Analisa Univariat 1. Distribusi Pengawas Menelan Obat PMO Penderita TB Paru di Kelurahan

43 Total 43 100,0 Jenis Kelamin ฀ Laki-laki 29 67.4 2 Perempuan ฀4 32.6 Total 43 100,0 Pekerjaan ฀ PetaniBuruh Tani 33 76.7 2 WiraswastaPedagang 3 7.0 3 PNSTNIPOLRI 7 ฀6.3 Total 43 100,0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur responden adalah 25-49 tahun Dewasa yaitu 29 orang 67,4 dan paling sedikit di kelompok umur ฀5-24 tahun Orang Muda yaitu ฀ orang 2,3, paling banyak pendidikan responden adalah SMAsederajat yaitu 25 orang 58,฀, dan paling sedikit pendidikan responden adalah SD yaitu 7 orang ฀6.3, Paling banyak jenis kelamin responden adalah laki-laki yaitu 29 orang 67,4, paling sedikit jenis kelamin adalah perempuan yaitu ฀4 orang 32,6 dan paling banyak pekerjaan responde adalah petaniBuruh Tani yaitu 33 orang 76,7, dan paling sedikit pekerjaan responden Wiraswasta yaitu 3orang 7.0 4.3. Analisa Univariat 4.3.1. Distribusi Pengawas Menelan Obat PMO Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Gambaran distribusi Pengawas Menelan Obat PMO Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengawas Menelan Obat PMO Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Pengawas Menelan Obat F ฀ PMO mengawasi Saudara dalam menelan obat a. Ya ฀6 37.2 42 44 b. Kadang-kadang c. Tidak ฀6 ฀฀ 37.2 25.6 Jumlah 43 100 2 Dalam setiap pengawasannya Saudara diberi petunjuk tentang meminum obat oleh PMO a. Ya b. Kadang-kadang. c. Tidak ฀6 ฀฀ ฀6 37.2 25.6 37.2 Jumlah 43 100 3 PMO mengingatkan Saudara untuk mengambil obat atau pemeriksaan ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak ฀฀ 20 ฀2 25.6 46.5 27.9 Jumlah 43 100 4 PMO pernah menegur Saudara, bila Saudara tidak mau atau lalai menelan obat a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 20 ฀5 8 46.5 34.9 ฀8.6 Jumlah 43 100 5 PMO memberikan dorongan kepada Saudara untuk Rutin Berobat a. Ya b.Kadang-kadang c. Tidak ฀3 22 8 30.2 5฀.2 ฀8.6 Jumlah 43 100 Hasil penelitian tentang Pengawasan Menelan Obat responden oleh PMO menunjukkan bahwa sebanyak ฀6 orang 37.2 menyatakan bahwa Pengawas Menelan Obat PMO memang benar mengawasi,memantau responden dalam menelan obat, sebanyak ฀6 orang 37.2 menyatakan bahwa Pengawas Menelan Obat PMO kadang-kadang mengawasi,memantau responden dalam menelan obat, dan sebanyak ฀฀ orang 25.6 menyatakan bahwa Pengawas Menelan Obat PMO tidak mengawasi, memantau responden dalam menelan obat. Hasil penelitian tentang Pengawas Menelan Obat PMO memberikan petunjuk dalam meminum obat menunjukkan bahwa sebanyak ฀6 orang 37.2 menyatakan 45 bahwa Pengawas Menelan Obat memberikan petunuk kepada responden dalam menelan obat, sebanyak ฀฀ orang 25.6 menyatakan bahwa Pengawas Menelan Obat kadang- kadang memberikan petunjuk kepada responden dalam menelan obat, dan ฀6 orang 37.2 menyatakan bahwa Pengawas menelan Obat tidak memberikan petunjuk kepada responden dalam menelan obat. Hasil penelitian tentang Pengawas menelan obat mengingatkan responden dalam mengambil obat dan melakukan pemeriksaan dahak berkala menunjukkan bahwa sebanyak ฀฀ orang 25.6 menyatakan bahwa Pengawas Menelan obat mengingatkan responden dalam mengambil obat dan melakukan pemeriksaan dahak berkala, sebanyak 20 orang 46.5 menyatakan bahwa Pengawas Menelan obat kadang-kadang mengingatkan responden dalam mengambil obat dan pemeriksaan dahak berkala, dan sebanyak ฀2 orang 27.9 menyatakan bahwa Pengawas Menelan obat tidak mengingatkan responden dalam mengambil obat dan melakukan pemeriksaan dahak berkala. Hasil penelitian tentang Pengawas Menelan obat menegur responden apabila lalai atau tidak menelan obat menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang 46.5 menyatakan bahwa Pengawas Menelan Obat menegur responden apabila lalai atau tidak menelan obat, sebanyak ฀5 orang 34.9 menyatakan bahwa Pengawas menelan obat kadang-kadang menegur responden apabila lalai atau tidak menelan obat, dan sebanyak 8 orang ฀8.6 menyatakan bahwa pengawas menelan obat tidak menegur responden apabila lalai atau tidak menelan obat. Hasil penelitian tentang Pengawas Menelan Obat mendorong responden agar rutin berobat menunjukkan bahwa sebanyak ฀3 orang 30.2 menyatakan bahwa 46 Pengawas menelan obat mendorong responden agar rutin berobat, sebanyak 22 orang 5฀.2 menyatakan bahwa Pengawas menelan obat kadang-kadang mendorong responden agar rutin berobat dan 8 orang ฀8.6 menyatakan bahwa Pengawas Menelan obat mendorong responden agar rutin berobat. Hasil pengukuran Pengawas Menelan Obat PMO kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori. Pengukuran pengawas menelan obat PMO penderita TB dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini. Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Pengawas Menelan Obat PMO di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Pengawas Menelan Obat PMO F ฀ Baik ฀2 28.0 2 Cukup 25 58.฀ 3 Kurang 6 ฀3.9 Total 43 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paling banyak Pengawas menelan obat penderita TB adalah cukup yaitu 25 orang 58.฀ dan paling sedikit pengawas menelan obat penderita TB adalah kurang yaitu 6 orang ฀3.9. 4.3.2. Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Penyuluh Penderita TB Paru Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Gambaran Distribusi berdasarkan Penyuluh Kesehatan Penderita TB Paru Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Penyuluh Kesehatan Penderita TB Paru Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Penyuluh Kesehatan F ฀ Petugas kesehatan pernah memberikan penyuluhan tentang penyakit TB paru a. pernah 34 79.฀ 47 b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 6 3 ฀4.0 6.9 Jumlah 43 100 2 petugas kesehatan pernah menjelaskan mengapa dalam pengobatannya OAT harus selalu diminum secara teratur a. Pernah b. Kadang-kadang. c. Tidak pernah ฀8 ฀5 ฀0 4฀.9 34.9 23.2 Jumlah 43 100 3 petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang jadwal minum obat a. Pernah b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 22 ฀2 9 5฀.2 27.9 20.9 Jumlah 43 100 4 petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang kemungkinan adanya efek samping dari OAT a. Pernah b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 20 8 ฀5 46.5 ฀8.6 34.9 Jumlah 43 100 5 Petugas kesehatan pernah menjelaskan tentang hal-hal yang dapat memperburuk penyakit TB paru tersebut a. Pernah b. Kadang-kadang c. Tidak pernah ฀9 6 ฀8 44.2 ฀4.0 4฀.8 Jumlah 43 100 Hasil penelitian tentang penyuluh kesehatan memberikan penyuluhan kepada responden menunjukkan bahwa sebanyak 34 orang 79.฀ menyatakan bahwa penyuluh kesehatan memberikan penyuluhan kepada responden, sebanyak 6 orang ฀4.0 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan kadang-kadang memberikan penyuluhan kepada responden dan sebanyak 3 orang 6.9 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan tidak memberikan penyuluhan kepada responden. Hasil penelitian tentang penyuluh kesehatan menjelaskan pengobatan OAT harus secara teratur kepada responden menunjukkan bahwa sebanyak ฀8 orang 4฀.9 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan menjelaskan pengobatan OAT harus secara 48 teratur kepada responden, ฀5 orang 34.9 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan menjelaskan pengobatan OAT harus diminum secara teratur dan ฀0 orang 23.2 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan tidak menjelaskan pengobatan OAT harus secara teratur kepada responden. Hasil penelitian tentang penyuluh kesehatan memjelaskan tentang jadwal meminum obat kepada responden menunjukkan bahwa sebanyak 22 orang 5฀.2 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan menjelaskan tentang jadwal meminum obat kepada responden, sebanyak ฀2 orang 27.9 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan kadang-kadang menjelaskan tentang jadwal meminum obat kepada responden, dan sebanyak 9 orang 20.9 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan tidak menjelaskan tentang jadwal meminum obat kepada responden. Hasil penelitian tentang penyuluh kesehatan menjelaskan tentang kemungkinan efek samping OAT menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang 46.5 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan menjelaskan tentang kemungkinan efek samping OAT, sebanyak 8 orang ฀8.6 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan kadang-kadang menjelaskan tentang kemungkinan efek samping OAT, dan ฀5 orang 34.9 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan menjelaskan tentang kemungkinan efek samping OAT. Hasil penelitian tentang penyuluh kesehatan menjelaskan hal yang dapat memperburuk TB kepada responden menunjukkan bahwa sebanyak ฀9 orang 44.2 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan menjelaskan hal yang dapat memperburuk TB kepada responden, sebanyak 6 orang ฀4.0 menyataka bahwa penyuluh kesehatan kadang-kadang menjelaskan hal yang dapat memperburuk TB kepada responden, dan 49 sebanyak ฀8 orang 4฀.8 menyatakan bahwa penyuluh kesehatan tidak menjelaskan hal yang dapat memperburuk TB kepada responden. Hasil pengukuran Penyuluh Kesehatan kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori. Pengukuran penyuluh kesehatan penderita TB dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Penyuluh kesehatan Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Penyuluh Kesehatan F ฀ Baik 29 44.2 2 Cukup ฀7 39.5 3 Kurang 7 ฀6.3 Total 43 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paling banyakPenyuluh Kesehatan penderita TB adalah baik yaitu 29 orang 44.2 dan paling sedikit penyuluh kesehatan penderita TB adalah kurang yaitu 7 orang ฀6.3. 