Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

(1)

฀AMBARAN PERAN SERTA PETU฀AS KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KELURAHAN

฀AMBIR BARU KECAMATAN KISARAN TIMUR TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh :

PANDAPOTAN P. SORMIN NIM. 091000084

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh ฀elar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

PANDAPOTAN P. SORMIN NIM. 091000084

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PEN฀ESAHAN

Judul Skripsi : ฀ambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Nama Mahasiswa : Pandapotan P. Sormin

Nomor Induk Mahasiswa : 091000084

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 7 Februari 2015

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi.MKM Drs. Alam Bakti Keloko, Mkes NIP:196712191993031003 NIP. 196206041992031001


(4)

KATA PEN฀ANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan kita Yesus Kristus karena atas berkat dan kasih karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “฀ambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Dengan rasa hormat dan berbangga hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah terkasih H. Sormin yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan ketegasan dan memberikan kasih sayangnya sejak kecil serta kepada Ibu S. br Hutasoit yang tak pernah berhenti untuk selalu mendukung penulis baik dalam doa dan perhatian. Skripsi ini penulis persembahkan buat orang tua terhebat yang penulis banggakan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

฀. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M. Kes selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak


(5)

3

3

memberikan waktu, pikiran, saran, bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini serta yang menjadi sumber inspirasi penulis.

4. Ibu Dra. Syarifah, MS dan Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku penguji I dan II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Saudara penulis, kakak dr. Erika meiliana dan abang polisi Halasan Aston

dan Denny Richard serta adik Chris Jerry Natanael, yang sudah menjadi kakak, abang dan adik terbaik dalam hidup penulis, yang banyak berusaha dan bekerja keras dalam membantu penulis.

8. Kepada sahabat seperjuangan penulis ’09 ( Desima, Sri, Thomson, Yosua) yang sudah menjadi sahabat seperjuangan, melewati masa-masa indah dan sulit serta menjadi saudara yang hebat.

9. Terkhusus 6 bersaudara (Aryo, Dearman, Fredy, Hotman dan Lucky)

kalian yang terbaik yang pernah ada. Pejantan tangguh.

฀0. Kepada ip-ip penulis (Iyun, Eboy, Jane, Medis, Jani, Dedew) yang sudah menjadi ip-ip terbaik yang penulis dapatkan. Semangat berusaha dalam studinya.

฀฀. Seluruh keluarga kedua penulis yang ada di GMKI koms FKM USU ( Bg ฀ib: makasi abang awak, Bg Richi yang sering main bareng , Bg Laf yang sering dipinjam bukunya, Bg Jos yang suka ngelawak, Abdon, Doli,


(6)

Daniel, Manggor, Tommy dan masih banyak lagi) yang sudah penulis anggap sebagai Abang dan Adik penulis sendiri. Terima kasih buat nasihat, teguran dan semangat yang diberikan.

฀2. Terkhusus seseorang yang berarti besar bagi penulis, kepada malaikat pelindungku Riris Sarmarito Lumban ฀aol terima kasih buat nasihat, teguran, semangat serta menjadi sandaran atas masa-masa sulit dan indah yang dilewati dalam penyelesaian skripsi ini. Semangat terus, jadi yang terbaik.

฀3. Seluruh keluarga penulis yang berdomisili di Medan yang sudah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada.

฀4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak dalam penyusunan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata Tinggilah Iman kita, Ilmu dan Pengabdian kita “฀t omnes ฀num Sint”. Syalom Tuhan memberkati.

Medan, April 20฀5 Penulis


(7)

5

5

ABSTRAK

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB paru (Mycobacterium TB paru). Sebagian besar kuman TB paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Kecamatan Kisaran Timur merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Asahan dengan kasus penderita TB yang cukup tinggi. Dimana setiap tahunnya angka kasus TB masih pada grafik yang cukup tinggi. Pada tahun 20฀0 sebanyak 36 kasus meningkat menjadi 40 kasus pada tahun 20฀฀, kemudian meningkat menjadi 4฀ kasus di tahun berikutnya tahun 20฀2 dan terakhir di tahun 20฀3 menjadi 40 kasus.

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui Peran Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat pada penderita TB Paru Di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4. seluruh penderita TB paru yang menjalanin masa pengobatan minimal 6 bulan di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4. yaitu sebanyak 43 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan (฀otal Sampling) penderita TB yang menjalani pengobatan yaitu sebanyak 43 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengawas menelan obat terhadap kepatuhan berobat responden adalah cukup yaitu 25 orang (58.2%), Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan berobat responden adalah baik yaitu 29 orang (44.2%), Komunikasi Interpersonal terhadap kepatuhan berobat TB adalah baik yaitu 20 orang ( 46.5%), Motivasi Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat TB adalah cukup yaitu 20 orang ( 46.5%), kepatuhan berobat TB responden adalah patuh yaitu 28 orang ( 65.฀%) Berdasarkan hasil penelitian disarankan meningkatkan dalam pegawasan menelan obat (PMO) untuk mengawasi penderita menelan obat dalam upaya pengobatannya, meningkatkan penyuluhan dan pembuatan pamflet, maupun baliho untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan TB Paru, masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program pencegahan penyakit TB paru

Kata kunci : penderita TB paru, TB Paru


(8)

ABSTRACT

Pulmonary Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria directly with pulmonary tuberculosis (mycobacterium tuberculosis lung). Most of pulmonary TB germs attack lungs, but can also regarding another parts of body. East Kisaran district is one of the District in shavings with cases of TB patients are quite high. Where every year the number of TB cases is still on the charts high enough. In 20฀0 a total of 36 cases increased to 40 cases in 20฀฀, then increased to 4฀ cases in the following year in 20฀2 and the last in 20฀3 to 40 cases.

This research is a descriptive survey aimed to determine the role of Officer of Health for treatment compliance in patients with pulmonary tuberculosis in Gambir Baru subdistrict East Kisaran District of the Year 20฀4. The entire range of pulmonary tuberculosis patients who passing the treatment period of at least 6 months in Gambir Baru subdistrict East Kisaran district in 20฀4 as many as 43 people. Sampling was done by (total sampling) TB patients who undergo treatment as many as 43 people.

