pemberian zeolit taraf 9,0 partikel halus yang diaktivasi pabrik kecernaan lemak lebih tinggi, sedangkan pemberian zeolit taraf 4,5 partikel kasar yang
diaktivasi ulang kecernaan lemak lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum. lebih tinggi bila diberikan pada taraf 8,0
dibandingkan pemberian ransum kontrol. Penelitian Aritonang dan Silalahi 1990 melaporkan bahwa kecernaan lemak nyata lebih rendah dengan pemberian 4,5
dan 6,0 dibandingkan taraf pemberian 1,5 dan 3,0 zeolit dalam ransum babi. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan spesies zeolit atau komposisi
ransum yang digunakan dalam percobaan.
89,5 AP:Y=92-1,11x
88,0 86,5
Aktivasi pabrik 85,0
Aktivasi ulang 83.5
82,0 AU=Y=78+1,33
4,5 9,0
taraf zeolite Gambar 1. Grafik interaksi taraf dengan aktivasi terhadap
kecernaan lemak
4.5. Kecernaan serat kasar
Pada tabel 6 dapat dilihat data kecernaan serat kasar selama 10 minggu percobaan. Bila diperhatikan data koefisien cerna serat kasar tabel 12 bahwa
kecernaan lemak secara umum meningkat dari 81,4 menjadi 67,4.
Tabel 6. Koefisien cerna serat kasar
Z e o l i t 4,5
9,0 Halus
Kasar Halus
Kasar Ula-
ngan kontrol
AP
a
PU
b
AP PU
AP PU
AP PU
1 20,14
62,22 43,41 54,58 63,81 53,31 86,68 77,57 56,79
2 65,30
65,16 50,13 61,07 60,74 81,15 79,43 58,71 74,93
3 52,13
52,79 50,41 73,21 67,77 59,25 55,21 58,02 67,45
Rata rata
45,86 60,06 85,59 62,96 87,60
64,57 73,77 89,20 66,36
Keterangan :
a
AP = Aktifitas pabrik
b
AU = Aktivasi ulang koefisien keragaman = 17,52
Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian zeolit dalam ransum baik taraf 4,5 maupun 9,0 tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan serat kasar,
tetapi kecernaan serat kasar cenderung sekitar 12,76 lebih tinggi dengan taraf pemberian 9,0 67,7 vs 58,8. Keadaan ini didukung oleh adanya perbedaan
yang nyata P0,05 terhadap konsumsi serat kasar yang lebih rendah pada taraf pemberian 9,0 zeolit dalam ransum. Secara teoritis serat kasar mempengaruhi
tinggi rendahnya koefisien cerna suatu ransum. Semakin tinggi kadar serat kasar yang dikonsumsi, maka koefisien cerna ransum tersebut akan menurun.
Secara statistik ukuran partikel zeolit dalam ransum baik partikel halus maupun partikel kasar tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan serat kasar, tetapi
kecernaan serat kasar lebih tinggi dengan pemberian zeolit partikel kasar 64,6 vs 61,6. Hal ini didukung oleh konsumsi serat kasar yang tidak nyata berbeda,
tetapi lebih banyak dikonsumsi oleh babi yang memperoleh pemberian zeolit partikel kasar. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Semakin tinggi kadar
serat kasar yang dikonsumsi, maka koefisien cerna ransum tersebut akan menurun dan sebaliknya Rogers et al, 1982.
Aktivasi zeolit baik diaktivasi pabrik maupun diaktivsi ulang tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan serat kasar karena sama-sama menghasilkan
koefisien yang sama masing-masing sebesar 63,1. Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi pemanasan zeolit tidak berkaitan langsung dengan kecernaan serat
kasar dalam ransum. Hal ini mungkin disebabkan oleh aktivasi zeolit terutama adalah terhadap pertukaran kation dan penyerapan zat-zat organik dalam suatu
larutan.
Dari hasil penelitian ini dapat diungkapkan bahwa pemberian zeolit taraf 9,0 partikel kasar baik yang diaktivasi pabrik maupun diaktivasi ulang kecernaan
serat kasar lebih tinggi, sedangkan pemberian zeolit taraf 4,5 Partikel halus baik yang diaktivasi pabrik maupun diaktivasi ulang kecernaan serat kasar vlebih
rendah dibandingkan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.
4.6. Kecernaan abu