Ukuran partikel zeolit baik partikel kasar maupun partikel halus, dan aktivasi pemanasan zeolit baik aktivasi pabrik maupun aktivasi ulang tidak berpengaruh
nyata terhadap kecernaan bahan kering, tetapi memberikan koefisien cerna yang sama masing-masing sebesar 78,4 baik partikel halus maupun kasar;
demikian pula aktivasi zeolit masing-masing menghasilkan koefisien sebesar 78,8 baik aktivasi pabrik maupun aktivasi ulang. Hal ini mungkin dapat
dihubungkan dengan konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata, tetapi dengan pemberian zeolit partikel kemungkinan partikel bahan makanan lebih banyak
tercerna; sedangkan zeolit yang diaktivasi ulang aktivitas zeolit dalam proses pertukaran kation dan penyerapan bahan kering kemungkinan lebih tinggi
dibandingkan yang diaktivasi pabrik.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian zeolit taraf 4.5 partikel kasar yang diaktivasi ulang kecernaan bahan kering lebih tinggi,
sedangkan pemberian taraf 9,0 partikel halus yang diaktivasi pabrik kecernaan bahan organik lebih rendah dibandingkan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.
4.2. Kecernaan bahan organik
Pada tabel 3 disuguhkan rataan kecernaan bahan organik selama 10 minggu percobaan. Bila diamati data koefisien cerna bahan organik terlihat bahwa
koefisien cerna bahan organik ransum secara umum meningkat dari 83,7 menjadi 86,3 untuk taraf zeolit 4,5, dan meningkat dari 83,7 menjadi 85,4
untuk taraf zeolit 9,0 dibandingkan pemberian ransum kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Torri 1977 untuk ayam dan babi menurut Mumpton
dan Fishman 1977 disebabkan penurunan kadar air bagi pertumbuhan mikrobial yang terlihat pada feses.
Tabel 3. Koefisien cerna bahan organik
Z e o l i t 4,5
9,0 Halus
Kasar Halus
Kasar Ula-
ngan kontrol
AP
a
AU
b
AP AU
AP AU
AP AU
1 84,47
87,87 85,47 84,41 88,19 84,50 86,38 85,88 83,47
2 85,05
86,02 85,09 85,04 86,88 86,33 84,24 85,49 87,29
3 81,63
85,38 85,91 85,91 87,58 86,30 84,34 85,07 85,99
Rata rata
83,72 86,42 85,49 85,65 87,55
85,71 84,98 85,48 85,58
Keterangan :
a
AP = Aktifitas pabrik
b
AU = Aktivasi ulang koefisien keragaman = 1,45
Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian zeolit baik taraf 4,5 maupun 9,0 dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan
organik, meskipun kecernaan bahan organik meskipun kecernaan bahan organik sedikit berbeda lebih tinggi dengan pemberian 4,5 86,3 vs 85,4. Hal yang
serupa dilaporkan Tsitsishvili et al 1984. Dalam pemberian 8,0 klinoptilolit tidak nyata berbeda dengan taraf 5,0, namun kecernaan bahan organik
cenderung lebih tinggi pada taraf pemberian 8,0. Hal ini mungkin pada taraf pemberian yang lebih rendah 4,5, waktu kontak antara zeolit dan larutan tidak
cukup untuk pertukaran kation yang sempurna, maka perlu penambahan jumlah zeolit.
Kecernaan bahan organik tidak nyata dipengaruhi oleh ukuran partikel zeolit baik pertikel kasar 85,7 vs 86,1. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan luas
menampung zeolit partikel kasar yang lebih cepat berhubungan dengan bahan- bahan makanan atau jumlah Al yang lebih sedikit terdapat dalam kerangka.
Sedangkan aktivasi pemanasan zeolit baik aktivitas pabrik maupun aktivasi ulang tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi menghasilkan koefisien cerna
yang serupa masing-masing sebesar 85,9 terhadap kecernaan bahan organik. Keadaan ini menunjukkan bahwa aktivasi ulang zeolit tidak mempengaruhi sifat-
sifat zeolit terutama dalam pertukan ion maupun penyerapan. Hal ini mungkin aktivasi ulang yang dilakukan dalam percobaan ini tidak mendukung
terbentuknya ronggo-rongga yang mikro-porous yang diharapkan sangat aktif dalam proses penyerapan maupun pertukaran ion.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kecernaan bahan organik lebih tinggi pada pemberian zeolit taraf 4,5 partikel kasar baik aktivasi pabrik
maupun diaktivasi ulang, sedangkan kecernaan bahan organik lebih rendah pada pemberian zeolit taraf 9,0 berpartikel halus baik yang diaktivasi ulang
maupun diaktivasi pabrik dibandingkan perlakuan zeolit lainnya dalam ransum.
4.3. Kecernaan protein