Kajian Pustaka KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
Handayani menunjukkan bahwa bentuk kayob memiliki beberapa ciri, yakni terdapat pola-pola formula dalam baris-baris kayob, jenis-jenis formula tersebut
adalah formula satu baris, setengah baris, dan satu kata. Ia juga mendeskripsikan bahwa dalam wacana kayob yang ditelitinya ditemukan adanya tema, gaya bahasa,
dan estetika bunyi kayob. Fungsi yang terdapat dalam kayob meliputi fungsi religius, fungsi sosiologis, fungsi ekonomis, dan fungsi apresiatif reflektif.
Analisis makna dalam syair kayob memiliki makna kepercayaan, makna sosial, dan makna didaktis. Penelitian tersebut belum lengkap karena tidak dibahas secara
tuntas terutama nilai-nilai yang tercermin di balik wacana tersebut. Hal tersebut perlu tinjauan lagi karena penelitian tersebut hanya memberikan deskripsi bentuk,
fungsi, dan makna. Netra 2005 menyusun tesis berjudul
“Eksplikasi Makna Ilokusional Tuturan Upacara Memadik di Denpasar: Sebuah Kajian Metabahasa Semantik
Alami MSA ”. Aspek yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah jenis tindak
tutur, makna ilokusional, dan eksplikasi makna ilokusional dengan teori tindak tutur dan MSA. Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut menunjukkan
bahwa tuturan upacara memadik di Denpasar dibangun oleh jenis tindak tutur dan cultural scripts. Jenis tindak tutur yang ditemukan adalah 1 TT langsung TL,
2 TT tidak langsung TTL, 3 TT literal TLit, 4 TT tidak literal TTLit, 5 TT langsung literal TLLit, 6 TT tidak langsung literal TTLLit, 7 TT
langsung tidak literal TLTLit, dan 8 TT tidak langsung tidak literal TTLTLit. Tuturan juga dibangun oleh cultural scripts pada tataran leksikon dan tata bahasa
tag yang dibangun oleh tipe predikat mental dengan makna asali
MEMIKIRKAN, MENGETAHUI,
MERASAKAN, MENGINGINKAN,
MELIHAT, dan MENDENGAR. Di pihak lain tipe tindakan dibangun oleh MELAKUKAN dan MENGATAKAN. Penelitian tersebut perlu kelanjutan
karena sejauh ini belum dikaji ideologi tuturan upacara memadik di Denpasar. Namun, hasil penelitian tersebut memberikan hal yang sangat bermanfaat bagi
peneliti, terutama dalam menganalisis tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang dibahas dalam penelitian tersebut. Walaupun objek penelitian tersebut berbeda
dengan objek yang dikaji oleh peneliti, penelitian tersebut dapat dijadikan kajian pustaka yang memberikan sumbangan bagi peneliti untuk dijadikan bahan
pembanding. Sastriadi 2006 menulis tesis berjudul
“Tuturan Ritual Tawur pada Masyarakat Dayak Kaharingan di Kalimantan Tengah: Sebuah Kajian Wacana
”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa TRT memiliki sejumlah dimensi
struktur tekstual pada tataran superstruktur, yaitu struktur makro dan struktur mikro. Pada tataran struktur makro TRT mengandung tema tentang permohonan
kepada roh beras untuk menyampaikan permohonan manusia kepada sahur parapah
„dewa‟. Pada tataran struktur mikro TRT ditemukan adanya paralelisme leksikogramatikal pada unsur perangkat diad yang berpasangan berjumlah
maksimal sepuluh kata dalam klausa dan terdapat perangkat diad tunggal tidak memiliki pasangan. Ia juga mendeskripsikan bahwa dalam TRT yang ditelitinya
ditemukan adanya makna yang terkandung di dalamnya, yaitu makna yang berkenaan dengan ketuhanan, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Penelitian
tersebut belum mengkaji konteks situasi, seperti medan, pelibat, sarana, konteks budaya atau tradisi, dan konteks ideologi yang tercermin dari TRT tersebut
sehingga masih dibutuhkan kelanjutan kajian agar terjadi kesempurnaan. Akan tetapi, penelitian tersebut memberikan manfaat bagi peneliti dalam hal
mengetahui struktur teks ritual TRT. Sutama 2010 menyusun disertasi berjudul
“Teks Ritual „Pawiwahan‟ Masyarakat Adat Bali: Analisis Linguistik Sistemik Fungsional
”. Ia mengkaji keseluruhan bagian perkawinan yang dimulai dari marerasan tahap pertemuan
awal antara keluarga calon pengantin laki-laki dan keluarga calon pengantin perempuan sampai pada majauman mengesahkan pernikahan. Struktur dikaji
secara menyeluruh karena fakta menunjukkan bahwa bagian yang satu dengan yang lainnya tidak membutuhkan jarak waktu yang lama. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa teks ritual pawiwahan masyarakat adat Bali memiliki sejumlah dimensi struktur, yaitu a budaya yang berkaitan dengan adat tradisi, b
struktur makro yang berkaitan dengan konteks sosial, c struktur mikro yang berkaitan dengan alur pesan dan informasi, dan d struktur makna. Ia juga
mendeskripsikan bahwa dalam teks ritual yang ditelitinya ditemukan adanya sistem mood, transitivitas, dan tema-rema. Penelitian tersebut memberikan
kontribusi kepada peneliti dalam hal mengetahui struktur ritual „pawiwahan‟
masyarakat adat Bali sehingga dapat dijadikan pembanding dan rujukan. Lanny 2013 menulis tesis berjudul
“Tuturan Ritual Kelahiran Orang Boti di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur: Kajian Linguistik Kebudayaan
”. Suku Boti menganut agama yang disebut Halaika. Hasil penelitian Lanny menunjukkan
bahwa tuturan kelahiran orang Boti memiliki tujuh tahapan ritual, yaitu Onen toit li‟ana, Na‟aup, Lef usaf, Onen na‟po li ana usan, Kanaf, Tapoitan li‟ana, Eu‟nak
funu. Ia juga mendeskripsikan bahwa dalam tuturan kelahiran orang Boti yang ditelitinya ditemukan adanya a gaya bahasa, b fungi, c makna, dan d nilai.