The results showed that the Trustees took the drug for treatment compliance respondent is good for 22 persons (5฀.2%), Health Extension of the respondent is a good treatment compliance is 29 persons (44.2%), Interpersonal Communication on TB treatment compliance is good that 20 people (46.5 %), Motivation Officer of Health for TB treatment compliance is sufficient that 20 people (46.5%), TB treatment compliance respondents were adherent of 28 people (65.฀%)

Based on the research results suggested increase counseling and manufacture of pamphlets, and billboards to increase public knowledge about the prevention of pulmonary TB, the community to participate in pulmonary tuberculosis disease prevention programs


(9)

7

7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Pandapotan P. Sormin

Tempat/ Tanggal Lahir : Kisaran/฀7 September ฀99฀

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah saudara : 4 (empat) orang

Alamat Rumah : Jl. Cendrawasih No. ฀2A

Riwayat Pendidikan :

฀. ฀996-฀997 : TK Panti Budaya Kisaran 2. ฀997-2003 : SD Panti Budaya Kisaran 3. 2003-2006 : SMP Panti Budaya Kisaran 4. 2006-2009 : SMA Santo Thomas 2 Medan

5. 2009-20฀5: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Riwayat Organisasi :

฀. 2009-sekarang : Anggota GMKI Koms FKM USU 2. 20฀0-20฀฀ : Pengurus PEMA FKM USU 3. 20฀3 : Panitia LDK GMKI FKM USU


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PEN฀ESAHAN ... i

KATA PEN฀ANTAR ... ii

ABSTRAK... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

฀.฀. Latar Belakang ... ฀ ฀.2. Rumusan Masalah ... 8

฀.3. Tujuan Penelitian ... 8

฀.3.฀. Tujuan Umum... 8

฀.3.2. Tujuan Khusus ... 8

฀.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.฀. Tuberkulosis ... ฀0

2.฀.฀. Defenisi Tuberkulosis... ฀0

2.฀.2. Sejarah Epidemiologi Tuberkulosis ... ฀0

2.฀.3. Kuman dan cara penularan Tuberkulosis ... ฀฀ 2.฀.4. Gejala Tuberkulosis Paru ... ฀4

2.฀.5. Riwayat terjadinya Tuberkulosis ... ฀5

2.฀.6. Tipe Penderita TB Paru ... ฀6

2.฀.7. Pemeriksaan Dahak ... ฀7

2.฀.8. Prinsip pengobatan Tuberkulosis ... ฀8

2.2. Pencegahan penularan TB Paru ... ฀9

2.3. Kepatuhan berobat ... 20

2.4. Penanggulangan penyakit TB Paru dengan DOTS... 26

2.5 Pengawas Menelan Obat (PMO) ... 27

2.5.฀. Syarat dan kriteria Pengawas Menelan Obat (PMO) ... 27

2.5.2. Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO) ... 28

2.6. Penyuluh Kesehatan (TB Paru) ... 28

2.7. Hubungan Interaksi Petugas Kesehatan ... 30

2.7.฀. Komunikasi Interpersonal ... 30

2.7.2. Motivasi ... 33

2.8. Kerangka konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 37

3.฀. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 37

3.2.฀. Lokasi ... 37


(11)

9

9

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 37

3.3.฀. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 37

3.4. Metode Pengumpulan data ... 38

3.4.฀. Data Primer... 38

3.4.2. Data Sekunder ... 38

3.5. Defenisi Operanional... 38

3.6. Aspek Pengukuran ... 39

3.7. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 4฀

3.7.฀. Pengolahan Data ... 4฀

3.7.2. Analisa Data ... 4฀

BAB IV HASIL PENELITIAN... 42

4.฀. Lokasi Penelitian ... 42

4.2. Karakteristik Responden... 42

4.3. Analisa Univariat... 43

4.3.฀. Distribusi Pengawas Menelan obat (PMO) terhadap kepatuhan berobat Penderita TB... 43

4.3.2. Distribusi Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan berobat Penderita TB... 46

4.3.3. Distribusi Komunikasi Interpersonal terhadap kepatuhan berobat Penderita TB... 49

4.3.4. Distribusi Motivasi Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat Penderita TB... 52

4.3.5. Distribusi kepatuhan berobat Penderita TB ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 58

5.฀. Gambaran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Kepatuhan berobat Penderita TB... 58

5.2. Gambaran Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan Berobat Penderita TB... 60

5.3. Gambaran Komunikasi Interpersonal terhadap Kepatuhan berobat penderita TB ... 6฀

5.4. Gambaran Motivasi Petugas Kesehatan terhadap Kepatuhan berobat penderita TB ... 63

5.5. Gambaran Kepatuhan berobat penderita TB ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 68

6.฀. Kesimpulan ... 68

6.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel ฀.฀. Tabel Penjaringan Suspek TB paru Puskesmas Gambir Baru

Kecamatan Kisaran Timur... 4 Tabel 4.฀. Distribusi Karakteristik Masyarakat di Kelurahan Gambir Baru

Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4 ... 43 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengawas Menelan Obat

(PMO) terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di

Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4 ... 45 Tabel 4.3. Distribusi Kategori Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap

Kepatuhan berobat penderita TB Paru di kelurahan Gambir

Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4... 47 Tabel 4.4. Distribusi Responden berdasarkan Penyuluh Kesehatan

Terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di kelurahan

Gambir Baru Kecamatan Kisaran timur Tahun 20฀4... 48 Tabel 4.5. Distribusi Kategori Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan

Berobat penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru

Kecamatan Kisaran timur Tahun 20฀4... 50 Tabel 4.6. Distribusi Responden berdasarkan Komunikasi Interpersonal

Terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di kelurahan

Gambir Baru Kecamatan Kisaran timur Tahun 20฀4... 5฀ Tabel 4.7. Distribusi Kategori Komunikasi Interpersonal terhadap

Kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kelurahan Gambir

Baru Kecamatan Kisaran timur Tahun 20฀4... 54 Tabel 4.8. Distribusi Responden berdasarkan Motivasi Petugas Kesehatan

Terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kelurahan

Gambir Baru Kecamatan Kisaran timur Tahun 20฀4... 54 Tabel 4.9. Distribusi Kategori Motivasi Petugas Kesehatan terhadap

Kepatuhan berobat penderitaTB Paru di Kelurahan Gambir

Baru Kecamatan Kisaran timur Tahun 20฀4... 57 Tabel 4.฀0. Distribusi Responden berdasarkan Kepatuhan berobat Penderita

TB Paru di kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur


(13)

฀฀

฀฀

Tabel 4.฀฀. Distribusi Kategori kepatuhan berobat Penderita TB Paru Di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4... 60


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ฀. Surat Permohonan izin penelitian Lampiran 2. Surat Selesai Penelitian

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Master Data


(15)

5

5

ABSTRAK

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB paru (Mycobacterium TB paru). Sebagian besar kuman TB paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Kecamatan Kisaran Timur merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Asahan dengan kasus penderita TB yang cukup tinggi. Dimana setiap tahunnya angka kasus TB masih pada grafik yang cukup tinggi. Pada tahun 20฀0 sebanyak 36 kasus meningkat menjadi 40 kasus pada tahun 20฀฀, kemudian meningkat menjadi 4฀ kasus di tahun berikutnya tahun 20฀2 dan terakhir di tahun 20฀3 menjadi 40 kasus.

