Tuturan Upacara Pernikahan Konsep

Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo memiliki beberapa tahapan, yaitu tahapan peminangan bekalan, prapernikahan, pernikahan, dan pascapernikahan. Penggunaan tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengacu pada peristiwa tutur tertentu. Dengan demikian, dipandang sebagai esensi penggunaan bahasa yang berhubungan dengan komponen fisik dan psikologis. Tuturan diartikan sebagai ekspresi bahasa yang digunakan oleh penuturnya dalam konteks tertentu, sedangkan kalimat merupakan ekspresi bahasa yang digunakan oleh penuturnya yang tidak terikat konteks tertentu. Artinya, tuturan mencari maksud, sedangkan kalimat mencari makna Matthew, 1997:393. Van Dijk 1943:1 mengatakan sebagai berikut. speech acts usually do not come alone. They may occur in ordered sequences of speech acts accomplished by one speaker or by subsequent speaker, e.g. in the course of a vonversation. Much in the same way as sentences may occur in sequences which should satisfy a number of constraints, e.g. those of semantic coherence, in order to be acceptable as discourse, we should expect that speech act sequences are not arbitrary. They must also satisfy a number of constraints. One of the obvious tasks for an extension of a theory of speech acts within linguistic pragmatics. Then, is the formulation of these constraints. Tuturan biasanya tidak hadir sendirian. Tuturan dapat terjadi dalam urutan pesan yang disempurnakan oleh penutur dan petutur berikutnya dalam rangkaian percakapan. Banyak cara dalam sebuah kalimat yang dapat terjadi secara berurutan dan dapat memenuhi angka ketidakleluasaan, seperti dalam semantik sebagai wacana yang menghasilkan tindak tutur yang berurutan dan tidak berubah-ubah.

2.2.2 Konteks dalam Pragmatik

Sebelum dijelaskan makna tindak tutur, dipandang perlu dipahami makna semantik dan pragmatik. Dalam kaitannya dengan penelitian ini Leech 1983:5-- 6 memaparkan makna sebagai berikut. semantics and pragmatics in practice, the problem of distinguishing „language‟ langue and „language use‟ parole has centred on a boundary dispute between semantics and pragmatics. Both fields are concerned with meaning, but the difference between them can be traced to two different users of the verb to mean: [1] what does X mean? [2] what did you mean by X? Semantics traditionally deals with meaning as a dyadic relation, as in [1], while pragmatics deals with meaning as a triadic relation. As in [2], thus meaning in pragmatics as defined relative to a speaker or user of the language. Whereas meaning in semantics is defined purely as a property of expression in a given language, in abstraction from particular situation, speakers, or hearer. Berdasarkan paparan Leech di atas, dapat dipahami bahwa pragmatik mempunyai kaitan yang erat dengan semantik. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi „diadik‟ seperti pada „apa maksudnya X ‟. Di pihak lain pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi „triadik‟ seperti pada „apa maksudnya dengan ↓‟. Dengan demikian, dalam pragmatik makna diberikan definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pengguna bahasa. Di pihak lain dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, artinya terpisah dari situasi penutur dan lawan tuturnya. Kiefer 1980:9 menegaskan bahwa pragmatics is concerned with the way in which the interpretation of syntactically defined expressions depends on the particular conditions of their use in context. Artinya, pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu. Cara menginterpretasikan ungkapan tersebut bergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks. Levinson 1983:9 mendefinisikan pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language. Artinya, pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa. Mey 1993:42 menekankan konteks dan mengatakan bahwa pragmatics is the study of conditions of human language uses as these are determined by the context of society. Artinya, pragmatik adalah kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya. Parker 1986:11 mengatakan bahwa: pragmatics is the study of how language is used for communication. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan menegaskan bahwa pragmatik tidak menelaah struktur bahasa secara internal seperti tata bahasa, tetapi menelaah secara eksternal. Konteks menurut Preston 1984 adalah segenap informasi yang berada di sekitar penggunaan bahasa, bahkan termasuk juga penggunaan bahasa yang ada di sekitarnya yang mendahahului ataupun sesudahnya. Dengan demikian, konteks dapat dibedakan menjadi konteks bahasa dan konteks non-bahasa. Konteks nonbahasa dapat dibedakan menjadi 1 konteks dialektal, di antaranya meliputi usia, jenis kelamin, dan spesialisasi menunjuk kepada profesi, 2 konteks