Trayek lintas batas Negara adalah trayek dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.


(33)

2. Trayek Antar Kota Antar Propinsi.

Trayek antar kota antar propinsi yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, mempunyai ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

a. Mempunyai jadwal tetap. b. Pelayanan cepat.

c. Dilayani oleh mobil bus umum.

d. Tersedianya terminal penumpang tipeA, pada awal pemberangkatan.

e. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan. 3. Trayek Antar Kota Dalam Propinsi.

Trayek antar kota dalam propinsi yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat II dalam satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

a. Mempunyai jadwal tetap.

b. Pelayanan cepat dan/atau lambat. c. Dilayani oleh mobil bus umum.

d. Tersedianya terminal sekurang-kurangnya tipe B, pada awal pemberangkatan, persinggahan dan terminal tujuan.

e. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan. 4. Trayek Kota

Trayek kota yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah kotamadya Daerah Tingkat II atau trayek dalam Daerah Tingkat II atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta.


(34)

Jaringan pelayanan umum di jalan perkotaan diklasifikasikan atas empat macam trayek, yakni:

a. Trayek utama

Trayek utama diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

1. Mempunyai jadwal tetap.

2. Melayani angkutan antar kawasan utama, antar kawasan utama danpendukungdenganciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal.

3. Dilayani oleh mobil bus umum. 4. Pelayanan cepat dan/ atau lambat. 5. Jarak pendek.

6. Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

b. Trayek cabang

Trayek cabang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

1. Mempunyai jadwal tetap.

2. Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antar kawasan pendukung dan kawasan pemukiman.

3. Dilayani dengan mobil bus umum. 4. Pelayanan cepat dan/ atau lambat. 5. Jarak pendek.

6. Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.


(35)

c. Trayek ranting

Trayek ranting diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman.

2. Dilayani dengan mobil bus umum dan/ atau mobil penumpang umum.

3. Pelayanan lambat. 4. Jarak pendek.

Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan.

d. Trayek langsung

Trayek langsung diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

1. Mempunyai jadwal tetap.

2. Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung.

3. Dilayani oleh bus umum. 4. Pelayanan cepat.

5. Jarak pendek

6. Melaluitempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

2.9.2. Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek

Angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek terdiri dari: a. Angkutan Sewa


(36)

Angkutan sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dalam operasi yang tidak terbatas

b. Angkutan Taksi

Angkutan taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas

c. Angkutan Pariwisata

Angkutan Pariwisata adalah angkutan dengan menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan sosial lainnya.

d. Angkutan Lingkungan

Angkutan Lingkungan adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi yang terbatas pada kawasan tertentu.

2.10. Angkutan Pedesaan

Pelaksanaan angkutan pedesaan dilaksanakan dalam jaringan trayek yang berada dalam satu daerah kabupaten yang menghubungkan kawasan pedesaan dengan kawasan pedesaan dan kawasan ibukota kabupaten dengan kawasan pedesaan.

Pelayanan angkutan pedesaan diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:


(37)

a. Mempunyai jadwal tetap atau tidak berjadwal.

b. Pelayanan bersifat lambat, berhenti di setiap terminal dengan waktu menunggu relatif cukup lama.

c. Dilayanioleh mobil bus umum atau mobil penumpang umum.

d. Tersedianya terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe C, pada awal pemberangkatan dan teminal tujuan.

e. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

Kendaraan yang digunakan untuk angkutan pedesaan harus dilengkapi dengan:

a. Nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan pada sisi kiri, kanan dan belakang kendaraan.

b. Papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta lintasan yang dilalui dengan dasar putih, tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan.

c. Jenis trayek yang dilalui ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan dengan tulisan “ANGKUTAN PEDESAAN”

d. Fasilitas bagasi sesuai kebutuhan. e. Daftar tarif yang berlaku.

Adapun persyaratan teknis pemberian izin trayek angkutan pedesaan menurut “Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam Pedoman Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor Transportasi Darat”adalah sebagai berikut:

a. Pada trayek lama yang dimohon masih memungkinkan untuk penambahan jumlah kendaraan, yang didasarkan pada


(38)

2. Evaluasi laporan realisasi angkutan dari perusahaan dan kepala terminal

3. Batasan faktor muatan rata-rata yang menjadi dasar penambahan armada adalah lebih besar atau sama dengan 70%.

b. Khusus trayek baru dilakukan survey untuk mengetahui kebutuhan angkutan

c. Prioritas diberikan kepada perusahaan angkutan yang memiliki pelayanan terbaik.

Evaluasi trayek angkutan pedesaan dilakukan secara periodik setiap tahun untuk mengetahui trayek terbuka dan tertutup dan hasil evaluasi tersebut ditetapkan dengan keputusan bupati. Trayek terbuka adalah trayek yang dimungkinkan untuk dilakukan penambahan armada kendaraan karena faktor muatan rata-rata lebih besar sama dengan 70%. Trayek tertutup adalah trayek jenuh yang tidak dimungkinkan untuk dilakukan penambahan jumlah armada karena faktor armada lebih kecil dari 70%.

2.11. Upaya Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum

Peningkatan volume pelayanan dapat dilakukan dengan: a. Mengubah Headway

b. Mengubah panjang trayek

c. Mengubah lamanya hari per minggu operasi dan ukuran kendaraan Peningkatan jumlah penumpang dapat dilakukan dengan:

a. Memperkirakanperubahan-perubahan akibat kecenderungan sosial, misalnya pertambahan populasi penduduk, perubahan tata guna lahan


(39)

c. Mengubah tarif

d. Memperbaiki keteraturan headway dan jumlah rit.

e. Memindahkan kendaraan ke daerah yang permintaan jasa angkutannya tinggi

f. Meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu ketepatan, kenyamanan, kecepatan, keselamatan, dan keamanan

Upaya peningkatan efisiensi pelayanan angkutan umum dilakukan dengan cara:

a. Menggabungkan trayek-trayek yang mungkin digabungkan sehingga produksi kilometer yg rendah dapat dikurangi

b. Meningkatkan jumlah penumpang yang dapat terangkut

c. Mengubah rit awal dan akhir perjalanan sehingga kilometer rendah dapat dihindari

d. Meningkatkan jumlah rit-rit per shift kedua

e. Mengusulkan upaya-upaya manajemen lalu lintas untuk meningkatkan kecepatan operasi (M. N. Nasution 2003)

2.12. Pengertian Kinerja dan Pelayanan Angkutan Umum

Kinerja angkutan umum adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Pelayanan angkutan umum adalah suatu konsep pengukuran yang menggambarkan kondisi operasional suatu aliran lalu lintas yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kecepatan dan waktu perjalanan, keamanan pengemudian secara enak dan aman.