4.3.3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Komunikasi Interpersonal Penderita TB Paru Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Gambaran Distribusi berdasarkan Komunikasi Interpersonal Penderita TB Paru Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Komunikasi Interpersonal Penderita TB Paru Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Komunikasi Interpersonal F ฀ Petugas mendengarkan keluhan Saudara dan meresponnya a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 28 ฀฀ 4 65.฀ 25.6 9.3 Jumlah 43 100 2 Petugas ramah dalam melayani pasien baik dalam pengambilan obat ataupun pengobatannya di puskesmas 50 a. Ya b. Kadang-kadang. c. Tidak 24 ฀3 6 55.8 30.2 ฀4.0 Jumlah 43 100 3 Petugas membeda-bedakan Saudara dengan penderita TB yang lain dalam perawatannya a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak ฀7 ฀7 9 39.5 39.5 2฀.0 Jumlah 43 100 4 Petugas memberikan nasihatpenjelasan kepada keluarga mengenai pengobatan TB saudara a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 20 ฀0 ฀3 46.5 23.3 30.2 Jumlah 43 100 5 Saudara menerima penjelasan dari petugas kesehatan mengenai efek pengobatan yang tidak tuntas pada TB a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 22 9 ฀2 5฀.2 20.9 27.9 Jumlah 43 100 Hasil penelitian tentang Komunikasi Interpersonal penderita TB petugas mendengarkan keluhan responden dan meresponnnya menunjukkan bahwa 28 orang 65.฀ menyatakan bahwa adanya Komunikasi Interpersonal petugas dalam mendengarkan keluhan responden dan meresponnya. Sebanyak ฀฀ orang 25.6 menyatakan bahwa kadang-kadang adanya komunikasi Interpersonal petugas mendengarkan keluhan responden dan meresponnya , dan sebanyak 4 orang 9.3 menyatakan bahwa tidak adanya Komunikasi Interpersonal petugas dalam mendengarkan keluhan responden dan meresponnya. Hasil penelitian tentang Komunikasi Interpersonal penderita TB petugas ramah melayani responden pada waktu pengambilan obat dan pengobatannya menunjukkan bahwa 24 orang 55.8 menyatakan bahwa petugas ramah melayani responden pada waktu pengambilan obat dan pengobatannya, sebanyak ฀3 orang 30.2 menyatakan 5฀ bahwa petgas kadang-kadang ramah melayani responden pada waktu pengambilan obat dan pengobatannnya, dan sebanyak 6 orang ฀4.0 menyatakan bahwa petugas tidak ramah melayani responden pada waktu pengambilan obat dan pengobatannya. Hasil penelitian tentang Komunikasi Interpersonal penderita TB petugas membeda-bedakan responden dalam perawatannya menunjukkan bahwa ฀7 orang 39.5 menyatakan bahwa petugas membeda-bedakan responden dalam perawatannya, sebanyak ฀7 orang 39.5 menyatakan bahwa petugas kadang-kadang membeda-bedakan responden dalam perawatannya, dan sebanyak 9 orang 2฀ menyatakan bahwa petugas tidak membeda-bedakan responden dalam perawatannya. Hasil penelitian tentang Komunikasi Interpersonal penderita TB petugas memberikan nasihatpenjelasan kepada keluarga mengenai pengobatan TB responden menunjukkan bahwa 20 orang 46.5 menyatakan bahwa petugas memberikan nasihatpenjelasan kepada keluarga mengenai pengobatan TB responden, sebanyak ฀0 orang 23.3 menyatakan bahwa petugas kadang-kadang memberikan nasihatpenjelasan kepada keluarga mengenai pengobatan TB responden, dan sebanyak ฀3 orang 30.2 menyatakan bahwa petugas tidak ada memberikan nasihatpenjelasan kepada keluarga mengenai pengobatan TB responden. Hasil penelitian tentang Komunikasi Interpersonal penderita TB petugas menjelaskan kepada responden mengenai efek pengobatan TB yang tidak tuntas menunjukkan bahwa sebanyak 22 orang 5฀.2 menyatakan bahwa petugas menjelaskan kepada responden mengenai efek pengobatan TB yang tidak tuntas, sebanyak 9 orang 20.9 menyatakan bahwa petugas kadang-kadang menjelaskan kepada responden mengenai efek pengobatan TB yang tidak tuntas dan sebanyak ฀2 52 orang 27.9 menyatakan bahwa petugas tidak menjelaskan kepada responden mengenai efek pengobatan TB yang tidak tuntas. Hasil pengukuran Komunikasi Interpersonal kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori. Pengukuran Komunikasi Interpersonal penderita TB dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Kategori Komunikasi Interpersonal penderita TB di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Komunikasi Interpersonal F ฀ Baik 20 46.5 2 Cukup ฀6 37.2 3 Kurang 7 ฀6.3 Total 43 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paling banyak Komunikasi Interpersonal penderita TB adalah baik yaitu 20 orang 46.5 dan paling sedikit Komunikasi Interpersonal penderita TB adalah kurang yaitu 7 orang ฀6.3 4.3.4. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Motivasi Petugas Kesehatan di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Gambaran Distribusi berdasarkan Motivasi Petugas Kesehatan Penderita TB Paru Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Motivasi petugas Kesehatan di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Motivasi Petugas Kesehatan F ฀ Petugas pernah memberikan semangatmotivasi agar saudara cepat sembuh a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 37 4 2 86.0 9.3 4.7 Jumlah 43 100 2 Petugas membuat Saudara merasa nyaman dan tenang dalam pengobatan yang saudara lakukan a. Ya b. Kadang-kadang. ฀7 ฀9 39.5 44.2 53 c. Tidak 7 ฀6.3 Jumlah 43 100 3 Petugas menanyakan pekembangan yang Anda peroleh selama pengobatan a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak ฀7 ฀7 9 39.5 39.5 2฀.0 Jumlah 43 100 4 Petugas memberikan pujian jika melihat adanya perkembangan dalam pengobatan saudara a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak ฀7 ฀5 ฀฀ 39.5 34.9 25.6 Jumlah 43 100 5 Petugas memberikan kiat-kiatnasihat kepada Saudara agar cepat sembuh a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak 23 ฀2 8 53.5 27.9 ฀8.6 Jumlah 43 100 Hasil penelitian tentang Motivasi petugas Kesehatan petugas memberikan semangatmotivasi agar responden cepat sembuh menunjukkan bahwa 37 orang 86.0 menyatakan bahwa petugas memberikan semangatmotivasi agar responden cepat sembuh, sebanyak 4 orang 9.3 menyatakan bahwa petugas kadang-kadang memberikan semangatmotivasi agar responden cepat sembuh dan sebanyak 2 orang 4.7 menyatakan bahwa petugas tidak memberikan semangatmotivasi agar responden cepat sembuh. Hasil penelitian tentang Motivasi Petugas Kesehatan petugas membuat responden merasa tenang dan nyaman saat pengobatannya menunjukkan bahwa ฀7 orang 39.5 menyatakan bahwa petugas membuat responden merasa tenang dan nyaman saat pengobatannya, sebanyak ฀9 orang 44.2 menyatakan bahwa petugas kadang-kadang membuat responden merasa tenang dan nyaman dalam pengobatannya, 54 dan sebanyak 7 orang ฀6.3 menyatakan bahwa petugas tidak membuat responden merasa tenang dan nyaman dalam pengobatannya. Hasil penelitian tentang Motivasi Petugas Kesehatan petugas menanyakan perkembangan yang diperoleh selama pengobatan menunjukkan bahwa sebanyak ฀7 orang 39.5 menyatakan bahwa petugas menanyakan perkembangan yang diperoleh selama pengobatan, sebanyak ฀7 orang 39.5 menyatakan bahwa petugas terkadang menanyakan perkembangan selama pengobatan dan sebanyak 9 orang 2฀ menyatakan bahwa petugas tidak menanyakan perkembangan yang diperoleh selama pengobatan. Hasil penelitian tentang Motivasi Petugas Kesehatan petugas memberikan pujian ketika melihat perkembangan dalam pengobatan menunjukkan bahwa ฀7 orang 39.5 menyatakan bahwa petugas memberikan pujian ketika melihat perkembangan dalam pengobatan , sebanyak ฀5 orang 34.9 menyatakan bahwa petugas terkadang memberikan pujian ketika melihat perkembangan dalam pengobatan, dan sebanyak ฀฀ orang 25.6 menyatakan bahwa petugas tidak memberikan pujian ketika melihat perkembangan dalam pengobatan. Hasil penelitian tentang Motivasi Petugas Kesehatan petugas member kiat-kiat agar cepat sembuh menunjukkan bahwa sebanyak 23 orang 53.5 menyatakan bahwa petugas member kiat-kiat agar cepat sembuh, sebanyak ฀2 orang 27.9 menyatakan bahwa petugas terkadang memberikan kiat-kiat agar cepat sembuh dan sebanyak 8 orang ฀8.6 menyatakan bahwa petugas tidak memberikan kiat-kiat agar cepat sembuh. 55 Hasil pengukuran Motivasi petugas Kesehatan kemudian dikategorikan menjadi 3 kategori. Pengukuran Motivasi Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.9. Tabel Distribusi Frekuensi Kategori Motivasi Petugas Kesehatan di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Motivasi petugas kesehatan F ฀ Baik ฀9 44.2 2 Cukup 20 46.5 3 Kurang 4 9.3 Total 43 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paling banyakMotivasi Petugas Kesehatan penderitaTB adalah cukup yaitu 20 orang 46.5 dan paling sedikit Motivasi Petugas Kesehatan penderita TB adalah kurang yaitu 4 orang 9.3. 