commit to user
43
2. Teori Wacana dan Analisis Wacana Kritis Fairclough
Pengertian wacana menurut Alex Sobur yang merangkum dari beberapa pendapat para ahli adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang
mengungkapkan suatu hal subyek yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk yang dibentuk
oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa Sobur,2009:11. Pengertian wacana dibedakan menjadi tiga macam, antara lain dilihat dari
level konseptual teoretis, konteks penggunaan dan metode penjelasan. Pada level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain umum
dari suatu pernyataan yang mencakup semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan efek dalam dunia nyata. Wacana dalam konteks
penggunaan, berarti sekumpulan pernyataan dan dapat dikelompokkan dalam kategori konseptual tertentu.Sedangkan dari segi penjelasan,
wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Menurut Eriyanto 2006:4-6, dalam wacana ada tiga pandangan untuk mengenai bahasa. Pertama, Kaum positivism empiris yang melihat
bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan obyek di luar dirinya.Salah satu ciri pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran
dan realitas.Dalam melakukan analisis wacana, orang tidak perlu mengetahui makna-makna subyektif atau nilai yang mendasari
pernyataannya.
commit to user
44 Kedua, kaum konstruktivisme yang banyak dipengaruhi pemikiran
fenomenologis sehingga menolak pandangan empiris yang memisahkan subyek dan obyek bahasa.Kaum ini menganggap subyek sebagai sentral
dalam kegiatan wacana serta-hubungan-hubungan sosialnya. Bahasa dipahami dalam paradigm ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-
pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, maka analisis wacana dimaksudkan untuk
membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Ketiga, Pandangan kritis yang mengoreksi pandangan kontruktivisme
yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional.Analisis wacana dalam
pandangan ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Berbicara tentang wacana kritis, Little John dan Foss 2009:69 berpandangan bahwa analisis wacana kritis memperhatikan fitur-fitur
aktual dalam teks yang memunculkan rangkaian penekanan tersebut, tanpa memisahkan komunikasi dari faktor lain pada keseluruhan sistem
kekuatan yang bersifat menekan. Sebagai salah satu pandangan,wacana kritis mempunyai karakteristik
seperti dikutip Eriyanto 2006:8-13 dari Teun A.Van Dijk,Fairclough dan Wodak sebagai berikut :
commit to user
45 a.
Tindakan Wacana dipahami sebagai tindakan sehingga mengasosiasikan suatu
bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal, sehingga orang seseorang berbicara, menulis
dan menggunakan bahasa tidak untuk dirinya sendiri, melainkan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.Pemahaman
semacam ini mempunyai beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang sebagai suatu yang
bertujuan , apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi dan sebagainya.Kedua, wacana dipahami
sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.
b. Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana dipandang diproduksi,
dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks komunikasi: siapa
yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan
tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk masing- masing pihak.Ada tiga hal sentral dalam pengertian wacana : teks,
konteks, dan wacana. Teks bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan,
commit to user
46 musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya.Konteks memasukkan
semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana
teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik berat
teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti
umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. c.
Historis Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana
diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting
untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu.
d. Kekuasaan
Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan power dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks,
percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan
kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat.Hubungan yang terjadi bukan saja antara A dan B,
tapi juga antara tua dan muda, dokter dan pasien, antara laki-laki dan perempuan dan sebagainya.Analisis wacana kritis tidak membatasi
commit to user
47 dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tapi juga
menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu.
Kekuasaan dalam wacana merupakan sesuatu yang penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Kontrol tidak selalu
berbentuk fisik dan langsung, tapi juga kontrol secara mental. e.
Ideologi Ideologi merupakan konsep sentral dalam analisis wacana kritis. Teks,
percakapan, dan lainnya adalah bentuk praktik ideologi tertentu.Teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi
dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memproduksi dan melegetimasi dominasi mereka.Wacana dalam
pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium dimana kelompok dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada
khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. Ideologi dari kelompok dominan
hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut
sebagai kebenaran dan kewajaran. Menurut Van Dijk, hal ini menjelaskan fenomena yang disebut kesadaran palsu, yaitu bagaimana
kelompok dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui kampanye disinformasi, melalui kontrol media
dan sebagainya.
commit to user
48 Analisis wacana kritis critical discourse analysis versi Fairclough
seperti diuraikan Jorgensen Philips 2007:121-125 memandang bahwa wacana kritis sebagai praktik sosial yang mereproduksi dan mengubah
pengetahuan, identitas, dan hubungan sosial yang mencakup hubungan kekuasaan dan sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial lain.
Pendekatan Fairclough merupakan bentuk wacana analisis yang berorientasi pada teks yang berusaha menyatukan tiga tradisi yaitu : a.
Analisis tekstual yang terinci di bidang linguistik;b. Analisis makro sosiologis praktik sosial; dan c. Tradisi intrepretatif dan mikro-
sosiologis dalam sosiologi. Bagi Fairclough, analisis teks sendiri tidak memadai bagi analisis wacana
dan tidak bisa menjelaskan hubungan antara struktur dan proses kultural dan kemasyarakatan. Untuk itu diperlukan perspektif interdisipliner yang
menggabungkan analisis tekstual dan sosial. Keuntungan yang bisa diambil dengan berpedoman pada tradisi makrososiologis adalah bahwa
tradisi ini menganggap bahwa praktik sosial dibentuk oleh struktur sosial dan hubungan kekuasaan. Ironisnya masyarakat tidak sadar atas proses
itu. Kontribusi tradisi intepretatif adalah memberikan pemahaman tentang
bagaimana masyarakat secara aktif menciptakan dunia yang terikat pada kaidah dalam praktik sehari-hari.
commit to user
49 Selanjutnya, Fairclough 2001:286-188 membagi analisis wacana
menjadi tiga dimensi, yaitu : teks, discourse practice dan sosiokultural practice.