(40)

2.13. Indikator Kualitas Kinerja Pelayanan Angkutan 2.13.1.Waktu Antara (headway)

Waktu antara (headway) merupakan interval keberangkatan antar suatu kendaraan dengan kendaraan berikutnya, diukur dalam satuan waktu pada titik tertentu untuk setiap rutenya. Headway merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat pelayanan angkutan umum. Headway yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kapasitas akan melebihi permintaan. Angkutan yang pertama akan mengambil banyak penumpang, selain itu juga dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas. Sedangkan headway yang tinggi akan mengakibatkan waktu tunggu yang terlalu lama bagi penumpang.

Indikator kualitas pelayanan yang ditetapkan oleh World Bank:Standard for Bus Performance, headway yang baik adalah 1-12 menit. Waktu antara yang relatif rendah menunjukkan kinerja operasi angkutan tersebut cenderung lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi kedatangan atau keberangkatan angkutan yang cukup tinggi. Headway dapat ditetapkan berdasarkan rumus berikut:

�= 60.C.L �...(2.1)

Dimana: H = Headway (menit)

P = Jumlah penumpang per jam pada seksi terpadat C = Kapasitas kendaraan (penumpang)

Lf = Load factor, diambil 70% pada kondisi dinamis

Tabel 2.1. Headway mobil, bus, kereta api cepat dan kereta api komuter

Headway Mobil Bus

Kereta Api


(41)

Dalam kota pada jam puncak Na 20,7 4,6 18,3

Sumber:Morlok, 1985.

Menurut Chatimi yang mengutip pendapat World Bank, bahwa indikator kualitas pelayanan yang berkaitan dengan waktu tunggu penumpang (passanger waiting time) rata-rata sebesar 5-10 menit, dan waktu penumpang maksimum sebesar 10-20 menit.

2.13.2.Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah perjalanan kendaraan dalam satuan waktu tertentu yang dapat diidentifikasikan sebagai frekuensi tinggi atau rendah, Frekuensi tinggi berarti banyak perjalanan dalam periode waktu tertentu, secara relatif frekuensi rendah berarti sedikit perjalanan selama periode waktu tertentu. Frekuensi diartikan pula sebagai bagian yang penting bagi penumpang dalam mempengaruhi modamana yang dipilih untuk dipakai. Frekuensi dan headway sangat berhubungan erat. Jika nilai headway tinggi maka frekuensi rendah, dan sebaliknya jika headway rendah maka frekuensi tinggi.

Hubungan antara headway dan frekuensi dapat dirumuskan sebagai berikut:

H =1

�...(2.2) Sedangkan frekuensi dapat dirumuskan dengan:

f = �

�.�(�)...(2.3)

Dimana: H = Headway (menit)


(42)

C = Kapasitas kendaraan

Lf(d) = Load factor design, diambil 70% pada kondisi dinamis

2.13.3.Waktu Perjalanan

Waktu perjalanan adalah waktu yang dibutuhkan oleh kendaraan untuk melewati seksi jalan yang disurvey termasuk waktu berhenti karena hambatan-hambatan. Ada dua cara yang berbeda untuk melaksanakan survey waktu perjalanan, yaitu metoda pengamat bergerak (pengamat berada dalam kendaraan yang bergerakdi dalam arus lalu lintas), dan pengamat statis (pengamat berada di titik-titik tertentu di sepanjang potongan jalan yang disurvey.

Total waktu perjalanan ditentukan oleh

a. Mobilitas, yaitu kemudahan angkutan umum untuk bergerak yang dipengaruhi oleh kecepatan pada jaringan jalan, kecepatan pada setiap lin yang dilalui, tundaan disetiap persimpangan dan pusat keramaian.

b. Aksesibilitas, yaitu kemudahan untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh lokasi tujuan pada jaringan jalan yang ada.

2.13.4.Waktu Henti (layover time)

Waktu henti dalam suatu masa waktu dapat ditambahkan pada akhir perjalanan atau ditengah perjalanan yang panjang atau waktu yang digunakan angkutan umum selama diterminal. Hal ini berguna untuk mengatur operasi kendaraan dan memberikan kesempatan pada operator untuk istirahat. Waktu


(43)

henti kendaraan di asal atau di tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar A dan B.

2.13.5. Kecepatan

Kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam) dan umumnya dibagi menjadi tiga jenis (Hobbs, 1995) :

a. Kecepatan setempat (spot speed) b. Kecepatan bergerak (running speed) c, Kecepatan perjalanan (journey speed)

Kecepatan setempat (spot speed) adalah kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat ditentukan.

Kecepatan bergerak (running speed) adalah kecepatan kendaraan rata-rata pada saat kendaraan bergerak dan dapat didapat dengan membagi panjang jalur dibagi dengan lama waktu kendaraaan bergerak menempuh jalur tersebut.

Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan lama waktu ini mencakup setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan (penundaaan) lalu lintas.

Dengan demikian kecepatan perjalanan dan kecepatan gerak dapat didefinisikan sebagai berikut: (Warpani, 1985)


(44)

Kecepatan perjalanan = ��� ℎ���������� ���������� ℎ Kecepatan gerak = ��� ℎ����������

���������� ℎ����������������� ℎ����

Kecepatan yang diukur dalam penelitian ini yaitu kecepatan perjalanan (journey speed).