4.3.5. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Gambaran Distribusi berdasarkan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 20฀4 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi berdasarkan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Kepatuhan berobat F ฀ Saudara selalu mengambil obat tepat waktu ataupun sebelum obat saudara habis a. Ya b. tidak 40 3 93.0 7.0 Jumlah 43 100 2 Saudara menelan obat rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas kesehatan a. Ya b. Tidak 38 5 88.4 ฀฀.6 Jumlah 43 100 56 3 Saudara melakukan pemeriksaan dahak atau rotgen selama pengobatan sesuai anjuran petugas a. Ya b. Tidak 39 4 90.7 9.3 Jumlah 43 100 4 Saudara melakukan pemeriksaan perkembangan penyakit Saudara sesuai anjuran petugas a. Ya b. Tidak 40 3 93.0 7.0 Jumlah 43 100 Hasil penelitian tentang kepatuhan berobat penderita TB dalam mengambil obat tepat waktu ataupun sebelum obat responden habis menunjukkan bahwa 40 orang 93.0 menyatakan bahwa responden mengambil obat tepat waktu atau sebelum obat responden habis, dan sebanyak 3 orang 7.0 menyatakan bahwa responden tidak mengambil obat tepat waktu atau sebelum obat responden habis. Hasil penelitian tentang kepatuhan berobat penderita TB responden menelan obat rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas menunjukkan bahwa sebanyak 38 orang 88.4 menyatakan bahwa responden menelan obat secara rutin setiap hari sesuai petunjuk kesehatan, dan sebanyak 5 orang ฀฀.6 menyatakan bahwa responden tidak menelan obat secara rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas. Hasil penelitian tentang kepatuhan berobat penderita TB responden menelan obat rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas menunjukkan bahwa sebanyak 39 orang 90.7 menyatakan bahwa responden menelan obat secara rutin setiap hari sesuai petunjuk kesehatan, dan sebanyak 4 orang 9.3 menyatakan bahwa responden tidak menelan obat secara rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas. Hasil penelitian tentang kepatuhan berobat penderita TB responden menelan obat rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas menunjukkan bahwa sebanyak 40 orang 93.0 menyatakan bahwa responden menelan obat secara rutin setiap hari sesuai 57 petunjuk kesehatan, dan sebanyak 3 orang 7.0 menyatakan bahwa responden tidak menelan obat secara rutin setiap hari sesuai petunjuk petugas. Hasil pengukuran Kepatuhan berobat kemudian dikategorikan menjadi 2 kategori. Pengukuran kepatuhan berobat responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Kategori kepatuhan berobat penderita TB di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 No Kepatuhan berobat F ฀ Patuh 28 65.฀ 2 Tidak patuh ฀5 34.9 Total 43 100,0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paling banyak kepatuhan berobat TB responden adalah patuh yaitu 28 orang 65.฀ dan paling sedikit kepatuhan berobat penderita TB responden adalah tidak patuh yaitu ฀5 orang 34.9. 58

BAB V PEMBAHASAN

5.1. ฀ambaran Pengawas Menelan Obat PMO Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Peran Pengawas Menelan Obat terhadap responden dalam penelitian ini terkait pengawasan, pemantauan responden dalam meminum obat, mengingatkan responden dalam pemeriksaan dahak secara berkala dan pengambilan obat sesuai waktu yang ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Pengawas Menelan Obat PMO terhadap kepatuhan responden baik ฀2 orang 28.0, pengawasan menelan obat PMO terhadap kepatuhan responden cukup ada 25 orang 58.฀, dan pengawasan menelan obat PMO terhadap kepatuhan responden kurang ada 6 orang ฀3.9. Hal ini menunjukkan bahwa Peran Pengawas Menelan Obat PMO terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru cukup baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Eliska 2005 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh peran pengawas menelan obat PMO terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru. Dan juga penelitian Irwana 2003 yang menunjukkan bahwa peran pengawas menelan obat PMO menentukan keberhasilan pengobatan penderita TB paru, oleh karena itu yang menjadi pengawas menelan obat sebaiknya petugas kesehatan atau orang mendapat pelatihan dari petugas kesehatan sehingga dapat