1
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi penelitian, hipotesis penelitian,
metode penelitian dan lokasi serta sampel penelitian. Adapun uraiannya sebagai berikut:
A. Latar Belakang Masalah
Fase remaja adalah masa kehidupan individu menjelang dewasa. Pada jenjang ini kebutuhan remaja telah semakin kompleks, interaksi sosial dan
pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuain diri terhadap lingkungannya, remaja mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma
pergaulan yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan dan bergaul dengan
berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, dewasa, dan orang tua.
Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena disamping harus memperhatikan norma pergaulan sesama
remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
Setiap fase dalam kehidupan individu memiliki tugas perkembangan. Tugas perkembangan terkait dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang
2
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai dengan fase perkembangannya. Adapun munculnya tugas perkembangan disebabkan adanya faktor-faktor kematangan
fisik, tuntutan masyarakat secara kultural, tuntutan dan dorongan dari individu itu sendiri dan tuntutan norma agama. Jika remaja sanggup melaksanakan tugas
perkembangannya dengan baik, maka ia akan merasa bahagia dan puas. Sebaliknya, jika ia gagal, maka tugas perkembangan fase berikutnya dapat
terganggu. Siswa sekolah menengah pertama SMP dikategorikan sebagai remaja.
Masa ini dapat diperinci menjadi beberapa masa yaitu : 1 masa praremaja remaja awal, 2 masa remaja remaja madya dan 3 masa remaja akhir, seperti
dikemukakan oleh Syamsu Yusuf 2009:29. Sedangkan menurut Hurlock 1964, rentangan usia remaja itu antara 13 sampai dengan 21 tahun dan dibagi
menjadi usia masa remaja awal 13-17 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. WHO menetapkan batas usia 19-20 tahun sebagai batasan usia remaja, dengan
pembagian fase remaja awal antara 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Kehidupan sosial pada jenjang remaja ditandai dengan menonjolnya
fungsi intelektual, emosional dan sosial. Remaja sangat membutuhkan dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Ketika seorang remaja mengalami suatu
masalah hingga ia menutup hubungan sosialnya dengan lingkungannya hal ini dinyatakan sebagai suatu krisis identitas Erick Erickson,1982. Proses
pembentukan identitas diri dan konsep diri seseorang adalah suatu hal yang kompleks. Konsep diri seorang anak tidak hanya dari bagaimana ia percaya
3
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
tentang keberadaan dirinya tapi juga bagaimana orang lain percaya terhadap keberadaan dirinya. Erickson menyimpulkan bahwa masa remaja adalah fase
dimana anak ingin menentukan jati dirinya dan penemuan jati diri ini dipengaruhi oleh pengaruh sosiokultural.
Masa remaja sering juga disebut sebagai masa yang penuh gejolak. Berbagai tuntutan di sekelilingnya dapat menimbulkan masalah bagi remaja, baik
secara pribadi maupun secara sosial. Bila remaja memiliki pertahanan diri yang kuat maka ia dapat terhindar dari pengaruh yang tidak baik. Begitu juga
sebaliknya. Pertahanan diri ini dapat berupa rasa percaya diri yang positif atau dengan kata lain remaja dapat merespon segala sesuatu secara positif. Keadaan
ini berawal dari kemampuan seseorang untuk memahami serta menilai dirinya secara positif, atau menurut istilah yang lebih popular remaja memiliki konsep diri
yang baik atau positif. Konsep diri merupakan inti dari kepribadian yang menjadi landasan bagi
terwujudnya perilaku
remaja. Dengan
kata lain
cara remaja
berperilakuberpenampilan akan banyak ditentukan oleh kualitas konsep dirinya. Konsep diri merupakan konsep gambaran pandangan mengenai diri sendiri yang
bersumber dari suatu perangkat keyakinan dan sikap terhadap dirinya sendiri. Setiap individu akan memiliki konsep diri dalam berbagai bentuk yang berlainan
yang akan menentukan perwujudan kualitas kepribadiannya. Konsep diri dapat bersifat positif dan negativ. Yang harus diwujudkan dalam diri individu adalah
4
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
konsep diri yang positif sehingga mampu menampilkan kepribadian yang positif pula.