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui Peran Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat pada penderita TB Paru Di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4. seluruh penderita TB paru yang menjalanin masa pengobatan minimal 6 bulan di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4. yaitu sebanyak 43 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan (฀otal Sampling) penderita TB yang menjalani pengobatan yaitu sebanyak 43 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengawas menelan obat terhadap kepatuhan berobat responden adalah cukup yaitu 25 orang (58.2%), Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan berobat responden adalah baik yaitu 29 orang (44.2%), Komunikasi Interpersonal terhadap kepatuhan berobat TB adalah baik yaitu 20 orang ( 46.5%), Motivasi Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat TB adalah cukup yaitu 20 orang ( 46.5%), kepatuhan berobat TB responden adalah patuh yaitu 28 orang ( 65.฀%) Berdasarkan hasil penelitian disarankan meningkatkan dalam pegawasan menelan obat (PMO) untuk mengawasi penderita menelan obat dalam upaya pengobatannya, meningkatkan penyuluhan dan pembuatan pamflet, maupun baliho untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan TB Paru, masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program pencegahan penyakit TB paru

Kata kunci : penderita TB paru, TB Paru


(16)

ABSTRACT

Pulmonary Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacteria directly with pulmonary tuberculosis (mycobacterium tuberculosis lung). Most of pulmonary TB germs attack lungs, but can also regarding another parts of body. East Kisaran district is one of the District in shavings with cases of TB patients are quite high. Where every year the number of TB cases is still on the charts high enough. In 20฀0 a total of 36 cases increased to 40 cases in 20฀฀, then increased to 4฀ cases in the following year in 20฀2 and the last in 20฀3 to 40 cases.

This research is a descriptive survey aimed to determine the role of Officer of Health for treatment compliance in patients with pulmonary tuberculosis in Gambir Baru subdistrict East Kisaran District of the Year 20฀4. The entire range of pulmonary tuberculosis patients who passing the treatment period of at least 6 months in Gambir Baru subdistrict East Kisaran district in 20฀4 as many as 43 people. Sampling was done by (total sampling) TB patients who undergo treatment as many as 43 people.

The results showed that the Trustees took the drug for treatment compliance respondent is good for 22 persons (5฀.2%), Health Extension of the respondent is a good treatment compliance is 29 persons (44.2%), Interpersonal Communication on TB treatment compliance is good that 20 people (46.5 %), Motivation Officer of Health for TB treatment compliance is sufficient that 20 people (46.5%), TB treatment compliance respondents were adherent of 28 people (65.฀%)

Based on the research results suggested increase counseling and manufacture of pamphlets, and billboards to increase public knowledge about the prevention of pulmonary TB, the community to participate in pulmonary tuberculosis disease prevention programs


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (Global Tuberculosis Control, 20฀0). Sampai saat ini, belum satupun negara di dunia yang terbebas dari TB Paru. Bahkan untuk negara maju yang pada mulanya angka tuberkulosis sudah menurun, belakangan naik lagi mengikuti peningkatan penderita HIV positif dan AIDS (Depkes, 20฀0).

TB Paru merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2004 menyatakan bahwa 8,8 juta jumlah penderita baru TB Paru dengan 3,9 juta kasus Basil Tahan Asam (BTA) positif pada tahun 2002. Prevalensi TB Paru di beberapa negara seperti Oseania 7/฀00.000, AS dan Kanada ฀4/฀00.000, Eropa dan Rusia 24/฀00.000, Amerika Latin 80/฀00.000, Asia ฀฀0/฀00.000, Afrika ฀65/฀00.000.4 Di dunia terdapat sekitar 9 juta kasus baru TB dan kira-kira 2 juta kematian karena TB pada tahun 2005 dan yang termasuk menderita kasus HIV komplikasi dengan TB Paru sebesar 2฀9.000.

Di negara-negara miskin TB Paru masih merupakan masalah besar. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan jumlah terbesar kasus TB Paru terdapat di Asia Tenggara


(18)

yaitu 33% dari seluruh kasus TB Paru di dunia, tetapi jika dilihat dari jumlah penduduk terdapat ฀82 per ฀00.000 penduduk. Di Afrika yang hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per ฀00.000 penduduk. Angka mortalitas TB Paru terbesar di Asia Tenggara sebesar 39 per ฀00.000 penduduk.

Di Indonesia, Penyakit TB Paru merupakan salah satu penyebab kematian yang terbesar di negara kita tampak belum dapat diredakan penyebarannya, apalagi penyembuhannya secara tuntas dalam masyarakat. Masalah penyakit TB di Indonesia yang demikian rumit masih belum tuntas seperti adanya faktor risiko eksternal (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, merokok, kepadatan hunian, status gizi, sosial ekonomi dan perilaku) yang mempengaruhi penyebaran dan penularan TB, di lain pihak diperberat lagi dengan tingginya prevalensi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan munculnya resistensi ganda terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau disebut dengan Multidrug Resistance ฀uberculosis (MDR-TB) (Depkes, 20฀0).

Adapun permasalahan dalam pengendalian TB masih sangat besar, dan Indonesia masih berkontribusi sebesar 5,8% dari kasus TB yang ada di dunia. Dengan masih adanya sekitar 430.000 pasien baru per tahun dan angka insiden ฀89/฀00.000 penduduk serta angka kematian akibat TB sebesar 6฀.000 per tahun atau 27/฀00.000 penduduk, TB masih menjadi tantangan dalam masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. (Kemenkes RI, 20฀฀).

Di Sumatera Utara, penderita TB menempati urutan ketujuh nasional. Jumlah penderita TB Paru klinis di Sumatera Utara pada tahun 20฀2 sebanyak ฀04.992 orang setelah dilakukan pemeriksaan dan yang diobati sebanyak ฀3.744 orang serta yang sembuh sebanyak 9.390 orang atau sekitar 68,32% (Dinkes Sumut, 20฀2).


(19)

3

3

Berdasarkan profil dinas kesehatan Kabupaten Asahan, Kabupaten Asahan adalah salah satu Kabupaten di Sumetera Utara yang memiliki angka CDR cukup tinggi, pada tahun 20฀3 CDR di Kabupaten Asahan adalah 60,76% . Kabupaten ini pada tahun 20฀0 terdapat 7฀3 kasus atau dengan Incidence Rate (IR) 0,69 per ฀.000 penduduk. Tahun 20฀฀ kembali meningkat dengan jumlah kasus 9฀0 kasus atau IR 0,88 per ฀.000 penduduk, tahun 20฀2 kembali naik dengan jumlah kasus ฀3.739 atau IR ฀3,23 per ฀.000 penduduk dengan BTA +ada sebanyak ฀.030 kasus, tahun 20฀3 dengan jumlah kasus klinis sebanyak ฀฀.824, sementara TB Paru dengan BTA + ada sebanyak ฀.245 kasus. (Profil Kesehatan Kabupaten Asahan 20฀3).