Kecepatan perjalanan rata-rata umumnya dirumuskan sebagai berikut: (Morlok, 1985)

u = ∑ ��

� �=1

∑�=1��

...(2.4)

dimana: u = kecepatan rata-rata (km/jam)

Si = jarak jarak yang ditempuh kendaraan I di jalan (I= 1,2,3,…,n) mi = waktu yang dipergunakan kendaraan I di jalan (I=1,2,3,…,n)

Akibat adanya waktu menaikkan/menurunkan penumpang dan mengisi bahan bakar maka kecepatan rata-rata sepanjang trayek yang sama dirumuskan sebagai berikut : (Morlok, 1985)

v= � ∑�=1��

... (2.5)

dimana: v = kecepatan rata-rata (km/jam)

S = jarak trayek yang ditempuh kendaraan (km)

ti = waktu yang diperlukan kendaraan I di jalan (I=1,2,3,…,n)

2.13.6.Faktor Muatan (Load factor)

Faktor muatan didefinisikan sebagai perbandingan antara banyaknya penumpang per-jarak dengan kapasitas tempat duduk angkutan umum yang tersedia, dirumuskan sebagai berikut : (Morlok, 1985)


(45)

=

...(2.6)

dimana: f = faktor muatan penumpang

M = penumpang per-km yang ditempuh S = kapasitas tempat duduk yang tersedia

2.13.7. Kapasitas Operasi (Availiability)

Kapasitas operasi adalah persentase jumlah angkutan yang rata-rata beroperasi dengan jumlah angkutan yang memiliki trayek (jumlah angkutan yang ada). Tingkat operasi angkutan umum dipengaruhi oleh permintaan (demand) dan kelaikan jalan dari kendaraan. Disamping itu, umur kendaraan sangat berpengaruh terhadap kelaikan dan efisiensi operasional kandaraan, semakin tua kendaraan, efisiensi semakin menurun.

2.13.8. Waktu Sirkulasi

Waktu sirkulasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan untuk melintas dari rute awal ke rute akhir dan kembali ke rute awal (ABA). Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km/jam dengan deviasi waktu sebesar 5% dari waktu perjalanan. Waktu henti kendaraan diterminal asal dan tujuan ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan.

Waktu sirkulasi dihitung dengan rumus :

C T ABA = (T AB + T BA) + (σAB + σAB) + (TTA + TTB)...(2.7)

dimana : C T ABA = waktu sirkulasi dari A ke B , kembali ke A


(46)

σAB = deviasi waktu perjalanan dari A ke B

σAB = deviasi waktu perjalanan dari B ke A

TTA = waktu henti kendaraan di A TTB = waktu henti kendaraan di B

Jumlah armada yang tepat sesuai dengan kebutuhan sulit dipastikan, yang dapat dilakukan adalah mendekati besarnya angka kebutuhan. Ketidakpastian itu disebabkan oleh pola pergerakan penduduk yang tidak merata sepanjang waktu misalnya pada jam-jam sibuk dan jam-jam biasa besar jumlah permintaan penumpang sangat berbeda. Besarnya kebutuhan angkutan umumdipengaruhi oleh:

1. Jumlah penumpang pada jam puncak 2. Kapasitas kendaraan

3. Standar beban tiap kendaraan 4. Waktu 1 trip kendaraan

Dasar perhitungan faktor muatan atau load factoradalah merupakan perbandingan banyaknya antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam %. Menurut Pasal 28 ayat (2) PeraturanPemerintah Nomor: 41 Tahun 1993 mengatur penambahan kendaraan untuk trayek yang sudah terbuka dengan menggunakan pendekatan faktor muatan diatas 70%, kecuali untuk trayek perintis.

2.13.9. Penentuan Jumlah Armada Angkutan Umum

Peningkatan kebutuhan akan bepergian mengharuskan pula peningkatan sediaan kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Salah satu


(47)

tolak ukur keberhasilan pengelolaan pengangkutan adalah terpenuhinya kebutuhan kendaraan atau armada yang siap operasi pada saat diperlukan dalam jumlah yang optimal. Pengertian optimal dalam hal ini adalah kapasitas tersedia sedemikian rupa sehingga mampu memberikan pelayanan yang maksimal pada masa sibuk, namun tidak terlalu banyak kendaraan yang menganggur pada masa sepi.

Masalah ini menjadi sangat penting bagi pengelola angkutan, dalam kasus di Indonesia adalah Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan, dengan tujuan:

a. Mencapai hasil optimal yakni keseimbangan sediaan dan permintaan di setiap sector elayanan

b. Menjadi pedoman/acuan bagi Pemda dalam memberikan izin operasi angkutan umum

c. Menghindarkan persaingan tidak sehat di antara pelayan jasa angkutan d. Menghindarkan ‘rebutan’ muatan di antara pelayan jasa angkutan e. Menghindarkan menumpuknya trayek pada ruas jalan tertentu f. Menjalin keandalan layanan jasa angkutan bagi masyarakat

Secara keseluruhan, pada satu sisi adalah menjamin dunia usaha agar tetap mampu mengembangkan diri karena dapat meraih keuntungan yang wajar dari usaha layanan jasa angkutan. Di sisi lain, layanan kepada masyarakat dapat terjaga pada tingkat maksimal.

Dasar-dasar perhitungan jumlah armada adalah sebagai berikut:

a. Faktor muat (load factor), merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu kali erjalanan yang biasanya dinyatakan dalam persen (%)

b. Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan umum


(48)

c. Waktu sirkulasi, waktu henti kendaraan di terminal, dan waktu antara (headway)

Dalam menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek dari sistem angkutan umum berdasarkan waktu tempuh terdapat beberapa variabel utama yang perlu diketahui. Adapun variabel tersebut adalah:

a. Volume: Jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek b. Waktu tempuh: Waktu perjalanan yang diperlukan untuk melintas dari

ujung ke ujung rute

c. Headway: Selang waktu keberangkatan kendaraan

Hibungan dasar dari ketiga variabel tersebut selanjutnya dinyatakan dalam sebuah hubungan matematis, yaitu:

� =��...(2.8)

dimana: V = Volume/jumlah kendaraan (unit) CT = Waktu tempuh (menit)

H = Headway (menit)

Besar kecilnya nilai waktu tempuh ditentukan oleh kecepatan dan jarak. Dengan meningkatkan kecepatan akan mempersingkat waktu tempuh dan waktu sirkulasi, sehingga volume yang diperlukan semakin sedikit.

Hubungan volume dengan kecepatan dapat dilihat seperti Gambar 2.2. dibawah ini:


(49)

Volume (jumlah kendaraan) Gambar 2.2. Hubungan Kecepatan terhadap Volume

Dari grafik diatas ditunjukkan bahwa volume berbanding terbalik dengan kecepatan, semakin besar volume maka kecepatan semakin kecil.

