Institusi Islam Metode Penelitian

Tabel 2.1 Perbedaan Sistem Kepemilikan Ekonomi Islam, Kapitalis dan Sosialis ASAS EKONOMI SISTEM EKONOMI ISLAM SISTEM EKONOMI KAPITALISME SISTEM EKONOMI SOSIALISME Kepemilikan Modal Individu Mobil, rumah, laptop, televisi, dsb. Individu Amerika Negara China Umum Barang tambang, jalan, pulau dsb tidak boleh dimiliki individu maupun negara Negara Jizyah, ghanimah, fa’i, kharaj, dharibah, dsb. Pemanfaatan Kepemilikan Berdasar asas halal- haram Pembelanjaan harta Berdasar asas manfaat Utilitarianisme Berdasarkan asas manfaat Dialektika materialisme Pengembangan harta Distribusi Kekayaan Individu Hukum Islam tentang bai’, mudharabah, ijarah dsb. Individu mekanisme pasar meminimalisir campur tangan negara Negara campur tangan Pemerintah sangat besar dalam setiap kegiatan ekonomi Negara Non-ekonomi Sumber: Jeraislamsolusion.com Catatan: Dengan sedikit perubahan

2.6 Institusi Islam

Institusi yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah menekankan kepada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud ,1995:1. “Tujuan institusi secara umum adalah memenuhi segala kebutuhan Universitas Sumatera Utara pokok manusia seperti kebutuhan keluarga, hukum, sosial, politik dan budaya.” Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku. 2. Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat. 3. Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Di Indonesia ada beberapa institusi Islam yang telah berkembang. Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan nonfisik. Contoh institusi Islam di Indonesia yaitu: 1 Institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama KUA dan Peradilan Agama, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan. 2 Institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah. 3 Institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Muamalah Indonesia BMI, Baitul Maal Watamwil BMT. 4 Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah BAZIS. Universitas Sumatera Utara

2.7 Institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus.

Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam Dalam ibadah kaidah hukum yang berlaku adalah, bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya berdasarkan Al-Qur’an dan hadist. Sedangkan dalam urusan mu‘amalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ini berarti ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Qur’an dan hadist yang melarangnya. Demikian, dalam bidang mu‘amalah, semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Dilarangnya transaksi itu sesuai dengan faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebab dilarangnya transaksi tersebut, dan macam-macam transaksi yang dilarang adalah:

2.7.1 Haram zatnya haram li-zatihi

Transaksi dilarang karena objek barang jasa yang ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Jadi, transaksi jual beli minuman keras atau barang yang diharamkan dalam Islam adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Sebagaimana Fiman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 115, yang artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu memakan bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” Universitas Sumatera Utara Hadist yang diriwayatkan dari Ibn Abas r.a, yang artinya: “Telah sampai berita kepada Umar bahwa Samurah menjual tuak. Kemudian Umar berkata, semoga Allah memerangi Samurah, tidak tahukah dia bahwa Rasulullah SAW. bersabda, Allah mengutuki orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak, maka mereka memaksanya untuk dicairkan, kemudian menjualnya.”