Kecamatan Kisaran Timur merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Asahan dengan kasus penderita TB yang cukup tinggi. Dimana setiap tahunnya angka kasus TB masih pada grafik yang cukup tinggi. Pada tahun 20฀0 sebanyak 36 kasus meningkat menjadi 40 kasus pada tahun 20฀฀, kemudian meningkat menjadi 4฀ kasus di tahun berikutnya tahun 20฀2 dan terakhir di tahun 20฀3 menjadi 40 kasus. (Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan, 20฀3).

Berdasarkan Laporan pemberantasan penyakit menular di Puskesmas Gambir Baru kecamatan Kisaran Timur ini adapun penderita TB yang semakin tinggi ditambah dengan suspek penderita TB baru yang semakin meluas dan semakin banyaknya penderita TB yang mengalami Multi Drugs Resistense (MDR). Adapun permasalahan yang signifikan ialah masyarakat yang beranggapan bahwa penyakit TB paru ini merupakan penyakit batuk biasa sehingga masyarakat menjadi tidak patuh dalam pengobatannya dan banyaknya masyarakat yang mengalami putus berobat.


(20)

Untuk lebih jelasnya penjaringan suspek TB paru di Kecamatan ini dapat di lihat pada Tabel ฀.฀ di bawah ini.

Tahun Jumlah

suspek Penderita TB baru Penderita TB sembuh Penderita TB pengobatan Default

20฀0 ฀89 36 34 2

20฀฀ 202 40 35 5

20฀2 238 4฀ 39 2 + ฀*

20฀3 257 40 36 4

Sumber: Profil Puskesmas Gambir Baru Kecamatan Kisaran ฀imur * : meninggal dunia

Pengobatan TB paru pada zaman sekarang ini semestinya sudah tidak menjadi masalah lagi. Apabila dilihat dari penyebab penyakitnya yang sudah diketahui dengan pasti, sarana penunjang diagnostiknya sudah ada, bahkan obat yang ampuh dalam pengobatannya sudah ada, terlebih sudah banyaknya dokter dan petugas kesehatan yang berkompeten. Akan tetapi kenyataan yang ada membuktikan bahwa pengobatan tuberculosis ini tidaklah semudah yang diperkirakan.

Sejak Tahun ฀995, program pemberantasan penyakit TB Paru telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed ฀reatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO. Adapun strategi DOTS ini terdiri atas lima komponen yaitu : (a) Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB Paru, (b) Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c) Pengobatan TB Paru dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), (d) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita dan (e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program


(21)

5

5 penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).

DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh (Depkes RI, 2007).

Salah satu besarnya dan semakin meningkatnya kasus dan penderita TB ini disebabkan besarnya angka ketidakpatuhan penderita TB dalam menuntaskan penyakitnya sehingga mengakibatkan semakin banyaknya angka kegagalan pengobatan TB dan semakin meningkatnya resistensi penderita terhadap obat yang di konsumsi. Hal seperti ini maka dapat semakin mempersulit pemberantasan TB di Indonesia dan dapat membebani pemerintah dalam penanggulangan nya.

Keetidakpatuhan berobat secara teratur bagi penderita TB dapat menghambat pencapaian angka kesembuhan. Besar dan luasnya permasalahan akibat TB Paru mengharuskan semua pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB Paru. Untuk menurunkan angka kesakitan penyakit TB serta mencegah terjadinya resistensi obat telah dilaksanakan program nasional penanggulangan tuberkulosis.

Hasil penelitian Erawatyningsih (2009) menyatakan bahwa keteraturan/ kepatuhan berobat penderita TB paru ditentukan oleh perhatian tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan, penjelasan kepada penderitakalau perlu mengunjungi rumah serta ketersediaan obat paket TB paru. Petugas kesehatan perlu meningkatkan


(22)

penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman dan memberikan motivasi bagi penderita serta memberikan pengawasan dalam memberikan obat agar penderita dan keluarga memahami tentang TB paru, cara pencegahan dan akibat dari tidak teraturnyamenjalankan pengobatan. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita untuk datang berobat. Petugas harus memberikan penjelasan secara rinci berlaku simpatik dan ramah serta empati.

Kenyataan lain bahwa Penderita TB paru cenderung menunjukkan kepuasan lebih besar pada tenaga kesehatan yang memberikan perhatian melalui dengan pemberian kesempatan bagi penderita untuk berbicara, memberikan waktu duntuk mendengarkan memberikan penjelasan tentang penyakit dan pengobatan yang harus dilakukan serta menunjukkan kepedulian dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berlaku sebaliknya. Semakin besar kepuasan yang dirasakan penderita, penderita semakin rutin melakukan pertemuan-pertemuan dengan petugads kesehatan. Kepuasan penderita juga ditunukkan melalui kepatuhannya terhadap saran dan anjuran dari petugas kesehatan ( Alven, 2008).

Menurut Depkes RI (2007), kalau pengobatan tidak tuntas malah menyebabkan kuman kebal obat dan tentu akan muncul kuman yang lebih ganas. Setelah makan obat dua atau tiga bulan tidak jarang keluhan pasien hilang tetapi belum berarti sembuh total. Oleh karena itu, keberhasilan untuk mencapai kesembuhan selain keteraturan dan kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Paduan obat anti tuberculosis jangka pendek dan penerapan pengawasan minum obat dan pemberian penjelasan yang baik kepada penderita oleh petugas kesehatan merupakan strategi pokok dalam menjamin kesembuhan penderita.


(23)

7

7

Bedasarkan penelitian Simamora (2004), menunjukkan bahwa variable yang berpengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB paru adalah pengetahuan penderita tentang pengobatan TB Paru, ada tidaknya PMO, efek samping obat, perilaku petugas kesehatan, persepsi pasien terhadap penyuluhan kesehatan dan jarak antara rumah pasien ke puskesmas. Sama dengan penelitian Nasrin (Lusiana,2004), di Sumatera Selatan, JawaBarat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa PMO meningkatkan kepatuhan berobat. Penelitian Zuliana (2009) di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan terdapat pengaruh bermakna antara variable pengetahuan dan peran PMO terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru.

Menurut Depkes RI (2002), penderita TB paru yang tanpa pengobatan setelah lima tahun, 50% dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan 25% sebagai” kasus kronik “ yang tetap menular. Oleh karena itu walaupun paduan obat yang digunakan baik tetapi apabila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan.

Untuk itu, perlu lebih adanya sinkronisasi antara petugas kesehatan dan penderita TB disamping usaha dari penderita TB itu sendiri dalam mencapai kesembuhannya diharapkan memberikan angka kesembuhan yang tinggi yaitu minimal 85% dari penderita TB Paru BTA positif

Berdasarkan uraian di atas tersebut, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang peran serta petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru di Kelurahan Gambir baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4


(24)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian dan Latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa kurang berhasilnya penangangan penderita TB paru dalam upaya penanggulangan TB paru yang dikarenakan ketidak patuhan berobat penderita. Hal ini diduga karena masih kurangnya peran aktif petugas kesehatan sehingga peneliti ingin mengetahui “ Gambaran peran serta petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di kelurahan Gambir baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor peran serta petugas Kesehatan dalam kepatuhan berobat penderita TB paru di Puskesmas Gambir Baru kecamatan Kisaran Timur.