memantau secara baik apakah penderita mematuhi aturan minum obat yang telah ditetapkan. Peran serta pengawas menelan obat sangat menentukan keberhasilan pengobatan penderita TB paru, untuk itu yang menjadi pengawas menelan obat sebaiknya dapat dipilih oleh petugas kesehatan sehingga dapat memantau secara baik apakah penderita 58 59 mematuhi aturan minum obat sehingga untuk menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan TB paru dibutuhkan pengawas menelan obat PMO yang responden kenal, percaya sehingga penderita menjadi lebih segan dan dihormati . Oleh karena itu diharapkan dalam pengobatannya penderita menjadi lebih patuh dalam menelan obat setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada peran pengawas menelan obat sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat dari upaya proses penyembuhan ataupun pecegahan penularan dari penyakit TB itu sendiri salah satunya adalah upaya sembuh sehingga tidak dapat menularkan kepada orang lain sehingga dalam kenyataannya pengawas menelan obat haruslah rutin mengingatkan penderita mengenai jadwal meminum obat atau mengenai jadwal pemeriksaan rutin agar tidak terjadi resistensi dalam pengobatanny. Berdasarkan hasil wawancara Pada penelitian ini yang menjadi pengawas menelan obat PMO antara lain Suamiistri sebanyak 32 orang 74,4 , Anak sebanyak 7 orang ฀6,3, dan petugas kesehatan sebanyak 4 orang 9,3. Berdasarkan hasil wawancara, dari hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa adapun yang menjadi pengawas menelan obat PMO yang paling baik ialah Suamiistri. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang lebih dekat dan intens terhadap pasangannya sehingga lebih memudahkan kesempatan dalam saling mengingatkan dalam menelan obat ataupun dalam pemeriksaan rutin bila dibandingkan dengan anak ataupun petugas kesehatan dimana penderita tidak sedekat hubungan dengan pasangannya. Berdasarkan dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa adapun peran petugas kesehatan dalam hal mempersiapkan seseorang menjadi PMO ialah dengan 60 memberikan informasi mengenai petunjuk menelan obat atau pemeriksaan rutin berkala. Secara keseluruhan upaya dalam pengawasan menelan obat sudah cukup baik, namun kemungkinan dalam upaya untuk sembuh harus kembali kepada penderita TB tersebut. Adanya kemauan untuk sembuh bagi penderita TB ini memudahkan penderita dalam memperoleh keberhasilan sembuh. 5.2. ฀ambaran Penyuluh Kesehatan Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB Paru. Hasil penelitian Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan berobat responden adalah baik yaitu 29 orang 44.2, Penyuluh Kesehatan terhadap kepatuhan berobat responden adalah cukup ฀7 orang 39.4 dan paling sedikit penyuluh kesehatan terhadap kepatuhan berobat responden adalah kurang yaitu 7 orang ฀6.3. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru sudah baik, hal ini sesuai dengan penelitian Eliska 2005 yang menyatakan faktor pelayanan kesehatan yaitu penyuluh kesehatan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru. Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting sacara langsung ataupun menggunakan media. Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung per orangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan sacara teratur sampai sembuh. 6฀ Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB Paru. Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak baik berupa selebaran leaflet, flier, menggunakan LCD, nonton bersama dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB Paru dari “suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan memalukan” menjadi “suatu penyakit yang berbahaya tapi bisa disembuhkan”. Penyuluhan langsung per orangan dapat dianggap berhasil bila penderita bisa menjelaskan secara tepat tentang riwayat pengobatan sebelumnya, penderita datang berobat secara teratur sesuai jadwal pengobatan, anggota keluarga penderita dapat menjaga dan melindungi kesehatannya. Secara umum berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa puskesmas gambir baru mempunyai program rutin turun kelapangan memberikan penyuluhan kepada para penderita TB paru yang diadakan 2 kali dalam sebulan. Adapun dari hasil wawacara terhadap responden, responden juga sudah mendapat informasi mengenai penyakit TB paru ini sendiri, namun dalam kenyataannya sangat disayangkan pengubahan persepsi dari masyarakat mengenai penyakit ini masih belum dapat cepat bisa diubah dikarenakan dari responden masih