2.7.2 Haram selain zatnya haram li gairihi

A. Melanggar prinsip ‘an taradin minkum yaitu Penipuan Tadlis Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak sama-sama ridho. Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi ditipu karena ada sesuatu yang di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut tadlis, dan tadlis dapat terjadi dalam 4 empat hal, yaitu: 1 Kuantitas, tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya. 2 Kualitas, tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Dalam tadlis kualitas terdapat dua bentuk yaitu yang pertama dengan cara menyembunyikan cacat yang ada pada barang yang bersangkutan, dan yang kedua dengan menghiasi atau memperindah barang yang ia jual sehingga harganya bisa naik dari biasanya. Universitas Sumatera Utara 3 Harga, tadlis dalam harga contohnya adalah memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikan harga produk di atas harga pasar. 4 Waktu penyerahan, tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual buah diluar musimnya padahal petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikannya itu pada waktunya. 5 Adapun dasar hukum tentang larangan penipuan tadlis terhadap bertransaksi adalah sebagai berikut: • Al-Baqarah ayat 42, yang artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. • An-Nahl ayat 105, yang artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang- orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” • Hadist Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW pernah lewat dihadapan orang yang menjual setumpuk makanan lalu beliau memasukkan tangannya kedalam tumpukan makanan itu, ternyata tangan beliau mengenai makanan basah di dalamnya. Kemudian beliau bertanya kepada orang itu, “Mengapa ini basah wahai penjual makanan?” Orang itu menjawab, “Makanan yang di dalam itu terkena hujan wahai Rasulullah.” Universitas Sumatera Utara Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di atasnya supaya diketahui oleh orang yang akan membelinya? Barang siapa menipu, dia bukan dari golonganku.” B. Melanggar prinsip la tazlimuna wa la tuzlamun a. Garar Artinya keraguan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur garar, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecilnya jumlah maupun menyerahkan akad tersebut. Garar disebut juga tagrir adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis yang terjadi adalah pihak yang satu tidak mengetahui apa yang diketahui pihak yang lain, sedang dalam gharar atau tagrir, baik pihak yang satu dengan yang lainnya sama-sama tidak mengetahui sesuatu yang ditransaksikan. Larangan jual beli garar dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW. melarang jual beli dengan cara melempar krikil kepada barang yang dibelinya dan melarang menjual barang yang tidak jelas rupa dan sifatnya bai’ al-gharar”. b. Ihtikar Penimbunan barang Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang dipasaran dan Universitas Sumatera Utara mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannyasulit didapat dan harganya yang tinggi, dengan kata lain penimbunan mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Larangan menimbun harta juga terdapat dalam hadist Nabi yang diriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah r.a, yang artinya: “Barang siapa menimbun barang pokok, dia bersalah berdosa”. Setiap Masjid memiliki harta yang cukup banyak jika dikumpulkan yang berasal dari infaq, shodaqoh dan hibah. Apalagi Institusi Masjid yang cukup besar dan berada di tengah-tengah Kota akan memiliki harta yang cukup banyak. Apabila harta-harta ini hanya didiamkan dan akan bertambah sesuai dengan banyaknya jumlah infaq dan shadaqah masyarakat dalam waktu yang lama tanpa dipergunakan atau hanya menunggu sampai dipergunakan untuk pembangunan Masjid dikhawatirkan dapat masuk kedalam golongan ikhtiyar penimbunan harta. Untuk itu alangkah baiknya harta tersebut dipergunakan untuk membantu menigkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam, seperti membuka klinik, memberdayakan tanah infaq dengan tanaman yang bermanfaat, memberikan bantuan modal kepada masyarakat, dll. Dengan demikian harta Masjid akan terbebas dari ikhtiyar dan dapat membantu perekonomian masyarakat serta meningkatkan harta Masjid. Contoh pemberdayaan harta Masjid berupa uang tunai. Yaitu kerjasama Wakaf Center dan institusi Masjid pada produk uang tunai. Misalnya, Masjid Al- Fath bekerjasama dengan Wakaf Center memanfaatkan harta Masjid sebesar Rp 100 juta. Wakaf Center sebagai penerima amanah uang tunai mengelola dan Universitas Sumatera Utara menginvestasikan secara professional sesuai syariah dengan nisbah mudharabah 70:30, 70 untuk operasional Masjid Al-Fath dan 30 untuk maslahat umat Wakaf Center. Bila hasil investasi uang tunai tersebut sebesar Rp 1.500.000,- per bulan, maka Rp 1.050.000,- untuk menunjang biaya operasional Masjid Al-Fath per bulan, dan Rp 450.000,- untuk program maslahat umat lainnya yang dikelola oleh Wakaf Center. c. Reakayasa permintaan Bai‘an Najsy Rekayasa permintaan yaitu produsen atau pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk tersebut akan naik. Dasar hukum terhadap larangan bai’an najsy terdapat dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW melarang najsy penipuan yaitu menawar tinggi dengan maksud membeli, tetapi untuk menaikkan penawaran orang lain”. d. Riba Riba adalah penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang tidak dapat terlihat adanya kesamaan menurut timbangan syara’ pada waktu akad- akad, atau disertai mengakhirkan dalam tukar menukar atau hanya salah satunya. Dasar hukum tentang larangan riba sangatlah banyak baik dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi, diantaranya adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: “Orang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan; dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Hadist yang diriwayatkan dari Jabir r.a, yang artinya: “Rasulullah SAW mengutuk pemakan riba, orang yang memberi makan keluarganya dengan harta riba, penulis riba, dan kedua saksi riba. Beliau bersabda, “semua itu hukumnya sama”. e. Perjudian Maysir Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, dimana mereka menyerahkan uangharta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, tebak sekor Universitas Sumatera Utara bola, atau media lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam permainan itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh pemenang. Allah telah melarang judi maysir sebagaimana firma-Nya dalam surat Al- Ma’idah ayat 90 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. f. Suap-menyuap Risywah Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar. Allah telah melarang pebuatan risywah atau suap-menyuap sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui” Universitas Sumatera Utara 2.7.3 Tidak sahnya lengkap akadnya Suatu transaksi tidak masuk kategori haram li gairihi maupun la tazlimuna wa la tuzlamun, belum tentu halal. Masih ada kemungkinan transaksi tersebut menjadi haram bila akad transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah danatau tidak lengkap akadnya, bila terjadi salah satu atau lebih faktor-faktor berikut: a Terjadi ta‘alluq jual beli bersyarat Ta‘alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan dimana berlakunya akad pertama tergatung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun sesuatu yang harus ada pada akad yaitu objek akad. a Two in one safqatain fi al-safqah Two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah kondisi di mana satu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian mengenai akad mana yang harus digunakan berlaku. Contoh dari two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah transaksi sewa-beli. Dalam transaksi ini terjadi ketidakjelasan dalam akad, karena tidak diketahui akad mana yang berlaku akad jual beli atau akad sewa. Adapun dasar hukumnya adalah sebagaimana hadist yang diriwayatkan ‘Amr ibn Syu’aib r.a, yang artinya: “Tidak dihalalkan meminjam dan menjual dua syarat dalam satu transaksi jual beli, keuntungan yang belum dapat dijamin, dan menjual sesuatu yang bukan mil Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan Soekanto,1990: 106. Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten Soekanto dan Sri Mumadji, 2001:1. Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala tertentu dengan cara menganalisisnya. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

3.2. Jenis Penelitian