1.3.2. Tujuan Khusus

฀. Untuk mengetahui peran petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru di kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur. 2. Untuk mengetahui sikap petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat

penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur 3. Untuk mengetahui faktor kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kelurahan

Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

- Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan dalam memberi penyuluhan tentang penularan dan penanggulangan Tuberkulosis paru.


(25)

9

9

- sebagai pemberian informasi kepada Petugas Kesehatan dalam upaya pencegahan penularan dan penanggulangan melalui menjaga kepatuhan berobat penderita TB paru Tuberkulosis paru.

- Untuk bermanfaat bagi penderita TB Paru Positif dalam upaya pencegahan penularan dan penanggulangan Tuberkulosis Paru.

- Untuk menjadi bahan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam upaya pencegahan penularan dan penangulangan Tuberkulosis paru.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB Paru (Mycobacterium TB Paru). Sebagian besar kuman TB Paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2008).

฀.1.฀ Sejarah Epidemiologi TB Paru

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun ฀993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat ฀82 kasus per ฀00.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per ฀00.000 penduduk. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO


(27)

฀฀

฀฀

tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per ฀00.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per ฀00.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Pada tahun ฀995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB Paru dengan kematian 3 juta orang (WHO, ฀reatment of ฀B Paru, Guidelines for National Programmes, 1997). Di negara-negara berkembang, kematian TB Paru merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB Paru berada di negara berkembang, 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu ฀5-50 tahun (Depkes RI, 2002). .

2.1.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis

Kuman, Mycobacterium ฀uberculosis sebagai kuman penyebab ฀uberkulosis

yang ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun ฀882, adalah suatu basil yang bersifat tahan asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob, panjangnya ฀-4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung (sinar

ultraviolet), dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme pertahanan tubuh lemah (Alsagaff, 2005).


(28)

Kuman TB Paru bersifat aerob dan lambat tumbuh . Suhu optimum pertumbuhannya 37-38 C. Kuman TB Paru cepat mati pada paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan hidup 8-฀0 hari pada sputum kering yang melekat pada debu (Depkes RI, 2002). Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TB Paru Positif. Penularan terjadi melalui percikan dahak (droplet Infection) saat penderita batuk, berbicara atau meludah (Soediman, ฀995). Kuman TB Paru dari percikan tersebut melayang di udara, jika terhirup oleh orang lain akan masuk kedalam sistem respirasi dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya. Dengan demikian penyakit ini sangat erat kaitanya dengan lingkungan, penyakit TB Paru dapat terjadi akibat dari komponen lingkungan yang tidak seimbang (pencemaran udara). Masalah pencemaran udara di permukaan bumi sudah ada sejak zaman pembentukan bumi itu sendiri. Namun dampak bagi kesehatan manusia, tentu dimulai sejak manusia pertama itu terbentuk. Udara adalah salah satu media transmisi penularan TB Paru dimana manusia memerlukan oksigen untuk kehidupan.

Jadi jika seorang penderita TB Paru positif membuang dahak di sembarang tempat, maka kuman TB dalam jumlah besar berada di udara ( Achmadi U F, 20฀฀). Kuman TB Paru dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi utama kuman TB Paru. Gambaran TB Paru pada paru yang dapat di jumpai adalah kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh ekstra paru yang sering terkena TB Paru adalah pleura, kelenjar getah bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2002). Kemungkinan suatu infeksi


(29)

฀3

฀3

berkembang menjadi penyakit, tergantung pada konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh (Depkes RI, 2002).

Sumber penularan adalah pasien TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of ฀uberculosis Infection (AR฀I) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar ฀%, berarti ฀0 (sepuluh) orang diantara ฀000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara ฀-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

2.1.4. ฀ejala TBC (Tuberkulosis) Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru, (Depkes RI, 2002) ฀. Batuk


(30)

Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau, lebih. Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus dan terjadi iritasi. Akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan.

2. ฀Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian dapat bercampur dengan darah.

3. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak- bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak. Kehilangan darah yang banyak kadang akan mengakibatkan kematian yang cepat.

4. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas atau pengumpulan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi tuberkulosis paru.

5. Nyeri Dada

Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-kadang lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga disebabkan regangan otot.

2.1.5 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.

฀. Infeksi Primer


(31)

฀5

฀5

tuberculosis pada tubuh penderita yang belum pemah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).

Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa, kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2002).

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary ฀BC)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah tuberkulosis primer. Infeksi dapat berasal dari luar (eksogen) yaitu infeksi ulang pada tubuh penderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny) yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali, misalnya karena daya, tahan tubuh menurun (Depkes RI, 2002).

2.1.6. Tipe Penderita TB Paru

Menurut Depkes RI (2007), ada beberapa tipe penderita TB Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu:


(32)

฀. Kasus baru adalah penderita TB paru yang belum pernah diobati dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) atatu sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 4 minggu ).\

2. Kasus kambuh (relaps) adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah penderita TB Paru yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih, kemudian kembali berobat dengan BTA positif.

4. Kasus setelah gagal (failure) adalah penderita TB Paru yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih setelah pengobatan.

5. Kasus pindahan (transfer in) adalah penderita TB Paru yang dipindahkan dari UPK (Unit Pelayan Kesehatan) yang memiliki register TB ke UPK lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu penderita TB Paru dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.7. Pemeriksaan Dahak

Menurut Depkes RI (2002), diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan tiga spesimen “Sewaktu Pagi Sewaktu” (SPS) dahak secara mikroskopis langsung merupakan pemeriksaan yang paling


(33)

฀7

฀7

efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium dapat melaksanakan. Adapun tujuan dari pemeriksaan dahak pada program penanggulangan TB Paru adalah :

฀. ฀Menegakkan diagnosis dan menentukan tipe/klasifikasi. 2. ฀Menilai kemajuan pengobatan.

3. ฀Menentukan tingkat penularan.

Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada : ฀. ฀Akhir tahap intensif.

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-2 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori ฀, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-3 pengobatan ulang penderita BTA positif kategori 2.

2. ฀Sebulan sebelum akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-5 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori ฀, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-7 pengobatan ulang penderita BTA positif dengan kategori 2.

3. ฀Akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-6 pada penderita BTA positif dengan kategori ฀, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-8 pengobatan ulang BTA positf dengan kategori 2.

2.1.8. Prinsip Pengobatan Tuberkulosis Paru

Menurut Depkes RI (2002), obat TB Paru diberikan kepada penderita TB paru baru ialah dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, agar semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


(34)

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari selama dua bulan dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu selama minimal empat bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat

(resisten) . Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung ( DO฀S = Directly Observed ฀reatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

2.2. Pencegahan Penularan TB Paru

Cara pencegahan penularan TB menurut Depkes RI (2007) sebagai berikut: ฀. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh.