Untuk menentukan jumlah armada yang dibutuhkan untuk melayani suatu trayek dari system angkutan umum per waktu sirkulasinya, yaitu waktu yang dibutuhkan dari A ke B, kembali ke A, berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 687 tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, ditetapkan berdasarkan rumus sebagai berikut:

�= ���������...(2.9)

dimana: K = Jumlah armada kendaraan per waktu sirkulasi (unit kendaraan) CTABA = Waktu sirkulasi kendaraan dari A ke B, kembali ke A (menit)

H = Headway (menit)

fA = Faktor ketersediaan kendaraan (100%)

Dan kebutuhan armada pada periode sibuk yang diperlukan dihitung dengan rumus:

�′ =���W

���...(2.10) dimana: K’ = Kebutuhan armada kendaraan pada periode sibuk (trip

kendaraan)


(50)

CTABA = Waktu sirkulasi kendaraan dari A ke B, kembali ke A (menit)\

2.14. Standard Pelayanan Angkutan Umum

Standard yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini yang dikutip dari Proccedings of Eastern Asia Society for Transportation Studies,Vol.5 ”A Review Of Bus Performance In Bandar Lampung” dan dari buku Manajemen Transportasi karangan H.M Nasution,2003.

Tabel 2.2: Standard Pelayanan Angkutan Umum

No Parameter Standard

1 Waktu antara (Headway) 1-12 menit* 2 Waktu menunggu

a.Rata-rata b.Maksimum

5-10 menit* 10-20 menit* 3 Faktor muatan (Load factor) 70%*

4 Jarak perjalanan 230-260

km/kend/hari* 5 Kapasitas operasi (Availability) 80-90%* 6 Waktu perjalanan

a.Rata-rata b.Maksimum

1-1,5 jam** 2-3 jam** 7 Kecepatan Perjalanan

a.Daerah padat

b.Daerah lajur khusus (Busway) c.Daerah kurang padat

10-12 km/jam** 15-18 m/jam** 25 km/jam**


(51)

2.15. Penelitian Terdahulu Tentang Kinerja Angkutan Umum

a. Dian Krisna Aditya(2006) mengevaluasi rute angkutan pedesaan di Kabupaten Sleman.

Pengumpulan data untuk penelitian ini diperoleh dengan survey langsung di lapangan, pembuatan kuisioner dan mengumpulkan data yang bersumber dari instansi terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angkutan pedesaan di Kabupaten Sleman sudah terkoordinasi dengan baik.

b. Djoko Setijowarno (2000) mengkaji mengenai kinerja angkutan pedesaan wilayah pesisir (Jalur Terminal Demak-Pantai Moro).

Pengumpulan data untuk penelitian ini diperoleh dengan survey langsung di lapangan, pembuatan kuisioner dan mengumpulkan data yang bersumber dari instansi terkait. Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan kinerja angkutan pedesaan wilayah pesisir dianggap sudah cukup baik

c. Joston J. Nadeak (2008) mengevaluasi mengenai kinerja pelayanan angkutan umum pedesaan di Kabupaten Samosir.

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan survey langsung ke lapangan dan mencari data lapangan yang bersumber dari instansi terkait. Dari hasil penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa 4 indikator kinerja angkutan umum sudah cukup baik.

d. Rini Finayanti (2005) membahas mengenai studi karakteristik system transportasi angkutan pedesaan dari dan ke Lubuk Pakam.


(52)

Pengumpulan data untuk penelitian ini diperoleh dengan pembuatan kuisioner dan mengumpulkan data yang bersumber dari instansi terkait. Dari hasil penelitian ini secara umum menyatakan bahwa pelayanan angkutan pedesaan sudah cukup baik.

e. Sigit Priyanto (2006) membahas mengenai kinerja operasi angkutan perdesaan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan survey langsung ke lapangan dan mencari data lapangan yang bersumber dari instansi terkait. Dari hasil penelitian yang dilakukan secara umum, kinerja pelayanan angkutan umum pedesaan Kabupaten Bantul dianggap belum baik.


(53)

BAB III

DESKRIPSI WILAYAH DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Umum wilayah Studi 3.1.1. Letak Geografis dan Topografi

Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada posisi 2°50’ - 3°19’ LU dan 97°55’ - 98°38’ BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Karo diapit oleh 6 Kabupaten dan 1 Provinsi, yaitu :sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darusalam.

3.1.2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan

Luas Daratan Kabupaten Karo mencapai 2.127,25 km2. Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan dengan 259 desa dan 10 kelurahan.

3.1.3. Demografi

Kabupaten Karo berpenduduk 335.528 jiwa dengan perincian sebagaiberikut


(54)

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk di Kab. Karo

NO. Kecamatan Jumlah Penduduk (orang)

1 Barusjahe 17.777

2 Berastagi 44.765

3 Dolat Rakyat 7.957

4 Juhar 13.841

5 Kabanjahe 63.326

6 Kutabuluh 11.549

7 Lau Baleng 18.404

8 Mardinding 15.616

9 Merdeka 11.973

10 Merek 15.577

11 Munte 16.511

12 Naman Teran 11.550

13 Payung 10.627

14 Simpang Empat 19.774

15 TigaBinanga 18.894

16 Tigapanah 18.064

17 Tiganderket 13.765


(55)

3.1.4. Kondisi Infrastruktur a. Panjang dan kondisi Jalan

Panjang jalan di Kabupaten Karo sampai pada tahun 2011 mencapai 1.328,45 km. Yang terbagi atas Jalan Negara 167,69 Km, Jalan Propinsi 35,50 Km dan Jalan Kabupaten 1.125, 30 Km. Panjang dan kondisi jalan Kabupaten menurut Kecamatan di Kabupaten Karo dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(56)

Menentukan maksud dan tujuan studi

Tinjauan pustaka

Penentuan Lokasi Penelitian

Survey Pendahuluan

Data Sekunder :

• Data kependudukan dan kondisi geografis

• Trayek dan rute angkutan.

• Operator dan jumlah armada ijin.