Gambar 1 Dimensi Analisis Wacana Fairclough
Sumber : Ibnu Hamad 2004:23
Wacana model Fairclough menghubungkan teks mikro dengan konteks dimana teks diproduksi yaitu masyarakat secara makro.Tingkatan praksis
wacana digunakan untuk melihat secara meso sosiokultural kaitan antara teks dengan produksi dan konsumsi teks tersebut.
Di level awal teks dalam model ini dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosa kata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukkan
koherensi dan kohesivitas, bagaimana antar kata dan antar kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian. Semua elemen
commit to user
50 tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah, yaitu : 1. Ideasional yang
merujuk pada representasi tertentu yang ingin ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa muatan ideologis tertentu. Analisis ini
digunakan untuk melihat bagaimana sesuatu peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan atau apapun ditampilkan dalam teks yang bisa jadi
membawa muatan idelogis tertentu;2. Relasi yang merujuk pada analisis kontruksi hubungan diantara media, khalayak dan partisipan, seperti
apakah teks disampaikan secara informal atau formal, terbuka atau tertutup;3. Identitas, merujuk pada kontruksi dari identitas media dan
pembaca khalayak, serta bagaimana personal dan identitas ini hendak ditampilkan.
Discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks pada dasarnya dihasilkan
melalui proses produksi teks yang berbeda, seperti bagaimana pola kerja, bagan kerja dan rutinitas dalam menghasilkan teks. Proses konsumsi teks
bisa jadi juga berbeda dalam konteks sosial yang berbeda pula. Sedangkan sosiocultural practice merupakan dimensi yang berhubungan
dengan konteks di luar teks.Konteks di sini memasukkan banyak hal seperti konteks situasi, dan lebih luas lagi adalah konteks dari praktik
institusi dari media sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat, budaya media, politik media atau ekonomi media yang mempengaruhi
teks yang dihasilkan.
commit to user
51 Selanjutnya Fairclough juga memberi perhatian khusus terhadap
hubungan antarteks intertekstual dan antarwacana. Antarwacana terjadi bila aliran dan wacana yang berbeda diartikulasikan bersama-sama dalam
suatu peristiwa komunikatif. Antarkewacanaan merupakan bentuk antartekstualitas yang mengacu pada
tempat bergantungnya peristiwa komunikatif pada peristiwa-peristiwa terdahulu. Bentuk-bentuk hubungan antarteks terutama yang telah
diucapkan sebelumnya adalah hubungan antarteks yang menjelma manifest antarteks, sebaliknya teks secara jelas tergantung pada teks-
teks lain yang didapat dengan cara mengutipnya. Oleh karena itu, suatu teks bisa dipandang sebagai hubungan dalam rantai interteks dimana
rangkaian teks merupakan tempat masing-masing teks memasukkan unsur-unsur yang berasal dari teks-teks lain.
Sementara itu antarwacana mengacu pada pengaruh sejarah terhadap suatu teks dan pengaruh teks terhadap sejarah. Fairclough memandang ini
sebagai tanda stabilitas dan ketidakstabilan, kontinuitas dan perubahan. Perubahan diciptakan dengan mengandalkan wacana-wacana yang ada
dengan cara baru, namun kemungkinan terjadinya perubahan itu dibatasi oleh hubungan kekuasaan yang diantaranya menentukan akses aktor-aktor
yang berbeda pada wacana-wacana yang berbeda.
commit to user
52
B. Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan rencana penelitian ini, antara lain : pertama
, penelitian yang berjudul “Commodifying Culture: Ownership of Cambodia’s Archaeological Heritage” oleh William Anderson 2007:103-
110. Penelitian ini mengkaji komodifikasi artefak budaya Khmer di Kamboja yang dibawa ke Galeri Nasional di Victoria Melbourne Australia, yang
mengoleksi barang-barang antik dari Asia, termasuk empat patung yang dibawa dari kamboja. Penelitian medeskripsikan proses komodifikasi artefak
tersebut sebagai suatu proses tidak hanya secara fisik tapi juga pemberian konsep materi dalam ruang properti pribadi. Dengan pertukaran dan
penyebaran sebagai kepemilikan budaya, benda tersebut ditransformasi sebagai hasil seni yang dipamerkan dalam konteks aslinya. Dalam hal ini,
proses pengkoleksian dan pemajangan keantikan barang Khmer menunjukkan bagaimana kepemilikan warisan arkeologi Kamboja mempengaruhi persepsi
dan pemahaman terhadap masa lalu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya suatu proses komodifikasi audiens dengan kepemilikan artefak dan
pembatasan akses untuk menciptakan akumulasi kapital. Kedua, penelitian Rianne Subijanto 2009:32-37
berjudul “Religious TV Series: The Making of Popular Piety Culture in Indonesia”. Dalam penelitian
ini, Rianne dengan pendekatan etnografi menelusuri proses pemopuleran budaya religious melalui televisi dengan studi kasus produksi sinetron
religious di televisi Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa praktek- praktek kerja di dalam dan di luar media sebagai suatu dunia dimana standar-