2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan dahak.


(35)

฀9

฀9

3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah tertutup yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah dengan tanah. 4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain:

a. ฀Menjemur peralatan tidur.

b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk.

c. Ventilasi yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman.

d. ฀Makan makanan bergizi.

e. Tidak merokok dan minum minuman keras.

f. Lakukan aktifitas fisik/olah raga secara teratur. g. ฀Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih

mengalir memakai sabun.

h. ฀Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.

2.3. Kepatuhan Berobat

Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat


(36)

mengakibatkan terhalangnya kesembuhan

Menurut Sacket (Ester,2000), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut Sarafino (Dermawanti, 20฀4), kepatuhan atau ketaatan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau boleh yang lain. Menurut Sarafino (Dermawanti, 20฀4), secara umum ketidaktaatan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita.

Dalam hal pengobatan TB Paru, (Depkes RI,2002) mengemukakan bahwa penderita yang patuh berobat ialah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan penderita yang tidak patuh adalah penderita yang tidak datang rutin berobat dan bila frekuensi meminum obat tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana pengobatan yang ditetapkan.

Selain menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan hal penderita dinyatakan patuh dalam pengobatan TB paru ialah penderita yang melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis secara langsung yaitu :

฀. Akhir tahap intensif

2. Sebulan sebelum akhir pengobatan 3. Akhir pengobatan

Adapun Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi delapan bagian, yaitu :


(37)

2฀

2฀

Tak seorang pun mematuhi instruksi jika orang tersebut salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (Ester, 2000) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.

Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola dan DiMatteo (Ester, 2000), yaitu :

a. ฀Buat instruksi yang jelas dan mudah diinterpretasikan.

b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal yang harus diingat.

c. Jika seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat, maka akan ada “efek keunggulan”, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis.

d. ฀Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis) dan hal-hal penting perlu ditekankan.

2. Faktor umur

Gunarsa (2005) mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurun


(38)

kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah.

3. Kesakitan dan pengobatan

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas

4. keyakinan sikap dan kepribadian

Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara pengukuran-pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memerhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Ciri-ciri kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang cenderung tidak patuh dari program pengobatan.

5. Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima.

6. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TB sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa


(39)

23

23

digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.

7. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

8. Dukungan profesi kesehatan

Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor penting yang dapat memengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka terutama berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting

Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2002), ada lima faktor yang mendukung kepatuhan pasien, dimana jika faktor ini lebih besar daripada hambatannya maka kepatuhan harus mengikuti. Kelima faktor tersebut adalah:

฀. Pendidikan

Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.


(40)

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara akut dalam program pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami ansietas dalam menghadapi sesuatu, harus diturunkan dulu tingkat ansietasnya dengan cara menyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan.

3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman- teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi alkohol.

4. Perubahan model terapi

Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks.

5. Interaksi petugas kesehatan dengan pasien

Adalah suatu hal penting untuk memberi umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat


(41)

25

25

mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Untuk melakukan konsultasi dan selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan.

Sementara menurut Asti (2006) bahwa banyak faktor berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi tuberkulosis, antara lain:

฀. Faktor struktural dan ekonomi

Tidak adanya dukungan sosial dan kehidupan yang tidak mapan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung program tercapainya kepatuhan pasien.

2. Faktor pasien

Umur, jenis kelamin dan suku/ras berhubungan dengan kepatuhan pasien dibeberapa tempat. Pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis dan keyakinan terhadap efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak.

3. Kompleksitas regimen

Banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta efek samping obat dapat merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian terapi pasien. Dukungan dari petugas pelayanan kesehatan Empati dari petugas pelayanan kesehatan memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien. Untuk itu, petugas harus memberikan waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada setiap pasien.

4. Cara pemberian pelayanan kesehatan

Sistim yang terpadu dari pelayanan kesehatan harus dapat memberikan sistem pelayanan yang mendukung kemauan pasien untuk mematuhi terapinya.


(42)

Dalam sistem tersebut, harus tersedia petugas kesehatan yang berkompeten melibatkan berbagai multidisiplin, dengan waktu pelayanan yang fleksibel.

2.4. Penanggulangan Penyakit TB Paru dengan Strategi DOTS

Pada tahun ฀995 WHO menganjurkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), yaitu strategi komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di seluruh dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan penderita TB Paru, agar transmisi penularan dapat dikurangi di masyarakat. Prinsip DOTS adalah mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan melakukan pelacakan bila penderita tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang ditetapkan.

Strategi DOTS mempunyai lima komponen:

฀. Komitmen politisi dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana 2. Diagnose TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

3. Penobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

Pengertian DOTS dapat diterapkan dalam kasus per kasus TB yaitu dimulai dari memfokuskan perhatian (direct attention) dalam usaha menemukan/mendiagnosis penderita secara baik dan akurat, utamanya melalui pemeriksaan mikroskopik. Selanjutnya setiap penderita harus diawasi (observed) dalam meminum obatnya yaitu obat diminum didepan seorang pengawas, dan inilah yang dikenal sebagai Directly


(43)

27

27

Observed ฀herapy (DO฀). Penderita juga harus menerima pengobatan (treatment)

dalam sistem pengelolaan, penyediaan obat anti tuberkulosis yang tertata dengan baik, termasuk pemberian regimen OAT yang adekuat yakni melalui pengobatan jangka pendek (short course) sesuai dengan klasifikasi dan tipe masing-masing kasus Tujuan penanggulangan dengan strategi DOTS adalah untuk mencapai angka kesembuhan TB Paru yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi ganda terhadap obat TB yang disebut

Multiple Drug Resistance / MDR (Sembiring, 200฀).

2.5. Pengawas Menelan Obat (PMO)

2.5.1. Syarat dan Kriteria Pengawas Menelan Obat (PMO)

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

Menurut Depkes RI (2002), persyaratan seorang PMO adalah :

- Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita. -฀Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.

-฀Bersedia membantu penderita dengan sukarela.

- ฀Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang


(44)

memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Adapun PMO yang tidak berasal dari petugas kesehatan maka sebaiknya petugas kesehatan memberikan penyuluhan ataupun pelatihan dalam memberikan informasi mengenai waktu pemberian obat serta jadwal pemeriksaan dahak dan pengambilan obat tahap selanjutnya.

2.5.2 Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO)

Menurut Depkes RI (2007), tugas seorang PMO antara lain adalah :

฀. Mengawasi ( melihat. Memantau ) penderita TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

2. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.

3. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan. ฀

4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB Paru yang mempunyai gejala-gejala tersangka TB Paru untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

2.6. Penyuluhan Kesehatan

Adapun peran dari Petugas kesehatan lainnya yaitu memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat terkait dalam masalah TB Paru. Menurut Depkes RI (2002), penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan


(45)

29

29 TB Paru.

Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media. Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung per orangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan sacara teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB Paru. Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB Paru dari “suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan memalukan” menjadi “suatu penyakit yang berbahaya tapi bisa disembuhkan”. Penyuluhan langsung per orangan dapat dianggap berhasil bila penderita bisa menjelaskan secara tepat tentang riwayat pengobatan sebelumnya, penderita datang berobat secara teratur sesuai jadwal pengobatan, anggota keluarga penderita dapat menjaga dan melindungi kesehatannya.

Menurut Dermawanti (20฀4), Adapun informasi Penyuluhan Tuberkulosis yang perlu disampaikan antara lain:

฀. Pesan pokok: apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularan dan pengobatannya serta bagaimana cara pencegahannya

2. Pesan penunjang: mengenai perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)

3. Manfaat mematuhi pengobatan secara teratur dan rutin, dan akibat apabila tidak meminum obat secara rutin dan teratur.


(46)

dilakukan yaitu:

a. Pesan yang disampaikan harus sesuai dengan permasalahan yang dihadapi misalnya masalah keteraturan meminum obat, maka pesan yang dapat diberikan yaitu bagai mana cara mencegah agar tidak lupa minum obat dan apa akibat bila tidak teratur minum obat.

b. Pesan yang disampaikan harus jelas dan mudah dimengerti oleh pasien

c. Melakukan Tanya jawab setelah selesai memberi pesan untuk mengetahui apakah sasaran memahami pesan penyuluhan yang disampaikan

d. Menggunakan alat bantu seperti poster, leaflet dan lain lain.

2.7 Hubungan interaksi Petugas Kesehatan 2.7.1 Komunikasi interpersonal/Tatap Muka

Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2002), salah satu peran petugas kesehatan yang dapat meningkatkan kepatuhan berobat penderita TB paru yairu ada nya interaksi Petugas kesehatan dengan pasien. Hal ini dapat berupa komunikasi interpersonal.

Sementara penelitian lain menurut Dermawanti (20฀4), mengatakan ada nya pengaruh komunikasi interpersonal Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru di Puskesmas Sunggal Medan. Pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan.

Menurut Sunarto dalam Dermawanti (20฀4), Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi


(47)

3฀

3฀

dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau non verbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.

Menurut Devito (฀989), komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komunikasi interpersonal.

Menurut Devito dalam Dermawanti (20฀4), Faktor-faktor yang memengaruhi Komunikasi interpersonal antara lain:

฀. Keterbukaan (opennest)

Adanya keterbukaan dalam mengungkapkan apa yang ada ataupun yang terjadi sekarang ini. Terbuka dalam pengertian ini ialah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (empathy)

Adanya perasaan empati yaitu perasaan merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, merasakan perasaan yang sama dan cara yang sama. Orang yang


(48)

berempati mampu memahami motivasi dan keinginan orang lain. 3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan yang terdapat sikap saling mendukung (supportivess). Hal ini dikarenakan komunikasi yang terbuka dan empati tidak akan dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung.

4. Sikap positif (positiveness)

Mengacu kepada adanya hubungan komunikasi yang efektif yang umumnya sangat penting dalam interaksi yang efektif. Bersikap positif dapat menciptakan situasi komunikasi yang menyenangkan.

5. Kesetaraan (equality)

Adanya sikap mampu menerima pihak lain apa adanya mampu menciptakan komunikasi yang efektif dimana kesetaraan dapat membuat situasi yang harmonis tanpa merasa terkucil dan dikucilkan.

2.7.2. Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2003) motivasi diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.

Menurut Mitchell dalam Simamora (2004), motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu. Adapun pendapat lain menyatakan motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat


(1)

Master Data

Nama Umur JK Pddk Pkrj lama rawatan Nama PMO Status PMO

Sulaiman 75 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani ฀0 Nur Afni Suami/Istri Faharudin Sitorus 37 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Rosma Lubis Suami/Istri Rian Gunawan 25 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Eli Fitri Suami/Istri Tumpal rizki 25 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Murni Suami/Istri Hiskia br Sijabat 33 Perempuan SLTA/sederajat Wiraswasta/pedagang 6 Darwin Hasibuan Suami/Istri Khairulsyah Daulay 38 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 8 Marta Suami/Istri

Larto 5฀ Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Rahma Petugas Kesehatan (Bidan) Fauzan 26 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 6 Wahdania Suami/Istri

berjon Sagala 36 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 6 Delimah Siregar Suami/Istri

Suwartik 38 Laki-laki SLTA/sederajat Wiraswasta/pedagang 8 Rahma Petugas Kesehatan (Bidan) iwan Siburian 29 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Damai Suami/Istri

surati 47 Perempuan SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Seri Anak melur br sipahutar 47 Perempuan SLTA/sederajat Petani/buruh tani 9 Gusman Naibaho Suami/Istri asmidar 33 Perempuan SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Erwin Sagala Suami/Istri hamzah 64 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Emmi Suami/Istri tugiem 58 Perempuan SLTA/sederajat Wiraswasta/pedagang ฀0 Meutia Suami/Istri lamria 70 Perempuan SD Wiraswasta/pedagang 6 Herawati Anak candra 34 Laki-laki SD Wiraswasta/pedagang 6 Suratni Suami/Istri victor 57 Laki-laki SD Petani/buruh tani 6 Nurjannah Suami/Istri kumala sari 3฀ Perempuan SLTP/sederajat Petani/buruh tani 9 Meli Anak killensius 34 Laki-laki SD Petani/buruh tani ฀0 Masitoh Suami/Istri

m amin 37 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Yustina Petugas Kesehatan (Bidan) eri astuti 5฀ Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 6 Yustina Petugas Kesehatan (Bidan) M Hamzah 63 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 6 Faridah Suami/Istri


(2)

lailan supinah 65 Perempuan SLTP/sederajat Petani/buruh tani 6 Nurlina Anak nena oka sari 27 Perempuan SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Yusman Suami/Istri Indrawanto 36 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 8 Asmaini Suami/Istri hariansyah s 39 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Syushi Suami/Istri Ruri hardiman 25 Perempuan SLTA/sederajat Petani/buruh tani 7 Mario Suami/Istri Marlina 30 Perempuan SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Karyo Suami/Istri Ibrahim 47 Laki-laki SLTA/sederajat Wiraswasta/pedagang 6 Aisyah Suami/Istri lamaria afri 3฀ Perempuan SLTA/sederajat Wiraswasta/pedagang 6 Tono Suami/Istri suparjo 34 Laki-laki SLTA/sederajat PNS/TNI/POLRI 9 Khoirunnisah Suami/Istri irianto 52 Laki-laki SD Petani/buruh tani 6 Nurafiah Suami/Istri M Tukimin 65 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani ฀0 Roisanah Suami/Istri ganri torang 39 Laki-laki SD Petani/buruh tani 9 Nurasiah Suami/Istri patar hasudungan 40 Laki-laki SD Petani/buruh tani 6 Dorayani Anak Harri nasution 62 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani 9 Heppi Suami/Istri Nixon 37 Laki-laki SLTA/sederajat Petani/buruh tani 6 Nur Aisyah Suami/Istri Asser 35 Laki-laki SLTP/sederajat Petani/buruh tani ฀0 Amel Anak Lisnawati 39 Perempuan SLTA/sederajat PNS/TNI/POLRI 8 Ertina Anak Ebenezer 32 Laki-laki SLTA/sederajat PNS/TNI/POLRI 6 Misrah Suami/Istri