• Peta jaringan jalan

Analisa Data

Kesimpulan Dan Saran Rekapitulasi Data Data Primer

• Jumlah penumpang naik turun dan di dalam kendaraan per segmen • Jarak perjalanan, waktu

perjalanan, kecepatan perjalanan dan headway. • Jam berangkat dan tiba di

tiap terminal

keberangkatan dan tujuan • Waktu henti kendaraan di

terminal dan waktu sirkulasi.

• Jumlah armada

3.2. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(57)

3.3. Obyek Penelitian

Jumlah penduduk di Kabanjahe adalah 63.326 jiwa.Jumlah ini 18,87% dari jumlah penduduk di Kabupaten Karo yang total penduduknya 335.528 jiwa.

Untuk membantu penduduk menjangkau beberapa tempat yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari satu desa ke desa lain penduduk di Kabanjahe dilayani oleh 23 perusahaan angkutan dengan keseluruhan 131 rute perjalanan.

Berhubung karena banyaknya daerah tujuan dan rute perjalanan angkutan di Tanah Karo dan mengacu kepada penelitian (Sumbul, 2009) yang menentukan Kabanjahe, Tiga Binanga, Munte, Merek dan Berastagi termasuk ke dalam 5 wilayah pembangunankawasan agropolitan di Kabupaten Karo maka penelitian ini mengambil 4 tujuan perjalanan sebagai batasan wilayah studi yaitu Kabanjahe-Munte, Kabanjahe-Tiga Binanga, Kabanjahe-Merek, dan Kabanjahe-Berastagi

Tabel 3.3. Trayek dan Rute Angkutan Pedesaan yang Dievaluasi

No Trayek Rute

1. Kabanjahe - Munte Kabanjahe - Munte PP 2. Kabanjahe - Merek Kabanjahe - Merek PP 3. Kabanjahe - Tigabinanga Kabanjahe - Tigabinanga PP

4. Kabanjahe - Berastagi Kabanjahe – Simp.Empat – Berastagi pp

Peta rute angkutan pedesaan yang dievaluasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini:


(58)

Gambar 3.1 Peta Rute Angkutan Pedesaan yang di Evaluasi 3.4. Penentuan Segmen (Zona) dalam Trayek


(59)

Yang dimaksud segmen(zona) adalah daerah tempat pemberhentian satu dengan tempat pemberhentian berikutnya. Dengan demikian bila penumpang naik diantara tempat pemberhentian tersebut maka diasumsikan penumpang tersebut naik disalah satu tempat pemberhentian yang terdekat.

Adapun pembagian segmen untuk tiap trayek yang akan dievaluasi ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 3.4 . Pembagian Segmen (zona) No.

Zona

Trayek

Kabanjahe-Berastagi Kabanjahe-Tigabinanga Kabanjahe-Munte Kabanjahe-Merek

1. Kabanjahe Kabanjahe Kabanjahe Kabanjahe

2. Simpang Empat Simpang Munte Kineppen Tigapanah

3. Desa Perteguhen Singgamanik Desa Bertah Sukadame

4. Simpang Empat Simpang Perbesi Simpang Munte Simpang Dokan

5. Simpang Surbakti Desa Mejire Munte Mulia Rayat

6. Simpang Surbakti Tigabinanga Desa Garingging

7. Desa Surbakti Merek

8. Simpang Empat

9. Simpang Ujung Gajah

10 Simang Raya Payung

11. Jl.Udara Berastagi

12. Berastagi

3.5. Metodologi Pengambilan Data 3.5.1. Survey Pendahuluan


(60)

Penelitian ini terlebih dahulu melakukan survey pendahuluan (observasi) khususnya di Brastagi, Tiga Binanga, Munte, dan Merek sesuai dengan batasan studi untuk mengetahui keadaan lapangan sehingga memudahkan peneliti dalam menempatkan surveyor untuk mengumpulkan data primer pada survey yang sesungguhnya. Elemen yang perlu diketahui adalah jadwal keberangkatan dari setiap terminal keberangkatan, jumlah rit, pembagian zona (segmen) dari trayek, waktu perjalanan, dan kendala yang mungkin terjadi di lapangan dalam mengambil data primer sehingga dapat diketahui pemilihan waktu yang tepat untuk survey yang sesungguhnya.

3.5.2. Pengambilan Data Sekunder

Kebutuhan data sekunder merupakan pencatatan data yang ada pada pihak Organda Pemerintah Daerah dan Direksi Perusahaan Angkutan Pedesaan pada wilayah studi. Data sekunder yang perlu dikumpulkan untuk penelitian ini adalah:

a. Trayek dan rute angkutan pedesaan b. Jumlah perusahaan dan jumlah armada

c. Peta jaringan jalan dan trayek angkutan pedesaan

d. Kondisi geografis dan administratif wilayah studi, data ini diperlukan untuk mengetahui jumlah penduduk, jumlah Kecamatan, jumlah desa, kondisi infrastruktur, dan potensi wilayah studi


(61)

Kebutuhan data primer diperoleh dengan melakukan survey langsung ke lokasi terminal keberangkatan angkutan pedesaan di kota Kabanjahe. Data primer yang diperlukan antara lain :

a. Jumlah penumpang, meliputi : jumlah penumpang yang naik dari tempat keberangkatan, jumlah penumpang yang naik dan turun per segmen atau zona dan jumlah penumpang di dalam kendaraan per segmen atau zona. b. Waktu perjalanan, waktu antara, jarak perjalanan, dan waktu sirkulasi

kendaraan.

c. Waktu henti kendaraan di terminal asal dan tujuan.

d. Jam keberangkatan kendaraan dari terminal asal dan tujuan. e. Kecepatan perjalanan.

f. Frekuensi pelayanan. g. Waktu tempuh per segmen

3.6. Peralatan Survey

Dalam melaksanakan survey dilapangan diperlukan peralatan yang menunjang pelaksanaan survey. Untukmemenuhi kebutuhan survey maka dalam penelitian ini diperlukan peralatan sebagai berikut:

a. Jam tangan dan stopwatch

b. Alat tulis dan perlengkapan pencatatan data yang diambil


(62)

Pengamatan dilakukan selama 2 hari pada hari Senin dan Sabtu yang mewakilinhari dalam satu minggu. Pengamatan dilakukan pada jam sibuk yaitu:

a. 07.30-09.30; 13.00-15.00; 16.00-18.00 WIB (untuk trayek Kabanjahe-Berastagi)

b. 06.30-08.30; 13.00-15.00; 16.00-18.00 WIB (untuk trayek Kabanjahe-Merek)

c. 07.00 –09.00; 13.00-15.00; 16.00-18.00 WIB (untuk trayek Kabanjahe-Tiga Binanga)

d. 07.30-09.30; 13.00-15.00; 16.00-18.00 WIB (untuk trayek Kabanjahe-Munte)

3.8. Pengambilan Data Jumlah penumpang

Pengambilan data jumlah penumpang dilakukan dengan mencatat jumlah penumpang naik dan turun per segmen diatas kendaraan yang melintasi titik pengamatan. Hasil data jumlah penumpang selanjutnya akan digunakan dalam menghitung Headway dan Load factor rata-rata kendaraan per rit.

