Konteks dalam Pragmatik Konsep

interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu. Cara menginterpretasikan ungkapan tersebut bergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks. Levinson 1983:9 mendefinisikan pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language. Artinya, pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa. Mey 1993:42 menekankan konteks dan mengatakan bahwa pragmatics is the study of conditions of human language uses as these are determined by the context of society. Artinya, pragmatik adalah kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Parker 1986:11 mengatakan bahwa: pragmatics is the study of how language is used for communication. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan menegaskan bahwa pragmatik tidak menelaah struktur bahasa secara internal seperti tata bahasa, tetapi menelaah secara eksternal. Konteks menurut Preston 1984 adalah segenap informasi yang berada di sekitar penggunaan bahasa, bahkan termasuk juga penggunaan bahasa yang ada di sekitarnya yang mendahahului ataupun sesudahnya. Dengan demikian, konteks dapat dibedakan menjadi konteks bahasa dan konteks non-bahasa. Konteks nonbahasa dapat dibedakan menjadi 1 konteks dialektal, di antaranya meliputi usia, jenis kelamin, dan spesialisasi menunjuk kepada profesi, 2 konteks diatipik meliputi setting tempat dan jarak interaksi, topik pembicaraan dan fungsi, 3 konteks realisasi meliputi cara dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan, yaitu pesan tertulis dan lisan, sedangkan saluran berupa telepon, telegram, ataupun bersemuka. Suyono 1990:20 mengatakan bahwa konteks meliputi konteks fisik dan konteks sosial psikologis. Konteks fisik, misalnya berupa tempat, waktu, dan hal- hal fisik lain yang dapat diindra. Di pihak lain konteks sosial psikologis, misalnya berupa hubungan antarpesan, keadaan batin para pemeran, latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Konteks didefinisikan oleh Mey 1993:38 sebagai berikut. The surroundings in the widest sense that enable the participants in the communication process to interact and that make the linguistic expressions of their interaction intelligible. Situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta tutur berkomunikasi, dapat berinteraksi, dan membuat ujaran mereka dapat dipahami. Artinya, situasi yang dapat menimbulkan seseorang berujar karena situasi tersebut tidak mendukung keadaan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diinterpretasikan bahwa untuk menyampaikan suatu maksud atau fungsi sebuah makna kepada orang lain, bukan hanya dengan satu modus tuturan, melainkan dengan banyak modus tuturan, bergantung pada konteks situasi di mana bahasa itu digunakan atau dituturkan. Hymes 1972:10--14 mengemukakan unsur-unsur yang dapat membentuk konteks, yaitu sebagai berikut. a The form and content of the message bentuk dan isi pesan. b The setting perangkat lingkungan khas, misalnya waktu dan tempat. c The intent and effect of the communication maksud dan dampak komunikasi. d The key kunci atau petunjuk. e The medium perantara. f The genre genre. g The norm of interaction norma interaksi.

2.2.3 Ideologi Tuturan Upacara Pernikahan

Konsep ideologi dalam penelitian ini adalah seperangkat kepercayaan suatu kelompok masyarakat yang direalisasikan dalam tuturan dan tindakan. Di samping itu, juga dapat mengikat dan mempersatukan mereka secara turun- temurun. Berkenaan dengan pandangan tersebut, analisis ideologi sangat erat berkaitan dengan bahasa karena bahasa merupakan media dasar makna pemaknaan yang cenderung mempertahankan relasi dominasi. Dengan kata lain, bahasa mengandung makna yang ada hubungannya dengan ideologi penggunaan bahasa. Ideologi tidak terjadi secara spontan, tetapi melalui proses tersendiri dan sampai pada suatu keyakinan yang menjadikannya sebagai penyatu dalam suatu kelompok masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Martin 1997:237 bahwa ideologi merujuk pada posisi kekuatan dan asumsi bahwa semua yang berinteraksi sosial membawa mereka dalam keyakinan.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini dikerangkai oleh dua teori, yaitu 1 teori pragmatik dan 2 teori bahasa, konteks, dan teks. Teori pragmatik Leech, 1983; Wijana, 1996 digunakan untuk menganalisis dua permasalahan. Pertama, tindak tutur yang ditemukan dalam tuturan upacara pernikahan masyarakat Madura di Desa Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo. Kedua, tindak tutur yang memperlihatkan tindak ilokusi dalam tuturan pernikahan masyarakat Madura di Desa Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo. Di pihak lain teori bahasa, konteks, dan teks Halliday, 1985 untuk menganalisis permasalahan yang ketiga, yaitu ideologi yang tercermin di balik tuturan upacara pernikahan masyarakat Madura di Desa Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo. Kedua teori ini saling melengkapi sebagai teori utama dan teori pendukung untuk menjawab permasalahan dalam penelitian bahasa Madura BMd. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap dan jelas tentang kedua teori yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan secara terperinci di bawah ini.

2.3.1 Tindak Tutur

Berkaitan dengan bahasa dan konteks penggunaannya, Austin 1962 dalam bukunya yang berjudul How to do things with Words mengatakan bahwa suatu ekspresi tutur dapat digunakan untuk melakukan sesuatu selain untuk mengatakan sesuatu. Dalam hal ini lebih lanjut dia berpendapat bahwa suatu ekspresi tutur yang secara gramatika digolongkan sebagai tuturan yang eksklamasi