berpikir minimnya kemungkinan dampak yang ekstrim mengenai penyakit ini sehingga responden ataupun mayarakat masih menganggap sepele mengenai penyakit ini. 5.3. ฀ambaran Komunikasi Interpersonal Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau 62 nonverbal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunikasi interpersonal ini adalah bahwa paling banyak Komunikasi Interpersonal terhadap kepatuhan berobat TB adalah baik yaitu 20 orang 46.5, Komunikasi Interpersonal terhadap kepatuhan berobat TB adalah cukup yaitu ฀6 orang 37.2 dan paling sedikit Komunikasi Interpersonal terhadap kepatuhan berobat penderita TB adalah kurang yaitu 7 orang ฀6.3, Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru sudah baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Dermawanti 20฀4 yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan ketaatan perlu komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien dari aspek keterbukaan, empati, sikap mendukung dan kesetraan, sehingga terbina hubungan saling mendukung yang secara tidak langsung dapat menciptakan penerimaan informasi yang positif bagi pengobatan pasien TB paru. Menurut Effendi dalam Sunarto 2003, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Dalam program penanggulangan TB, komunikasi interpersonal salah satu bentuknya ialah dalam penyuluhan langsung per orangan. Penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Cara penyuluhan langsung per orangan lebih besar kemungkinan untuk 63 berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung per orangan, unsur terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan dengan penderita. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Hal ini perlu ditingkatkan untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Depkes RI, 2007. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, adapun komunikasi interpersonal antara petugas kesehatan dengan responden sudah berjalan dengan baik. Memang benar adanya komunikasi interpersonal ini harus layaknya seperti hubungan antara teman akrab. Adanya keramahan petugas baik dalam mendengarkan keluhan, memberikan pelayanan kepada responden, memberikan nasihat ataupun kiat-kiat dalam upaya kesembuhan menjadi cara-cara dalam menjalin terciptanya komunikasi ini. Adapun dari hasil wawancara petugas kesehatan dalam komunikasi interpersonal, mayoritas responden memberikan tanggapan positif mengenai pelayanan yang diberikan petugas kesehatan. Oleh karena itu modal utama yang harus dimiliki dalam melakukan komunikasi interpersonal ini ialah keterbukaan serta selalu berupaya berpikir positif dalam melakukannya. 5.4. ฀ambaran Motivasidorongan Petugas Kesehatan di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Motivasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penyembuhan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Motivasi Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat TB adalah baik yaitu ฀9 orang 44.2, Motivasi Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat TB adalah cukup yaitu 20 orang 46.5 dan paling sedikit Motivasi 64 Petugas Kesehatan terhadap kepatuhan berobat penderita TB adalah kurang yaitu 4 orang 9.3, hal ini menunjukkan bahwa motivasidorongan petugas kesehatan terhadap kepatuhan berobat adalah cukup baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Dermawanti 20฀4 yang menunjukan bahwa sikap mendukung petugas kesehatan menberi pengaruh terhadap kepatuhan pasien dimana pasien mendapat dukungan motivasi dari petugas kesehatan untuk selalu tepat waktu mengambil obat kepuskesmas dan selalu memperhatikan perkembangan kesehatan pasien, sehingga pasien merasa diperhatikan oleh petugas dan menerima semua anjuran petugas selama pengobatan. Hal ini sejalan dengan pernyataan rahmat 2007 yang mengutip devito yang menyatakan sikap sportif adalah sikap ynag mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak empati. Orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam berkomunikasi daripada memahami pesan orang lain. Menurut Hutabarat 2008 seorang petugas kesehatan yang tidak komunikatif terhadap penderita akan menyebabkan penderita tidak mematuhi atau tidak menggunakan obat yang diberikan padanya. Penyuluhan yang efektif diberikan petugas kesehatan akan memberikan motivasi untuk patuh oleh penderita. Menurut Notoatmodjo 2003 motivasi diartikan sebagai dorongan dalam bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Hasil dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Adapun perilaku