Rumusan Masalah Pencegahan Penularan TB Paru Kepatuhan Berobat

8

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian dan Latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa kurang berhasilnya penangangan penderita TB paru dalam upaya penanggulangan TB paru yang dikarenakan ketidak patuhan berobat penderita. Hal ini diduga karena masih kurangnya peran aktif petugas kesehatan sehingga peneliti ingin mengetahui “ Gambaran peran serta petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di kelurahan Gambir baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4”. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor peran serta petugas Kesehatan dalam kepatuhan berobat penderita TB paru di Puskesmas Gambir Baru kecamatan Kisaran Timur.

1.3.2. Tujuan Khusus

฀. Untuk mengetahui peran petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru di kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur. 2. Untuk mengetahui sikap petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur 3. Untuk mengetahui faktor kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur. 1.4. Manfaat Penelitian - Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan dalam memberi penyuluhan tentang penularan dan penanggulangan Tuberkulosis paru. 9 - sebagai pemberian informasi kepada Petugas Kesehatan dalam upaya pencegahan penularan dan penanggulangan melalui menjaga kepatuhan berobat penderita TB paru Tuberkulosis paru. - Untuk bermanfaat bagi penderita TB Paru Positif dalam upaya pencegahan penularan dan penanggulangan Tuberkulosis Paru. - Untuk menjadi bahan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam upaya pencegahan penularan dan penangulangan Tuberkulosis paru. ฀0 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB Paru Mycobacterium TB Paru. Sebagian besar kuman TB Paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam BTA. Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun Depkes RI, 2008. ฀.1.฀ Sejarah Epidemiologi TB Paru Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun ฀993 World Health Organization WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA Basil Tahan Asam positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat ฀82 kasus per ฀00.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per ฀00.000 penduduk. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO ฀0 ฀฀ tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per ฀00.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per ฀00.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Pada tahun ฀995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB Paru dengan kematian 3 juta orang WHO, ฀reatment of ฀B Paru, Guidelines for National Programmes, 1997. Di negara-negara berkembang, kematian TB Paru merupakan 25 dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 penderita TB Paru berada di negara berkembang, 75 penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu ฀5-50 tahun Depkes RI, 2002. .

2.1.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis

Kuman, Mycobacterium ฀uberculosis sebagai kuman penyebab ฀uberkulosis yang ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun ฀882, adalah suatu basil yang bersifat tahan asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam BTA. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob, panjangnya ฀-4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung sinar ultraviolet, dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant tertidur lama selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme pertahanan tubuh lemah Alsagaff, 2005. ฀2 Kuman TB Paru bersifat aerob dan lambat tumbuh . Suhu optimum pertumbuhannya 37-38 C. Kuman TB Paru cepat mati pada paparan sinar matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan lembab serta dapat bertahan hidup 8-฀0 hari pada sputum kering yang melekat pada debu Depkes RI, 2002. Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TB Paru Positif. Penularan terjadi melalui percikan dahak droplet Infection saat penderita batuk, berbicara atau meludah Soediman, ฀995. Kuman TB Paru dari percikan tersebut melayang di udara, jika terhirup oleh orang lain akan masuk kedalam sistem respirasi dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya. Dengan demikian penyakit ini sangat erat kaitanya dengan lingkungan, penyakit TB Paru dapat terjadi akibat dari komponen lingkungan yang tidak seimbang pencemaran udara. Masalah pencemaran udara di permukaan bumi sudah ada sejak zaman pembentukan bumi itu sendiri. Namun dampak bagi kesehatan manusia, tentu dimulai sejak manusia pertama itu terbentuk. Udara adalah salah satu media transmisi penularan TB Paru dimana manusia memerlukan oksigen untuk kehidupan. Jadi jika seorang penderita TB Paru positif membuang dahak di sembarang tempat, maka kuman TB dalam jumlah besar berada di udara Achmadi U F, 20฀฀. Kuman TB Paru dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi utama kuman TB Paru. Gambaran TB Paru pada paru yang dapat di jumpai adalah kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan bagian tubuh ekstra paru yang sering terkena TB Paru adalah pleura, kelenjar getah bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang WHO, 2002. Kemungkinan suatu infeksi ฀3 berkembang menjadi penyakit, tergantung pada konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh Depkes RI, 2002. Sumber penularan adalah pasien TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak droplet nuclei. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of ฀uberculosis Infection AR฀I yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar ฀, berarti ฀0 sepuluh orang diantara ฀000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara ฀-3. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

2.1.4. ฀ejala TBC Tuberkulosis Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru, Depkes RI, 2002 ฀. Batuk ฀4 Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 tiga minggu atau, lebih. Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus dan terjadi iritasi. Akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. 2. ฀Dahak Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulenkuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian dapat bercampur dengan darah. 3. Batuk darah Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak- bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak. Kehilangan darah yang banyak kadang akan mengakibatkan kematian yang cepat. 4. Sesak Nafas Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas atau pengumpulan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi tuberkulosis paru. 5. Nyeri Dada Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-kadang lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga disebabkan regangan otot.