Dalam mencatat jumlah penumpang dilapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Surveyor berada di titik pengamatan pada saat jam yang sudah ditentukan pada periode pengamatan.

b. Jumlah penumpang yang berada diatas kendaraan per segmen dicatat pada formulir yang telah dibuat.


(63)

Pengambilan data waktu yang dibutuhkan adalah waktu tempuh per segmen, waktu keberangkatan dan tiba dari tempat asal ke daerah tujuan, dan waktu henti kendaraan di terminal.

3.10. Rekapitulasi Data

Data yang diperoleh dari hasil survey dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Data yang dikumpulkan dari hasil survey adalah:

1. Jumlah penumpang diatas kendaraan

2. Waktu berangkat dan waktu tiba baik dari daerah asal maupun daerah tujuan

3. Waktu tempuh per segmen

4. Waktu henti kendaraan di terminal 5. Waktu sirkulasi

6. Waktu antara 7. Desa yang dilewati

3.11. Analisa Data

Data primer dan data sekunder akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja angkutan pedesaan.


(64)

BAB IV

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Penyajian Data

4.1.1. Jumlah Penumpang Naik dan Turun Per Segmen

Data jumlah penumpang naik dan turun per segmendigunakan untuk menentukan nilai load factor per segmen.Data jumlah penumpang naik dan turun per segmen untuk setiap trayek,untuk periode analisa dapat dilihat pada Tabel A1-A48 pada bagian lampiran.

4.1.2. Jumlah Penumpang di dalam Kendaraan

Data jumlah penumpang di dalam yang telah diambil, berguna untuk menentukan nilai Load factor per segmen. Selanjutnya data ini akan diolah dan dianalisa untuk mendapatkan nilai load factor rata-rata kendaraan per rit. Data jumlah penumpang didalam kendaraan setiap trayek,untuk periode analisa dapat dilihat pada Tabel A1-A48 pada bagian lampiran.

4.1.3. Waktu Tempuh Per Segmen

Data waktu tempuh per segmen setiap kendaraan angkutan pedesaan yang dianalisa dapat dilihat pada tabel A1-A48 pada bagian lampiran.


(65)

4.1.4 Waktu Henti Kendaraan

Data waktu henti kendaraan dapat dilihat pada table D1-D8, pada bagian lampiran.

4.1.5 Waktu Sirkulasi

Data waktu sirkulasi kendaraan berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dikumpulkan dan disajikan pada table D1-D8 pada bagian lampiran.Data ini untuk selanjutnya akan dioptimasi untuk menentukan besar waktu sirkulasi optimum sehingga diperoleh jumlah armada optimum berdasarkan waktu sirkulasi.Dalam menentukan waktu sirkulasi optimum akan diambil deviasi waktu sebesar 5 % dari waktu perjalanan dan waktu henti kendaraan di tempat pemberhentian asal dan tujuan ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar Adan B sesuai dengan pedoman Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

4.1.6 Waktu Antara (Headway)

Data waktu antara (Headway)berupa data hasil pengamatan dilapangan dikumpulkan dan disajikan pada tabel E1- E8,pada bagian lampiran.

4.2. Kinerja Pelayanan Angkutan Umum Pedesaan

Parameter untuk menentukan kinerja pelayanan angkutan umum pedesaan mengacu pada indikator dan parameter World BankStudy (1986), tentang urban transport dan standard yang dipakai Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.


(66)

4.2.1. Waktu Antara (Headway)

Data waktu antara (headway) dari hasil pengamatan langsung dilapangan

dikumpulkan dan disajikan pada Tabel E1-E8, dan headway rata-rata per periode jam sibuk untuk setiap per rute dapat dilihat pada Tabel F1-F8. Headway rata-rata untuk setiap trayek dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Headway Rata-rata per Trayek

Trayek Headway Rata-rata (menit ) Standard (menit)

Pagi Siang Sore Rata-rata

Kabanjahe-Berastagi 10.05 9.05 8,12 9,07 1- 12 menit Kabanjahe-Tigabinanga 15,3 12,68 13,35 13,78

Kabanjahe-Munte 22,02 23,87 22,72 22,87 Kabanjahe-Merek 25,41 25,59 26,46 25,82 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Headway yang paling baik dari keempat trayek diatas adalah trayek Kabanjahe – Berastagi. Headway inimasih memenuhi Standard World Bank (1-12 menit) .Headway untuk trayek Kabanjahe – Tigabinanga sudah cukup baik karena hanya sedikit lebih besar dari standard. Sedangkan dua trayek lainnya belum memenuhi standard atau dengan kata lain kinerja angkutan pedesaan ditinjau dari headway kurang baik. Perhitungan waktu tunggu penumpang rata – rata sebesar 5-10 menit dan maksimum 10 – 20 menit (M. N Nasution, 2003) maka kinerjaoperasinya kurang baik, karena penumpang harus sangat lama menunggu untuk menunggu ankkutan ini membuat penumpang dapat berpindah keo[erator lain pada trayek Kabanjahe – Merek dan Kabanjahe – Munte.