itu sendiri terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Menurut Mitchell dalam Simamora 2004, motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi 65 kegiatan-kegiatan sukarela volunter yang diarahkan ke arah tujuan tertentu. Adapun pendapat lain menyatakan motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berdasarkan hasil wawancara secara keseluruhan petugas kesehatan sudah cukup baik dalam memberikan motivasi kepada responden. Baik dalam memberikan semangat ataupun dorongan serta membuat rasa nyaman bagi penderita dalam pengobatannya. Akan tetapi, masih adanya kemungkinan yang terdapat dikarenakan adanya aspek lain yang memungkinkan baik dari petugas kesehatan ataupun penderita tidak dapat merespon motivasi yang diberikan dikarenakan adanya pengaruh baik dari masalah pribadi ataupun masalah lain yang memungkinkan kurang nya motivasi yang diberikan ataupun respon dari motivasi yang diberikan. Oleh karena itu baik dari petugas kesehatan diharapkan upaya motto “Senyum, Sapa, Sopan” sangat dibutuhkan dalam upaya motivasinya. 5.5. ฀ambaran Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan ฀ambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014 Dalam hal pengobatan TB paru, Depkes RI 2002 mengemukakan bahwa penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan, sedangkan penderita yang tidak patuh datang berobat dan bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukan kepatuhan berobat TB responden adalah patuh yaitu 28 orang 65.฀ dan paling sedikit kepatuhan berobat penderita TB responden 66 adalah tidak patuh yaitu ฀5 orang 34.9, hasil ini menunjukkan bahwa kepatuhan berobat TB paru di kelurahan gambir baru kecamatan kisaran timur adalah baik. Kepatuhan menurut Trostle dalam Niven 2002, adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas dokternya atau yang lain. Yuanasari 2009. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora 2004, adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Secara umum, ketidaktaatan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang, atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Berdasarkan hasil dari penelitian dan wawancara didapatkan bahwa kebanyakan dari responden yaitu penderita TB menjadi tidak patuh disebabkan mereka merasa sudah sehat dan tidak mengalami gejala TB setelah mencapai di bulan ke 3-5 sehingga mereka memutuskan untuk tidak meminum obat kembali. Adapun hal lainnya dikarenakan kesibukan melakukan pekerjaan sehingga menjadi lupa dalam pengobatannya ada juga hal yang menyebabkan mereka menjadi tidak patuh 67 dikarenakan dalam pemeriksaan TB ini terdapat pemeriksaan Rotgen yang mana kebanyakan dari penderita tidak berani untuk melakukan pemeriksaan. Adapun dari petugas kesehatan sangat disayangkan karena petugas kesehatan tidak dapat menjangkau keseluruhan semua penderita TB. Dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa tingginya kepatuhan berobat meliputi adanya sinkronisasi semua pihak Adapun dalam hal kepatuhan berobat pada penderita TB Paru, faktor-faktor di luar dirinya juga berperan penting seperti dukungan keluarga dapat menjadi faktor-faktor penguat yang mendorong penderita TB Paru untuk persisten dalam menjalani pengobatannya sehingga tidak menyebabkan penderita putus berobat. Bentuk penguatan tersebut dapat berupa perhatian maupun teguran dari keluarga bila penderita jenuh dalam menjalani proses pengobatan,. Namun, modal utama yang terpenting dalam penderita patuh dalam pengobatan sehingga pengobatan menjadi berhasil ialah keinginan dari penderita itu sendiri untuk sembuh. 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Risiko Penularan TB Paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah di Kabupaten Aceh Timur

3 68 135

Konversi Sputum Bta Pada Fase Intensif Tb Paru Kategori I Antara Kombinasi Dosis Tetap (Kdt) Dan Obat Anti Tuberkulosis (Oat) Generik Di Rsup. H. Adam Malik Medan

0 68 72

KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS NGUNTORONADI I KABUPATEN WONOGIRI

0 0 5

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 TESIS

0 0 21

KUESIONER PENELITIAN PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KELURAHAN GAMBIR BARU KECAMATAN KISARAN TIMUR TAHUN 2014 Identitas Responden

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1. Definisi Tuberkulosis - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 27

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 9

Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 1 14