2.1.5 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.

฀. Infeksi Primer Tuberkulosis paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil ฀5 tuberculosis pada tubuh penderita yang belum pemah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh imunitas seluler. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa, kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant tidur. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan Depkes RI, 2002.

2. Tuberkulosis Pasca Primer Post Primary ฀BC

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah tuberkulosis primer. Infeksi dapat berasal dari luar eksogen yaitu infeksi ulang pada tubuh penderita tuberkulosis, infeksi dari dalam endogeny yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali, misalnya karena daya, tahan tubuh menurun Depkes RI, 2002.

2.1.6. Tipe Penderita TB Paru

Menurut Depkes RI 2007, ada beberapa tipe penderita TB Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu: ฀6 ฀. Kasus baru adalah penderita TB paru yang belum pernah diobati dengan OAT Obat Anti Tuberkulosis atatu sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan 4 minggu .\ 2. Kasus kambuh relaps adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif apusan atau kultur 3. Kasus setelah putus berobat default adalah penderita TB Paru yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih, kemudian kembali berobat dengan BTA positif. 4. Kasus setelah gagal failure adalah penderita TB Paru yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih setelah pengobatan. 5. Kasus pindahan transfer in adalah penderita TB Paru yang dipindahkan dari UPK Unit Pelayan Kesehatan yang memiliki register TB ke UPK lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu penderita TB Paru dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.7. Pemeriksaan Dahak

Menurut Depkes RI 2002, diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan tiga spesimen “Sewaktu Pagi Sewaktu” SPS dahak secara mikroskopis langsung merupakan pemeriksaan yang paling ฀7 efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium dapat melaksanakan. Adapun tujuan dari pemeriksaan dahak pada program penanggulangan TB Paru adalah : ฀. ฀Menegakkan diagnosis dan menentukan tipeklasifikasi. 2. ฀Menilai kemajuan pengobatan. 3. ฀Menentukan tingkat penularan. Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada : ฀. ฀Akhir tahap intensif. Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-2 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori ฀, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-3 pengobatan ulang penderita BTA positif kategori 2. 2. ฀Sebulan sebelum akhir pengobatan Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-5 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori ฀, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-7 pengobatan ulang penderita BTA positif dengan kategori 2. 3. ฀Akhir pengobatan Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-6 pada penderita BTA positif dengan kategori ฀, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-8 pengobatan ulang BTA positf dengan kategori 2.

2.1.8. Prinsip Pengobatan Tuberkulosis Paru

Menurut Depkes RI 2002, obat TB Paru diberikan kepada penderita TB paru baru ialah dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, agar semua kuman termasuk kuman persisten dapat dibunuh. Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. ฀. Tahap Intensif ฀8 Pada tahap intensif awal penderita mendapat obat setiap hari selama dua bulan dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif konversi pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. 2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu selama minimal empat bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten dormant sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan, kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat resisten . Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung DO฀S = Directly Observed ฀reatment Shortcourse oleh seorang Pengawas Menelan Obat

2.2. Pencegahan Penularan TB Paru

Cara pencegahan penularan TB menurut Depkes RI 2007 sebagai berikut: ฀. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh. 2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan dahak. ฀9 3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah tertutup yang sudah diberi karbolantiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah dengan tanah. 4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS, antara lain: a. ฀Menjemur peralatan tidur. b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk. c. Ventilasi yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman. d. ฀Makan makanan bergizi. e. Tidak merokok dan minum minuman keras. f. Lakukan aktifitas fisikolah raga secara teratur. g. ฀Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih mengalir memakai sabun. h. ฀Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.