(67)

4.2.2. Kecepatan Perjalanan

Kecepatan perjalanan kendaraan berdasarkan Standard world bank sebagai salah satu ukuran kinerja pelayanan angkutan umum adalah sebesar 10-12 km/jam untuk daerah padat, dan 25 km/jam untuk daerah kurang padat. Jalur trayek angkutan pedesaan pada penelitian ini secara umum berada pada kawasan pemukiman dan lahan pertanian sehingga standard yang dipakai adalah pada daerah kurang padat. Data kecepatan perjalanan kendaraan per rit dikumpulkan dan disajikan pada Tabel G1- G4 dilampiran. Kecepatan perjalanan rata-rata per trayek dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Kecepatan Perjalanan Rata-rata per Trayek

Trayek Kecepatan Perjalanan Rata – rata

(Km/jam)

Standard (km/jam)

Pagi Siang Sore

Rata-rata

Kabanjahe- Berastagi 26,90 26,32 27,36 26,86 25 Kabanjahe- Tigabinanga 28,,69 29,45 26,92 28,35 25

Kabanjahe -Munte 23,61 24,55 21,78 23,31 25

Kabanjahe – Merek 26,23 26,09 25,72 26,01 25 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari ke-empat trayekyang diteliti,kecepatan perjalanan rata – rata paling rendah adalah trayek perjalanan Kabanjahe– Munte. Sedangkan kecepatan perjalanan rata-rata paling tinggi adalah trayek Kabanjahe– Tigabinanga. Hal ini disebabkan kondisi jalan pada trayek Kabanjahe– Munthe mulai dari simpang Munte menuju Munte sedang rusak berat.Sedangkan pada ketiga trayek yang lainnya jalan sudah cukup baik. Bila dilihat dari kecepatan perjalanan secara rata – rata, kecepatan perjalanan hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan standart World Bankbahkan trayek Kabanjahe – Munte sudah berada dibawah standart, sehingga


(68)

kinerja pelayanan angkutan pedesaan ditinjau dari kecepatan perjalanan sangat baik.

4.2.3. Waktu Perjalanan

Waktu perjalanan kendaraan menurut standard World Bank adalah rata-rata 1-1,5 jam dan maksimum 2-3 jam. Data waktu perjalanan kendaraan per rit dikumpulkan dan disajikan pada Tabel G1- G4. Waktu perjalanan rata-rata per trayek dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 4.3. Waktu Perjalanan Rata rata per Trayek

Trayek Waktu Perjalanan Rata - rata

(menit)

Standard (menit)

Pagi Siang Sore Rata– rata

Kabanjahe- Berastagi 45,33 45,46 44,56 45,12 60-90 Kabanjahe- Tigabinanga 73,36 71,29 78,01 74,22 60-90 Kabanjahe – Munte 60,68 58,73 65,21 61,54 60-90 Kabanjahe – Merek 59,59 59,79 60,69 60,02 60-90 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Waktu perjalanan rata – rata paling baik adalah trayek Kabanjahe – Tigabinanga dengan panjang lintasan trayek 35Km. Walaupun waktu perjalanan paling rendah adalah trayek Kabanjahe – Brastagi (45,12 menit), akan tetapi waktu perjalanan pada trayek ini kurang baik dikarenakan panjang lintasan trayeknya hanya 20,3Km. Bila dibandingkan antara trayek Kabanjahe – Merek dengan Kabanjahe – Munte maka waktu perjalanan trayek Kabanjahe – Merek lebih baik karena waktu perjalanannya lebih pendek padahal jarak lintasannya lebih panjang, demikian juga kondisi jalan yang rusak membuat waktu perjalanan ke Munte lebih lama. Secara umum kinerja pelayanan angkutan pedesaan di empat trayek ditijau dari waktu perjalanan cukup baik karena nilainya hampir mendekati waktu perjalanan rata – rata standart yang ditetapkan. Waktu peerjalanan rata – rata trayek Kabanjahe – Tigabinanga sedikit selain karena


(69)

jaraknya memang paling jauh juga kondisi jalan ke Tigabinanga yang rusak diruas jalan disekitar simpang singgamanik

4.2.4. Waktu Sirkulasi

Data waktu sirkulasi hasil pengamatan di lapangan dapat dilihat pada Tabel D1 - D4, sedangkan data waktu sirkulasi hasil optimasi dapat dilihat pada Tabel D5 - D8 pada bagian Lampiran. Waktu sirkulasi rata-rata kendaraan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil optimasi untuk setiap periode pada trayek yang diteliti dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 4.4. Waktu Sirkulasi Rata-rata(Hasil Pengamatan) per Trayek

Trayek Waktu Sirkulasi Rata-rata( menit)

Pagi Siang Sore Rata – rata

Kabanjahe – Berastagi 145,70 142,75 139,24 142,56 Kabanjahe – Tigabinanga 222,90 208,76 210,20 213,95 Kabanjahe – Munthe 233,88 221,86 237,31 231,01 Kabanjahe – Merek 179,12 180,49 194,97 184,86

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 4.5. Waktu Sirkulasi Rata-rata(Hasil Optimasi) per Trayek

Trayek Waktu Sirkulasi Rata-rata(menit)

Pagi Siang Sore Rata – rata

Kabanjahe – Berastagi 104,26 104,54 102,31 103,75 Kabanjahe – Tigabinanga 168,72 163,97 179,43 170,70 Kabanjahe – Munte 139,22 135,19 152,71 142, 37 Kabanjahe – Merek 137, 06 137,32 138,59 137,99

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 4.5 menunjukkan waktu sirkulasi kendaraan setelah dioptimasi dengan deviasi waktu 5% dari waktu perjalanan dan waktu henti diterminal ditetapkan 10% dari waktu perjalanan.

Kedua tabel diatas menunjukkan perbedaan waktu sirkulasi hasil pengamatan dengan hasil optimasi. Waktu sirkulasi kendaraan pada keempat trayek lebih besar dibandingkan dengan hasil optimasi. Hal ini menunjukkan kinerja pelayanan angkutan


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Waktu Antara (Headway)

Waktu antara rata – rata trayek Kabanjahe – Berastagi sebesar 9,07 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 13,78, Kabanjahe – Munte 22,87 menit dan Kabanjahe – Merek adalah 25,82 menit. Bila dibandingkan dengan standard yang ditetapkan dapat disimpulkan trayek Kabanjahe – Berastagi dan Kabanjahe – Tigabinanga sudah cukup baik sedangkan trayek Kabanjahe –Munte dan Kabanjahe – Merek masih kurang baik.

b. Kecepataan Perjalanan

Kecepatan perjalanan rata – rata untuk Kabanjahe – Berastagi 26,86 km/jam, Kabanjahe – Tigabinanga 28,35 km/jam, Kabanjahe – Munte 23,31 km/jam dan Kabanjahe – Merek 26,01 km/jam sudah dapat dikatakan baik karena sudah mendekati standard World Bank.


