commit to user
26 Menurut Leavis dan penganut mazhab Frankfurt dalam Sukmana
2009:19, budaya massa dipandang sebagai budaya yang berbasis komoditas, sebagai sesuatu yang tidak otentik, manipulatif dan tidak
memuaskan. Budaya massa merupakan produk kapitalis yang tidak otentik, karena tidak dihasilkan oleh masyarakat, manipulatif karena
tujuan utamanya untuk dibeli. Budaya massa dianggap tidak memuaskan, karena selain mudah dikonsumsi, juga tidak menyaratkan
terlalu banyak kerja dan gagal memperkaya konsumennya. Budaya massa merupakan budaya yang diproduksi oleh kaum borjuis
kapitalis yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah. Sedangkan produk budaya dalam budaya massa merupakan produk
budaya dari kelas buruh dalam budaya popular yang diindustrialisasi diproduksi secara massal oleh para kapitalis untuk menghasilkan
keuntungan finansial dari produk budaya tersebut. Para kapitalis dalam industri budaya mengkomodifikasi produk budaya sebagai
sarana untuk memperoleh kapital yang sebanyak-banyaknya untuk kemudian menciptakan komodifikasi atas produk budaya lainnya.
Dalam hal ini, iklan menjadi ujung tombak guna keberhasilan usaha komodifikasi produk budaya menjadi komoditas ekonomi kapitalisme.
g. Karakteristik Televisi
Setiap media mempunyai karakteristiknya masing-masing yang akan berdampak pada ketersampaian dan cara penerimaan pesan pada
audiensnya. Dalam hal ini, teknologi membawa perbedaan cara
commit to user
27 penyampaian, penerimaan audiens, maupun kecepatan pesan diterima
audiensnya. Gagasan Mcluhan bahwa media adalah pesan, merupakan satu indikasi bahwa penerimaan seseorang terhadap substansinya saja
tapi juga bagaimana pesan itu disampaikan melalui suatu teknologi media tertentu .
Ungkapan tersebut sinergis dengan pendapat Lievrouw dalam Frey Cissna 2009: 236 bahwa suatu kehadiran media baru akan
menggeser pandangan dalam konteks sosial tentang hubungan manusia dengan pemahamannya terhadap media dan teknologi
komunikasi. Konsekuensinya, pengetahuan tentang media yang baru menjauh dari teori komunikasi massa, masyarakat, dan berkaitan
dengan sistem teknis, fitur dan efek. Isi dan interaksi dalam media dilihat sebagai keberagaman sosial dan kultural serta selektif yang
diproduksi secara massal dan kemudian dikonsumsi. Sedangkan nilai sosial yang tertanam dalam teknologi komunikasi dilihat sebagai
double material, yaitu : alat ekspresi dan budaya komunikasi yang tampak, dan ekspresi budaya itu sendiri.
Media elektronik, sebagai suatu teknologi hadir dan menggeser teknologi baca yang diusung oleh media cetak. Teknologi penyiaran
sebagai salah satu media elektronik mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan media-media lain. Menurut Elvinaro Ardianto
dkk 2009;131-142, Radio mempunyai karakter auditori auditif, aktual, imajinatif, akrab dan menjaga mobilitas. Sedangkan televisi
commit to user
28 mempunyai karakter audiovisual,berpikir dalam gambar, dan
pengoperasian yang kompleks. Di sisi lain, menurut Darwanto 2007:42-44, media massa penyiaran
khususnya televisi memiliki ciri-ciri antara lain : pertama, keserempakan. Keserempakan mengacu pada kesamaan waktu
khalayak dalam menerima siaran dari media televisi dan radio walau dipisahkan oleh area geografis dan dalam waktu yang relatif
cepat.Kedua, mampu meliput dan menjangkau daerah yang tidak terbatas. Dalam hal ini media massa elektronik khususnya televisi
dapat meliput dan menjangkau belahan bumi manapun tanpa gangguanyang berarti. Ketiga, Bisa dimengerti yang buta huruf. Orang
yang buta huruf hanya menggunakan daya fantasinya saja, namun mereka akan dengan mudah menerima siaran televisi karena susunan
gambarnya telah mengubah bahasa verbal menjadi bahasa gambar. Empat, Dapat diterima mereka yang menderita cacat tubuh. Konsep
ini mengacu pada media massa televisi dan radio yang saling mengisi kekurangan dan kelebihannya, sehingga mereka yang cacat tubuh
pendengaran dan penglihatan dapat memanfaatkannya. Media yang berbeda akan menstimulasi tipe-tipe proses kognitif yang
berbeda. Dalam suatu perbandingan studi efek kognitif radio dan televisi dengan studi kasus penyampaian cerita anak-anak pada
media radio dan televisi yang dilakukan R. Jackson Haris 2004:25 menemukan bahwa anak-anak memperoleh akhir cerita yang tidak
commit to user
29 lengkap dari radio daripada yang mereka lihat dan dengar dari televisi.
