tetapi lebih banyak dikonsumsi oleh babi yang memperoleh pemberian zeolit partikel kasar. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Semakin tinggi kadar
serat kasar yang dikonsumsi, maka koefisien cerna ransum tersebut akan menurun dan sebaliknya Rogers et al, 1982.
Aktivasi zeolit baik diaktivasi pabrik maupun diaktivsi ulang tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan serat kasar karena sama-sama menghasilkan
koefisien yang sama masing-masing sebesar 63,1. Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi pemanasan zeolit tidak berkaitan langsung dengan kecernaan serat
kasar dalam ransum. Hal ini mungkin disebabkan oleh aktivasi zeolit terutama adalah terhadap pertukaran kation dan penyerapan zat-zat organik dalam suatu
larutan.
Dari hasil penelitian ini dapat diungkapkan bahwa pemberian zeolit taraf 9,0 partikel kasar baik yang diaktivasi pabrik maupun diaktivasi ulang kecernaan
serat kasar lebih tinggi, sedangkan pemberian zeolit taraf 4,5 Partikel halus baik yang diaktivasi pabrik maupun diaktivasi ulang kecernaan serat kasar vlebih
rendah dibandingkan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.
4.6. Kecernaan abu
Pada tabel 7 ditampilkan rataan koefisien cerna abu selama 10 percobaan. Bila diamati data koefisien cerna abu dalam percobaan ini bahwa kecernaan abu
secara umum menurun dari 44,0 menjadi 38,2 untuk taraf pemberian 4,5
,dan menurun dari 44,0 menjadi 27,7 untuk taraf pemberian 9,0 zeolit dalam ransum di bandingkan pemberian ransum kontrol.
Tabel 7. Koefisien cerna abu
Z e o l i t
a, b
4,5 9,0
Halus Kasar
Halus Kasar
Ula- ngan
kontrol AP
c
PU
d
AP PU
AP PU
AP PU
1 49,29
42,72 53,37 31,17 40,17 22,00 36,53 17,77 21,83
2 32,40
21,13 36,51 36,15 48,23 42,63 27,83 22,03 36,56
3 50,21
27,38 36,82 39,88 44,61 36,38 31,26 20,74 16,67
Rata rata
43,97 30,41 42,23 35,73 44,33
33,67 31,87 20,18 25,02
Keterangan :
a
taraf berbeda sangat nyata P0,01
b
interaksi taraf dengan ukuran partikel P0,01
c
AP = Aktifitas pabrik
d
AU = Aktivasi ulang koefisien keragaman = 30,77
Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi taraf pemberian zeolit dalam ransum, maka semakin menurun kecernaan abu dalam ransum. Hal ini mungkin di
sebabkan oleh semakin meningkatnya mineral-mineral tak tercerna dalam ransum yang berasal dari zeolit. Seperti di ketahui bahwa kandungan zeolit
sebagian besar adalah abu Vest dan shutze, 1984. Kenyataan ini terbukti bila di tinjau komposisi proksimat ransum percobaan tabel 3 bahwa kandungan abu
sekitar 37,44 lebih tinggi dengan pemberian 4,5 zeolit, dan sebesar 53,06 lebih tinggi oleh pemberian 9,0 zeolit di bandingkan pemberian ransum kontrol.
Analisis statistik menunjukkan bahwa taraf pemberian zeolit dalam ransum sangat nyata berbeda P0,01 kecernaan abu lebih rendah 27,49 untuk taraf
pemberian 9,0 zeolit di bandingkan taraf 4,5 27,7 vs 38,2 . Hal ini di
dukung oleh adanya perbedaan yang nyata P0,1 konsumsi abu lebih tinggi sekitar 21,29 pada pemberian 9,0 di bandingkan taraf pemberian 4,5.
Ukuran partikel zeolit secara statistik baik partikel halus maupun partikel kasar tidak nyata mempengaruhi perbedaan kecernaan abu , tetapi kecernaan abu
pada pemberian zeolit partike halus 34,6 vs 31,3. Keadaan ini mungkin di sebabkan oleh luas permukaan zeolit partikel kasar yang lebih besar sehingga
lebih sukar tercerna oleh selaput usus selama berada di saluran pencernaan.
Demikian pula aktivasi zeolit baik aktivasi pabrik maupun aktivasi ulang tidak menunjukan perbedaan secara statitik , tetapi kecernaan abu lebih tinggi bila di
lakukan aktivasi ulang 35,9 vs 30,0. Hal ini mungkin berhubungan dengan pernyataan Tsitsishvili 1998 bahwa dengan memanaskan zeolit berlangsung
dehidrasi air dan terbentuknya rongga-rongga yang mikro- porous yang sangat aktif, sementara itu permukaan zeolit lebih bersih dari senyawa-senyawa
pengotor husaini, 1990.
Di temukan interaksi yang nyata p0,05 antara taraf dengan ukuran partikel yang menunjukkan bahwa pemberian kecernaan abu nyata berbeda lebih rendah
padataraf pemberian 9,0 berpartikel kasar baik di bandingkan dengan zeolit partikel halus dan kasar pada taraf pemberian 4,5 maupun zeolit partikel halus
taraf pemberian 9,0 yang tidak menunjukkan perbedaan diantara perlakuan 23 vs36 dan vs 40 dan vs 32 . Hal ini secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.
U2: Y= 57 - 3,78x 40
36 32
28 24
20 U1: Y = 40 – 0,89X
Aktivasi pabrik Aktivasi ulang
4,5 9,0
Taraf zeolit Gambar 2. Grafik interaksi taraf dengan partikel zeolit terhadap
kecernaan Abu Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa pemberian zeolit taraf 4,5
partikel halus yang diaktivasi ulang kecernaan abu lebih tinggi , sedangkan pemberian zeolit taraf 9,0 partikel kasar yang diaktivasi pabrik kecernaan abu
lebih rendah dibandingkan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.
4.7. Koefisien cerna energi