2.3 Landasan Teori
Penelitian ini dikerangkai oleh dua teori, yaitu 1 teori pragmatik dan 2 teori bahasa, konteks, dan teks. Teori pragmatik Leech, 1983; Wijana, 1996
digunakan untuk menganalisis dua permasalahan. Pertama, tindak tutur yang ditemukan dalam tuturan upacara pernikahan masyarakat Madura di Desa
Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo. Kedua, tindak tutur yang memperlihatkan tindak ilokusi dalam tuturan pernikahan masyarakat Madura di Desa Kalidandan,
Pakuniran, Probolinggo. Di pihak lain teori bahasa, konteks, dan teks Halliday, 1985 untuk menganalisis permasalahan yang ketiga, yaitu ideologi yang
tercermin di balik tuturan upacara pernikahan masyarakat Madura di Desa Kalidandan, Pakuniran, Probolinggo. Kedua teori ini saling melengkapi sebagai
teori utama dan teori pendukung untuk menjawab permasalahan dalam penelitian bahasa Madura BMd. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap dan jelas
tentang kedua teori yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan secara terperinci di bawah ini.
2.3.1 Tindak Tutur
Berkaitan dengan bahasa dan konteks penggunaannya, Austin 1962 dalam bukunya yang berjudul How to do things with Words mengatakan bahwa
suatu ekspresi tutur dapat digunakan untuk melakukan sesuatu selain untuk mengatakan sesuatu. Dalam hal ini lebih lanjut dia berpendapat bahwa suatu
ekspresi tutur yang secara gramatika digolongkan sebagai tuturan yang eksklamasi
atau pernyataan belum tentu digunakan untuk mengatakan pernyataan, tetapi juga dimaksudkan untuk bertanya, memerintah, dan sejenisnya Austin, 1962:98--99.
Jika seseorang mengatakan “saya berjanji” I promise, dia sebenarnya tidak hanya mengucapkan ujaran tersebut, tetapi juga melakukan tindakan
berjanji. Dia berjanji akan melakukan hal yang diujarkan Nadar, 2009:11. Tuturan ini disebut tuturan performatif dan kata kerja yang digunakan dalam
tuturan ini juga disebut kata kerja performatif Austin, 1962; Searle, 1977; Cummings, 2007; Leech, 1983; Levinson, 1983:229--232.
Cohen 2008:2 menambahkan bahwa tindak tutur sering, tetapi tidak selalu merupakan suatu bahasa yang terpola dan bersifat rutin dari penutur asli,
penutur, dan penulis nonasli yang secara pragmatik dianggap berkompeten walaupun dengan berbagai versi dialeknya menggunakan bahasa tersebut dengan
fungsi-fungsi bahasanya, seperti mengucapkan terima kasih, memuji, meminta, menolak, dan mengeluh. Menurutnya, selama ini pendekatan tradisional sudah
sering digunakan dalam menganalisis tindak tutur yang dalam implementasinya jauh dari interaksi situasional.
Terkait dengan pendapat Cohen, Searle 1977:22 juga mengatakan hal yang senada, yaitu menggunakan suatu bahasa berarti kita terlibat dalam suatu
bentuk tindakan atau berbicara adalah melakukan suatu tindakan menurut aturan. Ujaran seperti a Sam smokes habitually, b Does Sam smoke habitually, c
Sam, smoke habitually, dan d Would that Sam smoke habitually merupakan empat ujaran yang berbeda menurut bentuk atau fungsinya. Ujaran a merupakan