Dalam hal ini, radio menstimulasi imajinasi yang lebih baik dari televisi, tapi televisi memberikan aspek visual, aksi dan keseluruhan
informasi yang lebih baik. Ini membuktikan bahwa televisi sebagai media audio visual mampu menghasilkan efek kognitif ke audiens
secara lebih baik daripada radio yang hanya bersifat audio saja. Radio dan surat kabar merupakan radio yang bersifat verbal, sedang televisi
mempunyai dimensi gambar yang lebih baik. Oleh karena itu menurut Haris, televisi mampu mengkomunikasikan materi relatif sederhana
dan memberi daya tarik perilaku secara langsung. Namun demikian kesederhanaan pesan dan daya tarik perilaku secara
langsung juga memberi konsekuensi pada penampilan prima dari seorang komunikator yang tampil di media televisi. Komunikator di
media televisi menurut Darwanto 2007:48 dituntut lebih banyak dibandingkan dengan komunikator yang menggunakan media massa
lainnya. Komunikator di media televisi yang berdimensi visual dituntut untuk tidak “demam kamera” Darwanto menggambarkan
bahwa komunikator di media televisi tidak selalu berhubungan langsung dengan audiens seperti halnya di panggung. Grup lawak
yang tontonannya kurang memuaskan akan berpengaruh pada keberhasilan pesan yang disampaikan, sehingga hal tersebut akan
menjadi kegagalan tontonan yang diharapkan menjadi tuntunan.
commit to user
30 Secara keseluruhan kemunculan media televisi juga menggeser
dominasi teknologi sebelumnya dengan dominasi teknologi baru yang dibawanya. Dominasi ini juga yang membuat kehadiran televisi juga
menggusur pendapatan iklan yang ada di media radio. Sejak kemunculan televisi di Amerika pada tahun 1945, iklan radio sedikit
demi sedikit tergerogoti oleh perkembangan televisi dan pengaruhnya terhadap audiens Biagi,2007:153.
Pergeseran ini merupakan akibat dari determinasi teknologi yang semakin berkembang dan menciptakan perbedaan-perbedaan. Menurut
pandangan Butler 2007:256, determinasi teknologi ini merupakan suatu bentuk penyederhanaan proses perubahan dalam media.
Sebagai penambahan pengetahuan dan kemampuan untuk membangun peralatan, hal ini harus mendukung iklim ekonomi, motivasi estetik,
dan kepentingan konsumsi agar teknologi jadi lebih bermakna. Secara jelas, Butler mengacu pada pengaruh dua elemen televisi yaitu, gaya
visual dan audio. Program televisi merupakan program visual yang digabungkan dengan
unsur suara. Menurut Butler tujuan adanya elemen audio di televisi adalah : 1. Memperoleh perhatian dari penonton;2. Memanipulasi
pemahaman penonton terhadap gambar; 3. Memelihara aliran televisual;dan 4.memelihara kontinyuitas ruang dan waktu pada
masing-masing scene.
commit to user
31 Sementara itu Raymond Williams 2007:180-181 dalam bukunya
Televisi, cenderung menolak pemahaman televisi sebagai hasil determinasi teknologi dengan alasan bahwa determinasi teknologi
merupakan suatu posisi yang tak bisa dipertahankan karena pandangan tersebut menggantikan maksud sosial, politik dan ekonomi yang riil
dengan otonomi penemuan yang bersifat acak. Pendapat ini diilhami oleh pemahaman bahwa proses penemuan televisi didasari oleh
maksud-maksud yang bersifat militer, administratis dan komersial, dengan masing-masing maksud yang bersifat ilmiah selama beberapa
periode tertentu dan dalam acara-acara tertentu pula. Pada tahap transisi dari penemuan menjadi teknologi, proses pengembangannya
didominasi oleh maksud-maksud komersial, dan diwarnai dengan sejumlah kepentingan riil politik dan militer. Dengan kata lain,
Williams menunjukkan bahwa bukan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, politik dan ekonomi, akan tetapi maksud-maksud
sosial, politik, dan ekonomi justru yang memacu penemuan teknologi. Di sisi lain, Gading Sianipar 2005:306-307 memandang peran
teknologi komunikasi sangat besar dalam membentuk dunia imajinasi yang melahirkan realitas semu virtual reality. Imajinasi telah
melampaui konsep yang selama ini diterapkan padanya sekedar pada mereproduksi gambar.Disadari atau tidak, dunia imajinasi telah
membentuk dan mempengaruhi realitas di dunia manusia, bukan secara perseorangan namun juga secara komunal dan global. Semakin
commit to user
32 tidak bisa dipungkiri bahwa aturan, nilai dan cita rasa yang ditawarkan
dunia imajinasi menjadi “hukum”yang ditaati oleh dunia konkret manusia. Namun di sisi lain, harus disadari juga bahwa yang
ditawarkan media dan kemudian mendapat sambutan pemirsa masyarakat hanya akan terjadi bila ada kebutuhan besar dari
masyarakat. Dalam hal ini, media menjadi cermin dari sebuah realitas terselubung yang hidup di tengah-tengah masyarakat .
Hal senada juga disampaikan oleh Hikmat Budiman 2002:56, bahwa adanya kebutuhan dalam masyarakat membuat media massa mencoba-
coba untuk menebak-nebak apa yang diinginkan rakyat banyak dan apa yang mereka terima. Media massa dalam hal ini bukan hanya
menyebarkan pesan dan informasi, tapi juga hiburan dan gaya hidup serta konsumsi masyarakat industri maju.
Pada era masyarakat informasi yang hampir pasti semua masyarakat dunia menuju ke sana dan ketergantungan masyarakat terhadap
teknologi semakin besar, maka televisi pada akhirnya juga harus bersaing dengan industri media lain seperti internet yang kemudian
memaksa pengelola industri media televisi menggabungkan teknologi yang mereka miliki dalam sistem media virtual berbasis 3.0 dimana
kita bisa menikmati isi media-media konvensional dalam suatu media baru.
commit to user
33
h. Peran dan Fungsi Media Massa