(2)

Waktu perjalanan rata – rata trayek Kabanjahe – Berastagi adalah 45,12 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 74,22 menit, Kabanjahe – Munte 61,54 menit, Kabanjahe – Merek 60,02 menit, dibandingkan dengan standard yang ditetapkan 60 – 90 menit maka kinerja angkutan pedesaan ini cukup baik.

d. Waktu Sirkulasi

Waktu sirkulasi rata – rata trayek Kabanjahe –Berastagi 142,56 menit, Kabanjahe – Tigabinanga 213,95 menit, Kabanjahe – Munte 231,01 menit dan Kabanjahe – Merek 184,86 menit. Bila dibandingkan dengan waktu sirkulasinya maka waktu sirkulasi rata – rata hasil pengamatan masih jauh diatas waktu sirkulasi hasil optimasi. Hal ini dikarenakan terlalu lama angkutan berhenti di terminal akhir.

e. Faktor Muatan (load factor)

Nilai load factor rata – rata untuk trayek Kabanjahe – Berastagi 61,19 %, Kabanjahe – Tigabinanga 111,29 %, Kabanjahe – Munte 80,22 % dan Kabanjahe – Merek 67,53 %. Untuk trayek Kabanjahe – Berastagi, Kabanjahe – Munte dan Kabanjahe - Merek kinerjanya sudah cukup baik karena nilainya yang mendekati nilai standard, sedangkan untuk trayek Kabanjahe – Tigabinanga kinerjanya kurang baik jika diukur dengan standard yang ditetapkan.

f. Optimasi Jumlah Armada

Jumlah armada optimum per periode jam sibuk untuk trayek Kabanjahe – Berastagi pada periode jam sibuk pagi 18 kendaraan, 17 kendaraan untuk siang dan sore 15 kendaraan. Sedangkan jumlah armada optimum untuk trayek Kabanjahe – Tigabinanga 12 kendaraan untuk jam sibuk pagi, 16


(3)

kendaraan untuk siang dan 11 kendaraan untuk sore. Untuk trayek Kabanjahe – Munte 6 kendaraan untuk jam sibuk pagi, 7 kendaraan untuk siang dan 6 kendaraan untuk jam sibuk sore. Dan untuk trayek Kabanjahe – Merek dibutuhkan kendaraan 7 kendaraan untuk pagi, 6 kendaraan untuk siang dan 5 kendaraan untuk sore.

5.2 Saran

Berdasarkan analisis dan kesimpulan sebelumnya beberapa saran seperti :

1. Untuk meningkatkan faktor muatan / rit perlu dilakukan mengoptimalkan jumlah armada yang beroperasi sedangkan untuk menstabilkan faktor muatan yang melebihi standard perlu penambahan armada.

2. Perlu dilakukan segera perbaikan jalan dipersimpangan Munte agar kecepatan perjalanan maupun waktu perjalanan trayek Kabanjahe – Munte dan Kabanjahe – Tigabinanga menjadi lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Dian Krisna, 2006. Evaluasi Rute Angkutan Perdesaan di Kabupaten

Sleman. Makalah disampaikan pada Simposium IX FSTPT, Universitas

Brawijaya Malang.

Akbar, Ali dkk, 2011. Evaluasi Kinerja Angkutan KRDI Sri Lelawangsa Lintas MEDAN-BINJAI. Makalah Disampaikan padaThe 14th FSTPT International Symposium, Pekanbaru.

BadanPusatStatitik Kabupaten Karo. 2011. Karo Dalam Angka 2011.

Depari, Sumbul S, 2009. Perancangan Pembangunan Wilayah di Sumatera Indonesia : Satu Kajian Persepsi Keatas Impak Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Pembangunan Kawasan Agropolitan Keatas Sosial Ekonomi di Kabupaten Karo. Tesis S-3 Universitas Sains Malaysia.

Departemen Perhubungan Kabupaten Karo. Daftar Perusahaan Angkutan Mobil Penumpang Umum Angkutan Pedesaan di Kabupaten Karo 2010.Ezeddin, Faizal, 2005. Analisis Waktu Tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas – Terminal Sambu di Kota Medan. Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005


(5)

Finayanti, Rini, 2005. Studi Karakteristik Sistem Transportasi Angkutan Pedesaan

dari dan Ke Lubuk Pakam. Skripsi S-1 Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan

Hendrawan, Yudhi, 2006. Evaluasi Armada Angkutan Umum Perkotaan ( Studi

Kasus KPUM Trayek 64). Skripsi S-1 Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan

Hisyam, Ibnu dkk, 2006. Analisis Variabel- variabel Penentu Kinerja Angkutan

Jalan Untuk Penumpang Perkotaan. Makalah disampaikan pada PILAR

Vol. 15 Nomor 2.

Morlok, Edward K, 1984. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta

Nadeak, Joston J, 2008, Evaluasi Kinerja Pelayanan Angkutan Umum Pedesaan di

Kabupaten Samosir (Studi Kasus), Skripsi S-1 Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah.

Peraturan Menteri Perhubungan No: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional.

Prianto, Sigit, 2006. Evaluasi Kinerja Operasi Angkutan Perdesaan Kabupaten

Bantul Daerah Istimewa Yokyakarta. Makalah disampaikan pada

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang,

Rahardjo Adisasmita, 2010. Dasar-dasar Ekonomi Transportasi. Graha Ilmu. Yogyakarta

Setijowarno, Djoko dkk, 2000 Kajian Kinerja angkutan Pedesaan Wilayah Pesisir. Makalah disampaikan pada Simposium III FSTPT.


(6)

Sormin, Tonggo, 2012 Analisa Angkutan Umum Perkotaan ( Studi Kasus : Kec. Sunggal Kab. Deli Serdang). Skripsi S-1 Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan

Sudjana, 1992. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung

Tamin, O. Z (2008). Perencanaan, Pemodelan, danRekayasaTransportasi, ITB Bandung