฀MO2

฀MO3

฀MO4

฀MO5 ฀MO_K

฀K1

฀K2

฀K3

฀K4

฀K5

฀K_K

KI1

KI2

Cukup

2

0

0

Cukup

2

2

2

0

Cukup

2

2

Cukup

2


(3)

0

2

Cukup

2

0

2

2

0

Cukup

Cukup

2

0

2

0

Cukup

2

2

2

Baik

2

0

0

0

Kurang

2

0

0

2

Cukup

2

2

2

2

2

Baik

2

2

2

2

Baik

2

2

2

2

0

Baik

2

2

0

0

Cukup

2

0

2

2

Cukup

2

0

2

0

Cukup

2

0

0

0

Kurang

2

2

2

Baik

2

2

2

Baik

2

2

0

0

0

Kurang

2

2

2

0

2

Baik

2

2

0

0

Cukup

0

0

0

0

0

Kurang

0

2

0

2

Cukup

2

2

2

2

Baik

2

2

Baik

2

0

2

2

0

Cukup

2

0

2

0

2

Cukup

0

Cukup

2

0

2

Cukup

2

0

2

2

2

Baik

2

2

2

0

2

2

Baik

0

2

0

Cukup

2

2

2

2

0

Baik

2

0

2

2

0

Cukup

2

2

0

0

Kurang

2

2

Cukup

0

2

0

2

2

Baik

0

0

0

Kurang

2

0

0

0

2

0

Cukup

2

2

2

2

0

Baik

0

2

0

0

2

2

Cukup

2

2

2

2

2

Baik

2

2

2

2

0

Baik

2

2

2

0

0

Cukup

2

2

0

2

Cukup

2

2

0

Cukup

2

2

0

2

2

2

Baik

2

2

2

2

0

Baik

2

0

2

0

Cukup

2

2

2

0

2

Baik

2

2

0

2

2

0

Cukup

0

0

Kurang

0

0

2

0

2

Cukup

2

2

Cukup

2

0

2

2

2

2

Baik

2

2

2

0

2

Baik

2

2


(4)

0

0

2

0

Cukup

2

2

2

2

Baik

2

2

0

2

Cukup

2

2

2

2

2

Baik

0

2

0

0

Cukup

2

0

2

0

2

Cukup

0

2

0

2

0

Cukup

0

2

0

2

0

Cukup

2

2

2

2

2

0

Baik

2

2

2

2

2

Baik

2

2

2

0

0

Cukup

0

0

2

0

Kurang

2

0

0

Kurang

2

2

2

0

2

Baik

2

2

0

2

2

0

Cukup

2

2

2

Baik

2

2

0

2

Cukup

2

0

Cukup

0

0

0

Kurang

2

2

2

Baik

0

2

0

0

Kurang

0

2

0

Cukup

2

2

0

Kurang

2

2

2

Baik

2

2

KI3

KI4

KI5

KI_K

M฀K1

M฀K2

M฀K3

M฀K4

M฀K5 M฀K_K

KB1

KB2

2

2

Baik

2

2

Cukup

Patuh

Tidak Patuh

0

2

Cukup

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

2

2

2

Baik

2

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

2

Cukup

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

2

Baik

2

2

0

Cukup

Patuh

Patuh

2

2

2

Baik

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

2

Baik

2

0

Cukup

Patuh

Patuh

2

0

2

Baik

2

2

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

Cukup

2

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

0

0

Kurang

2

0

0

0

Kurang

Patuh

Tidak Patuh

2

2

2

Baik

2

0

Cukup

Patuh

Patuh


(5)

0

0

Kurang

2

2

0

2

2

Baik

Tidak Patuh

Patuh

0

0

0

Kurang

2

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

Cukup

2

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

2

2

Baik

Cukup

Patuh

Tidak Patuh

2

0

0

Cukup

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

2

Cukup

0

0

Kurang

Patuh

Patuh

0

2

2

Baik

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

0

Kurang

0

Cukup

Patuh

Patuh

0

0

Kurang

2

2

0

0

Cukup

Patuh

Patuh

0

0

0

Kurang

2

0

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

0

Cukup

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

0

2

2

Baik

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

2

Baik

2

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

2

2

Baik

2

2

0

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

Baik

2

2

0

Cukup

Patuh

Patuh

0

Kurang

2

2

2

2

Baik

Patuh

Tidak Patuh

2

0

0

Cukup

2

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

Cukup

2

2

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

0

Cukup

2

0

0

0

Kurang

Patuh

Patuh

2

Baik

2

0

2

2

0

Cukup

Patuh

Patuh

2

2

0

Cukup

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

2

2

Cukup

2

2

0

0

Cukup

Tidak Patuh

Patuh

0

2

2

Baik

0

2

2

2

Cukup

Patuh

Patuh

2

2

0

Baik

0

0

Kurang

Tidak Patuh

Patuh

2

0

2

Cukup

0

2

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

2

0

2

Baik

2

2

2

0

2

Baik

Patuh

Patuh

0

2

2

Baik

2

2

2

2

0

Baik

Patuh

Tidak Patuh


(6)

2

2

2

Baik

2

2

2

Baik

Patuh

Patuh

0

2

0

Cukup

2

0

Cukup

Patuh

Patuh

2

2

0

Baik

2

0

2

Cukup

Patuh

Patuh

KB3

KB4

KB_K

Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Tidak Patuh

Tidak Patuh

Patuh

Tidak Patuh


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Risiko Penularan TB Paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah di Kabupaten Aceh Timur

3 68 135

Konversi Sputum Bta Pada Fase Intensif Tb Paru Kategori I Antara Kombinasi Dosis Tetap (Kdt) Dan Obat Anti Tuberkulosis (Oat) Generik Di Rsup. H. Adam Malik Medan

0 68 72

KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS NGUNTORONADI I KABUPATEN WONOGIRI

0 0 5

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 TESIS

0 0 21

KUESIONER PENELITIAN PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KELURAHAN GAMBIR BARU KECAMATAN KISARAN TIMUR TAHUN 2014 Identitas Responden

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1. Definisi Tuberkulosis - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 27

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 9

Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 1 14