2.3. Kepatuhan Berobat

Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora 2004, adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat 20 mengakibatkan terhalangnya kesembuhan Menurut Sacket Ester,2000, kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut Sarafino Dermawanti, 20฀4, kepatuhan atau ketaatan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau boleh yang lain. Menurut Sarafino Dermawanti, 20฀4, secara umum ketidaktaatan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Dalam hal pengobatan TB Paru, Depkes RI,2002 mengemukakan bahwa penderita yang patuh berobat ialah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan penderita yang tidak patuh adalah penderita yang tidak datang rutin berobat dan bila frekuensi meminum obat tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana pengobatan yang ditetapkan. Selain menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan hal penderita dinyatakan patuh dalam pengobatan TB paru ialah penderita yang melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis secara langsung yaitu : ฀. Akhir tahap intensif 2. Sebulan sebelum akhir pengobatan 3. Akhir pengobatan Adapun Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi delapan bagian, yaitu : ฀. ฀Pemahaman tentang Instruksi 2฀ Tak seorang pun mematuhi instruksi jika orang tersebut salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman Ester, 2000 menemukan bahwa lebih dari 60 yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola dan DiMatteo Ester, 2000, yaitu : a. ฀Buat instruksi yang jelas dan mudah diinterpretasikan. b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal yang harus diingat. c. Jika seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat, maka akan ada “efek keunggulan”, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis. d. ฀Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum non medis dan hal- hal penting perlu ditekankan. 2. Faktor umur Gunarsa 2005 mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurun 22 kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. 3. Kesakitan dan pengobatan Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas, saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas 4. keyakinan sikap dan kepribadian Ahli psikologis telah menyelidiki tentang hubungan antara pengukuran- pengukuran kepribadian dan kepatuhan. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memerhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Ciri-ciri kepribadian yang disebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang cenderung tidak patuh dari program pengobatan. 5. Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. 6. Tingkat ekonomi Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TB sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa 23 digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan. 7. Dukungan sosial Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. 8. Dukungan profesi kesehatan Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor penting yang dapat memengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka terutama berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting Menurut teori Feuerstein dalam Niven 2002, ada lima faktor yang mendukung kepatuhan pasien, dimana jika faktor ini lebih besar daripada hambatannya maka kepatuhan harus mengikuti. Kelima faktor tersebut adalah: ฀. Pendidikan Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif. 2. Akomodasi 24 Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh, pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara akut dalam program pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami ansietas dalam menghadapi sesuatu, harus diturunkan dulu tingkat ansietasnya dengan cara menyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga ia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan. 3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman- teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi alkohol. 4. Perubahan model terapi Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks. 5. Interaksi petugas kesehatan dengan pasien Adalah suatu hal penting untuk memberi umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat 25 mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Untuk melakukan konsultasi dan selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan. Sementara menurut Asti 2006 bahwa banyak faktor berhubungan dengan kepatuhan terhadap terapi tuberkulosis, antara lain: ฀. Faktor struktural dan ekonomi Tidak adanya dukungan sosial dan kehidupan yang tidak mapan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung program tercapainya kepatuhan pasien. 2. Faktor pasien Umur, jenis kelamin dan sukuras berhubungan dengan kepatuhan pasien dibeberapa tempat. Pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis dan keyakinan terhadap efikasi obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak. 3. Kompleksitas regimen Banyaknya obat yang harus diminum dan toksisitas serta efek samping obat dapat merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian terapi pasien. Dukungan dari petugas pelayanan kesehatan Empati dari petugas pelayanan kesehatan memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien. Untuk itu, petugas harus memberikan waktu yang cukup untuk memberikan pelayanan kepada setiap pasien. 4. Cara pemberian pelayanan kesehatan Sistim yang terpadu dari pelayanan kesehatan harus dapat memberikan sistem pelayanan yang mendukung kemauan pasien untuk mematuhi terapinya. 26 Dalam sistem tersebut, harus tersedia petugas kesehatan yang berkompeten melibatkan berbagai multidisiplin, dengan waktu pelayanan yang fleksibel.

2.4. Penanggulangan Penyakit TB Paru dengan Strategi DOTS

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Risiko Penularan TB Paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah di Kabupaten Aceh Timur

3 68 135

Konversi Sputum Bta Pada Fase Intensif Tb Paru Kategori I Antara Kombinasi Dosis Tetap (Kdt) Dan Obat Anti Tuberkulosis (Oat) Generik Di Rsup. H. Adam Malik Medan

0 68 72

KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS NGUNTORONADI I KABUPATEN WONOGIRI

0 0 5

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 TESIS

0 0 21

KUESIONER PENELITIAN PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KELURAHAN GAMBIR BARU KECAMATAN KISARAN TIMUR TAHUN 2014 Identitas Responden

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1. Definisi Tuberkulosis - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 27

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 9

Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 1 14