8 Pada tahap intensif awal penderita mendapat obat setiap hari selama dua bulan
dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif konversi pada
akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama yaitu selama minimal empat bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten dormant sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat jenis, dosis dan jangka
waktu pengobatan, kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat resisten
. Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung DOS = Directly Observed reatment
Shortcourse oleh seorang Pengawas Menelan Obat
2.2. Pencegahan Penularan TB Paru
Cara pencegahan penularan TB menurut Depkes RI 2007 sebagai berikut: . Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh.
2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan
dahak.
9 3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat
khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah tertutup yang sudah diberi karbolantiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah dengan tanah.
4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS, antara lain: a.
Menjemur peralatan tidur. b.
Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk.
c. Ventilasi yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah
kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman.
d. Makan makanan bergizi.
e. Tidak merokok dan minum minuman keras.
f. Lakukan aktifitas fisikolah raga secara teratur.
g. Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih
mengalir memakai sabun. h.
Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.
2.3. Kepatuhan Berobat
Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora 2004, adalah tingkat perilaku penderita
dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak
patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat
20 mengakibatkan terhalangnya kesembuhan
Menurut Sacket Ester,2000, kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut
Sarafino Dermawanti, 204, kepatuhan atau ketaatan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau boleh
yang lain. Menurut Sarafino Dermawanti, 204, secara umum ketidaktaatan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang atau
memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Dalam hal pengobatan TB Paru, Depkes RI,2002 mengemukakan bahwa
penderita yang patuh berobat ialah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan
penderita yang tidak patuh adalah penderita yang tidak datang rutin berobat dan bila frekuensi meminum obat tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana pengobatan yang
ditetapkan. Selain menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus
selama minimal 6 bulan hal penderita dinyatakan patuh dalam pengobatan TB paru ialah penderita yang melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis secara langsung yaitu :
. Akhir tahap intensif 2. Sebulan sebelum akhir pengobatan
3. Akhir pengobatan Adapun Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan
menjadi delapan bagian, yaitu : .
Pemahaman tentang Instruksi
2 Tak seorang pun mematuhi instruksi jika orang tersebut salah paham tentang
instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman Ester, 2000 menemukan bahwa lebih dari 60 yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah
mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi
yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.
Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola dan DiMatteo Ester, 2000, yaitu :
a. Buat instruksi yang jelas dan mudah diinterpretasikan. b.
Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal yang harus diingat.
c. Jika seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus
diingat, maka akan ada “efek keunggulan”, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis.
d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum non medis dan hal-
hal penting perlu ditekankan. 2.
Faktor umur Gunarsa 2005 mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka
proses perkembangan mentalnya bertambah baik, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang
yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurun
22 kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin
lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. 3.
Kesakitan dan pengobatan Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis karena tidak ada
akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas, saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks,
pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas 4.
keyakinan sikap dan kepribadian Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara pengukuran-
pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memerhatikan
kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Ciri-ciri
kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang cenderung tidak patuh dari program pengobatan.
5. Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program
pengobatan yang akan mereka terima. 6.
Tingkat ekonomi Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala
kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TB sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa
23 digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan
sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi
ketidakpatuhan. 7.
Dukungan sosial Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga
teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh
penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka dapat menjadi kelompok pendukung untuk
mencapai kepatuhan. 8.
Dukungan profesi kesehatan Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor penting yang dapat
memengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka terutama berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa perilaku sehat yang
baru itu merupakan hal yang penting Menurut teori Feuerstein dalam Niven 2002, ada lima faktor yang
mendukung kepatuhan pasien, dimana jika faktor ini lebih besar daripada hambatannya maka kepatuhan harus mengikuti. Kelima faktor tersebut adalah:
. Pendidikan Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa
pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif. 2. Akomodasi
24 Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang
dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara akut dalam
program pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami ansietas dalam menghadapi sesuatu, harus diturunkan dulu tingkat ansietasnya
dengan cara menyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan.
3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman- teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk
membantu kepatuhan terhadap program-program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi
alkohol. 4. Perubahan model terapi
Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara
ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang
lebih kompleks. 5.
Interaksi petugas kesehatan dengan pasien Adalah suatu hal penting untuk memberi umpan balik pada pasien setelah
memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat
25 mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Untuk melakukan konsultasi dan
selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan. Sementara menurut Asti 2006 bahwa banyak faktor berhubungan dengan
kepatuhan terhadap terapi tuberkulosis, antara lain: . Faktor struktural dan ekonomi
Tidak adanya dukungan sosial dan kehidupan yang tidak mapan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung program tercapainya
kepatuhan pasien. 2. Faktor pasien
Umur, jenis kelamin dan sukuras berhubungan dengan kepatuhan pasien dibeberapa tempat. Pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis dan keyakinan
terhadap efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak.
3. Kompleksitas regimen Banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta efek samping obat
dapat merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian terapi pasien. Dukungan dari petugas pelayanan kesehatan Empati dari petugas pelayanan
kesehatan memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien. Untuk itu, petugas harus memberikan waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan
kepada setiap pasien. 4. Cara pemberian pelayanan kesehatan
Sistim yang terpadu dari pelayanan kesehatan harus dapat memberikan sistem pelayanan yang mendukung kemauan pasien untuk mematuhi terapinya.
26 Dalam sistem tersebut, harus tersedia petugas kesehatan yang berkompeten
melibatkan berbagai multidisiplin, dengan waktu pelayanan yang fleksibel.
2.4. Penanggulangan Penyakit TB Paru dengan Strategi DOTS