Dalam perkembangannya konsep diri dipengaruhi oleh banyak hal. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Cooley Calhoun Acocella, 1995:77 bahwa konsep diri seseorang akan menggunakan orang lain sebagai cermin dalam menunjukkan diri
yang sebenarnya atau dikenal sebagai diri yang tampak sebagai cermin. Pendapat ini dikembangkan kembali oleh Mead 1995:77 yang mengungkapkan bahwa
diri ini berkembang melalui dua tahap yaitu internalisasi sikap orang lain terhadap diri dan tahap selanjutnya adalah internalisasi norma masyarakat. Hal ini
didukung oleh Baldwin Holmes Calhoun Acocella, 1995:79 yang menyatakan bahwa konsep diri adalah ciptaan sosial, hasil belajar melalui
hubungan dengan orang lain. Penulisan tesis ini menitikberatkan pada remaja di sekolah menengah
pertama terbuka SMPT berdasarkan anggapan bahwa SMPT merupakan sekolah dimana siswanya pada umumnya berasal dari golongan menengah ke bawah baik
secara ekonomi dan sosial. Hal ini sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Penyelenggaraan SMP Terbuka yang dikeluarkan Direktorat Jenderal
Mandikdasmen Departemen Pendidikan Nasional Januari 2008 bahwa latar belakang berdirinya SMP Terbuka adalah sebagai salah satu cara menjangkau
anak-anak dari masyarakat lapis bawah yang kurang beruntung, yang jumlahnya
5
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
cukup besar dan kondisi sosial ekonominya lemah dan kenyataan di lapangan bahwa 30 siswa SDMI tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Kebijakan yang dikeluarkan Direktorat Pembinaan SMP untuk mengatasi masalah di atas selain dengan mendirikan sekolah baru, mengoptimalkan daya
tampung SMP yang sudah ada, adalah dengan mendirikan SMP Terbuka baik regular maupun mandiri.
Menurut Panduan Pelaksanaan Penyelenggaraan SMP Terbuka, sampai dengan tahun 2008 ada 2.574 SMPT. Dalam periode 1998 sampai dengan 2008
ada 1.071 SMPT tutup atau berhenti beroperasi. Hal ini antara lain dikarenakan kurangnya pembinaan dari instansi terkait. Selain itu dari segi kemampuan
akademik, pada umumnya siswa SMP Terbuka berada di bawah prestasi SMP Reguler. Hal ini dapat dipahami karena rata-rata masukan siswa SMPT memang
lebih rendah daripada SMP Reguler. Latar belakang siswa yang berasal dari golongan menengah ke bawah
menjadi salah satu faktor siswa menjadi minder, rendah diri dan tertutup atau bahkan sebaliknya menjadi asosial dan berani melanggar peraturan dan bersikap
seenaknya. Hal ini dikarenakan siswa memiliki konsep diri yang negativ. Masalah yang sering ditemui di SMP Terbuka melalui wawancara dengan kepala sekolah
dan guru kelas delapan pada tanggal 05 September 2011 antara lain : 1.
Pada umumnya siswa bersikap tertutup, pendiam dan minder 2.
Siswa cenderung cuek dan acuh tak acuh terhadap peraturan sekolah 3.
Kurangnya minat dan motivasi belajar siswa
6
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
4. Kurangnya tata krama, dan etika sopan santun baik terhadap guru maupun
dengan sesama siswa berkata kotor, kasar, membentak 5.
Banyak siswa yang masuk sekolah hanya saat menjelang ulangan, ujian dan saat pemberian beasiswa dari sekolah
6. Peran dan dukungan orangtua sangat kurang, dan lainnya.
Permasalahan tersebut tentunya harus segera mendapatkan penanganan yang menyeluruh. Penanganan yang menyeluruh tersebut dapat dilakukan oleh
berbagai pihak baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan berkewajiban
membantu siswa
dalam proses
perkembangannya. Dimana tujuan pendidikan antara lain menjadikan manusia sebagai manusia yang baik.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak pihak yaitu peserta didik, pendidik, administrator, masyarakat dan orangtua
peserta didik. Karena itu untuk dapat mencapai tujuan pendidikan, semua pihak harus berperan dan berpartisipasi secara aktif. Salah satu komponen penting
dalam penyelenggaraan pendidikan adalah bimbingan dan konseling. Dengan adanya bimbingan dan konseling, berupa program layanan yang
mengarah pada pengembangan konsep diri diharapkan dapat membantu siswa dalam mengenali dirinya, mampu mengarahkan dirinya secara tepat, dapat
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya agar dapat berkembang secara optimal.
7
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Di samping program yang disusun secara komprehensif, adanya suatu teknik atau strategi khusus yang digunakan seorang konselor juga sangat penting.
Karena dengan adanya teknik yang tepat, hasil yang didapat akan sesuai dengan yang diharapkan.
Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang dilaksanakan secara kelompok terhadap sejumlah individu sekaligus. Hal ini dilaksanakan jika
masalah yang dihadapi mempunyai kesamaan atau saling memiliki hubungan, serta mempunyai kesediaan untuk dilayani secara kelompok. Bimbingan
kelompok memungkinkan setiap anggota untuk berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya untuk mencegah timbulnya masalah dan pengembangan
pribadinya. Bimbingan kelompok lebih bersifat efektif dan efisien karena dilaksanakan sekaligus terhadap lebih dari seorang individu.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok yaitu pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, bermain
peran, simulasi, dan karyawisata. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode permainan, diskusi kelompok serta pemberian informasi.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri sangat penting dalam perkembangan kepribadian remaja. Dan salah satu cara untuk
mengembangkanmengarahkannya adalah melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi dan pemberian informasi Berdasar hal tersebut penulis
sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas Program
8
Nining Fitriyaningsih, 2013 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Dalam Mengembangkan Konsep Diri Siswa Studi Kuasi
Eksperimen Pada Siswa SMPT Kota Serang Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa. Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa
SMP Terbuka Kota Serang”
B. Rumusan Masalah