32 berempati mampu memahami motivasi dan keinginan orang lain.
3. Sikap mendukung supportiveness Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan yang terdapat sikap saling
mendukung supportivess. Hal ini dikarenakan komunikasi yang terbuka dan empati tidak akan dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung.
4. Sikap positif positiveness Mengacu kepada adanya hubungan komunikasi yang efektif yang umumnya
sangat penting dalam interaksi yang efektif. Bersikap positif dapat menciptakan situasi komunikasi yang menyenangkan.
5. Kesetaraan equality Adanya sikap mampu menerima pihak lain apa adanya mampu menciptakan
komunikasi yang efektif dimana kesetaraan dapat membuat situasi yang harmonis tanpa merasa terkucil dan dikucilkan.
2.7.2. Motivasi
Menurut Notoatmodjo 2003 motivasi diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini diwujudkan
dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Menurut Mitchell dalam Simamora 2004, motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi
kegiatan-kegiatan sukarela volunter yang diarahkan ke arah tujuan tertentu. Adapun pendapat lain menyatakan motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat
33 internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya
antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu yang mendorong perilaku ke arah
tujuan. Motivasi itu mempunyai 3 aspek, yaitu : . Keadaan terdorong dalam diri organism a driving state, yaitu
kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani atau karena keadaan
mental seperti berpikir dan ingatan; 2. Perilaku yang timbul terarah karena keadaan ini
3. Tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut. Banyak teori-teori yang menggambarkan tentang motivasi di antaranya :
. Teori Penguatan Teori penguatan menggunakan pendekatan keperilakuan, dalam arti bahwa
penguatan menentukan perilaku seseorang. Para penganut teori penguatan melihat perilaku seseorang sebagai akibat lingkungannya. Yang dimaksud dengan faktor-
faktor penguatan adalah setiap konsekuensi yang apabila timbul mengikuti suatu respon, memperbesar kemungkinan bahwa tindakan itu akan diulangi.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa inti teori ini terletak pada pandangan bahwa jika tindakan seorang manajer kepada bawahan mendorong perilaku positif
tertentu, bawahan yang bersangkutan akan cenderung mengulangi tindakan serupa. Sebaliknya, jika seorang manajer menegur bawahannya karena melakukan sesuatu hal
yang seharusnya tidak dilakukannya, bawahan tersebut akan cenderung untuk tidak mengulangi tindakan tersebut terlepas dari dalam diri orang yang bersangkutan.
Singkatnya, motivasi seseorang bawahan untuk melakukan atau tidak melakukan
34 sesuatu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya seperti sikap pimpinan,
pengaruh rekan kerja dan sejenisnya. Dalam hal kepatuhan berobat pada penderita TB Paru, faktor-faktor di luar
dirinya seperti pengawasan PMO dan dorongan petugas dapat menjadi faktor-faktor penguat yang mendorong penderita TB Paru untuk persisten dalam menjalani
pengobatannya sehingga tidak menyebabkan penderita putus berobat. Bentuk penguatan tersebut dapat berupa perhatian maupun teguran dari keluarga dan PMO bila
penderita jenuh dalam menjalani proses pengobatan, serta sikap petugas yang senantiasa mendengar segala keluhan penderita, meresponnya dan memberikan solusi dengan baik.
2. Teori X dan Y McGregor Teori X dari Douglas McGregor menyatakan bahwa sebagian besar orang lebih
senang diberikan pengarahan, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab, serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini maka kepercayaannya
adalah orang-orang itu hendaknya dimotivasi dengan uang, dan diperlakukan dengan sanksi hukuman Dermawanti,204.
Menurut asumsi teori X menyatakan bahwa orang-orang ini pada hakikatnya adalah :
1. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah.
2. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah. 3. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
4. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan. Untuk menyadari kelemahan dari asumsi teori X itu maka McGregor
35 memberikan alternatif teori lain yang dinamakannya teori Y. Asumsi teori Y ini
menyatakan bahwa orang-orang pada hakikatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X
36
2.8. Kerangka Konsep