commit to user
penutur juga menyampaikan penilaian atau tanggapan. hal ini tentu melanggar maksim kualitas.
lebih lanjut, apabila dicermati masing-masing tuturan pada masing- masing tindak tutur hamper semuanya mematuhi dan melanggar maksim dalam
prinsip kerja sama. pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim tersebut dapat ditemukan pada tindak tutur asertif, performatif, verdiktif, ekspresif, direktif, dan
komisif.
C. PEMBAHASAN
Penerapan prinsip kesantunan dan prinsip kerja sama dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar akan dibahas berikut ini satu per satu.
1. Penerapan Prinsip kesantunan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang sudah dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasi, menunjukkan bahwa bentuk tuturan direktif yang
dituturkan baik siswa maupun guru di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ditemukan tuturan yang sudah menerapkan atau mematuhi prinsip kesantunan
berbahasa. Prinsip kesantunan yang dimaksud, yaitu mengacu pada maksim sopan santun yang dikemukakan Leech 1993.
Maksim-maksim yang dipatuhi oleh penutur di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, antara lain 1 maksim kearifan, yang menekankan pada
pengurangan beban untuk orang lain, 2 maksim kemurahan hati atau kedermawanan, yang menyatakan bahwa kita harus mengurangi ekspresi yang
menguntungkan diri sendiri dan harus memaksimalkan ekspresi yang dapat menguntungkan orang lain, 3 maksim pujian atau penerimaan, yang menuntut
kita untuk meminimalkan ekspresi ketidakyakinan terhadap orang lain dan memaksimalkan ekspresi ketidakyakinan terhadap orang lain, 4 maksim
kerendahan hati atau kesederhanaan, yang menuntut diri kita untuk tidak membanggakan diri sendiri, 5 maksim kesepakatan atau persetujuan, yang
menuntut kita untuk mengurangi ketidak setujuan antara diri sendiri dengan orang lain, 6 maksim simpati, yang menuntut diri kita untuk mengurangi rasa antipasti
commit to user
antara diri dengan orang lain dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya atara diri dan orang lain. Selain itu, penutur juga menerapkan 7 prinsip
penghindaran kata atau istilah tabu dengan penggunaan eufimisme, serta 8 prinsip hormat dengan menggunakan pilihan kata honorifik, yang memang sesuai
dengan pranata budaya masyarakat setempat lingkungan budaya Jawa. Pematuhan terhadap prinsip-prinsip kesantunan bertutur tersebut terjadi
antara guru dan murid dalam pembelajaran di kelas. Dalam melakukan setiap peristiwa tutur, baik dalam posisi sebagai penutur maupun mitra tutur memang
harus memperhatikan betul prinsip-prinsip di atas. Apabila dilanggar, dapat menimbulkan terjadinya ketidakharmonisan komunikasi, bahkan kegagalan
komunikasi. Oleh karena itu, untuk menciptakan interaksi sosial yang baik dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, salah satunya dengan
pematuhan terhadap prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dalam setiap peristiwa tutur.
Jika prinsip kerja sama dibutuhkan untuk memudahkan penjelasan hubungan antara makna dan daya, prinsip kesantunan dibutuhkan untuk menjaga
kesopanan antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Di dalam percakapan, penutur harus menyusun tuturannya sedemikian rupa agar mitra
tuturnya sebagai individu merasa diperlakukan secara santun. Dalam hal ini, prinsip kesantunan dapat dipakai sebagai tuturan cara bertutur secara santun
Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ditemukan tuturan-tuturan yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim dalam prinsip
sopan santun. Jika dibandingkan dengan penerapan prinsip kerja sama, maksim- maksim dalam sopan santun lebih dipatuhi dari pada dilanggar. Memang tidak
mungkin dalam tuturan yang panjang seorang penutur selalu mematuhi seluruh maksim dalam prinsip sopan santun. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, secara
konversasional seorang penutur dimungkikan untuk tidak selalu mematuhi seluruh maksim dalam prinsip sopan santun. Ada kalanya seorang penutur melanggar
salah satu prinsip, prinsip kerja sama atau prinsip sopan santun. Berdasarkan data yang disediakan dalam penelitian ini mengatakan
bahwa tuturan-tuturan dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1
commit to user
Karanganyar dipatuhi atau dilanggar. Tidak ada tuturan yang mematuhi sekaligus melanggar maksim-maksim dalam prinsip sopan santun. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena data yang diperoleh dari pembelajaran di kelas yang berkaitan dengan penyampaian materi pembelajaran yang disampaikan oleh gutu kepada
murid. Namun demikian, juga ditemukan pematuhan dan pelanggaran maksim- maksim dalam prinsip sopan santun ini pada tindak tutur asertif, performatif,
verdiktif, ekspresif, direktif, dan komisif. Tuturan-tuturan yang berkaitan dengan penilaian terhadap tuturan guru
dimungkinkan tuturan-tuturan yang ada mematuhi atau melanggar maksim dalam prinsip sopan santun. Dalam proses penilaian atas tuturan guru, murid hanya
memiliki dua pilihan, yaitu menerima atau menolak. Jika akan menerima materi yang disampaikan guru, tentunya penutur yang dalam hal ini adalah guru
mematuhi maksim-maksim
dalam prinsip
sopan santun.
Sebaliknya, dimungkinkan apabila harus menolak, penutur cenderung melanggar maksim-
maksim dalam prinsip sopan santun. Namun demikian, dimungkinkan juga dalam proses penilaian seorang penutur menyampaikan kelemahan-kelemahan tersebut
perlu penutur sampaikan sebelum akhirnya menerima atau menolak materi yang disampaikan. Tidak selalu berarti bahwa jika penutur menyampaikan kelemahan-
kelemahan kemudian akhirnya menolak materi yang disampaikan. Hal ini akan mempengaruhi dalam penerapan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan.
2. Penerapan Prinsip Kerjasama