Gaya bahasa meliputi metafora dan paralelisme. Fungsi meliputi fungsi magis, fungsi emotif, dan fungsi konatif. Makna meliputi makna didaktis, makna religi,
dan makna sosiologis. Nilai meliputi nilai pendidikan, nilai hidup, dan nilai budaya. Penelitian tersebut tidak membahas konteks situasi seperti medan field,
pelibat tenor, sarana mode, dan konteks ideologi yang tercermin di balik tuturan ritual kelahiran orang Boti sehingga masih dibutuhkan kelanjutan kajian
agar terjadi kesempurnaan. Akan tetapi, penelitian tersebut memberikan manfaat bagi peneliti dalam hal mengetahui tahapan tuturan ritual kelahiran orang Boti.
Magdalena 2013 menulis disertasi berjudul “Teks Kette Katonga Weri
Kawendo pada Masyarakat Adat Weweha di Pulau Sumba: Analisis Linguistik Sistemik Fungsional
”. Data lisan diperoleh melalui metode observasi dan wawancara dengan teknik perekaman empat acara KKWK pada masyarakat adat
Weweha di dua kecamatan dan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif tepatnya metode padan. Hasil
analisis disajikan dalam bentuk formal, informal, dan gabungan dari keduanya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa leksikogramatika teks dalam
KKWK mencakup transitivitas, modus, dan tema. Transitivitas memiliki tiga unsur pokok, yaitu a partisipan direalisasikan oleh kelompok nomina dan
pronomina persona, b sirkumstan seperti waktu, 3 proses material, proses
verbal, proses relasional, proses wujud, proses mental, dan perilaku. Modus meliputi indikatif dan imperatif. Di pihak lain tema meliputi topik, interpersonal,
dan tekstual. KKWK juga memiliki konteks situasi yang meliputi medan, pelibat, dan sarana. Ia juga mendeskripsikan bahwa dalam teks ritual yang ditelitinya
ditemukan adanya ideologi teks yang mencerminkan nilai-nilai penghormatan, persatuan, kejujuran, tanggung jawab, dan kesepakatan. Dalam penelitian tersebut
permasalahan dibahas secara lengkap. Penelitian tersebut memberikan kontribusi bagi peneliti dalam hal menentukan ideologi sehingga dapat dijadikan rujukan dan
pembanding. Suwendi 2013 menyusun tesis berjudul
“Wacana Ritual Caru Eka Sata Ayam Brumbun: Sebuah Analisis Linguistik Kebudayaan
”. Ritual caru eka sata ayam brumbun termasuk ritual bhuta yadnya. Caru ini menggunakan seekor ayam
brumbun sebagai sarana persembahan. Teks wacana ritual CES AB disusun dalam bahasa Bali Kawi, yakni bahasa Bali yang banyak menyerap kosakata dan afiks
bahasa Jawa Kuno Kawi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa CES AB memiliki beberapa struktur, seperti struktur skematik teks yang meliputi tiga
bagian, yaitu a bagian pendahuluan yang terdiri atas teks durmanggala, teks biakaon, teks prayascita, dan teks pangulapan, yang semuanya disebut
pangresikan; b bagian isi yang merupakan bagian utama teks, yang juga disebut inti caru; c bagian penutup yang disebut panyineb puja. Ia juga mendeskripsikan
bahwa dalam teks wacana ritual CES AB yang ditelitinya ditemukan beberapa fungsi dan nilai, yaitu 1 fungsi magis yang mencerminkan adanya kekuatan
positif para dewa dan kekuatan negatif para bhuta kala, 2 fungsi informatif, dan
3 fungsi emotif. Di pihak lain nilai yang terkandung di dalam teks CES AB meliputi nilai religius, nilai permohonan, nilai ekonomi, dan nilai keharmonisan.
Penelitian tersebut hanya mengkaji struktur dasar, yaitu struktur teks, fungsi, dan nilai. Penelitian tersebut belum memberikan deskripsi konteks situasi, seperti
medan, pelibat, sarana, konteks budaya atau tradisi, dan konteks ideologi yang tercermin di balik CES AB.