Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, jelas dinyatakan oleh UUPA dapat dialihkan. Jadi dapat dijual belikan. Tetapi ada peraturan
perundangan yang membatasi. Misalnya, Hak Milik yang diberikan kepada transmigran tidak boleh dijual. Begitu juga hukum Islam yang dalam hal ini
dihormati menegaskan bahwa tanah Hak milik yang diwakafkan tidak boleh dijual.
64
Hak Pakai atau Hak Sewa dapat dijual atau tidak, itu tergantung dari isi surat perjanjian pemberiannya bila diperjanjikan atau surat keputusan
pemberian haknya kalau diberikan oleh negara. Jadi PPAT harus memeriksa surat dimaksud. Sedangkan Hak Pakai yang pemegang haknya
Instansi Pemerintah dan Kedutaan Asing tidak boleh dijual, karena diberikan hanya untuk dipakai sendiri.
Walaupun objek jual-beli adalah hak atas tanah, tentu saja batas- batas tanah itu harus diketahui, supaya tidak terjadi keragu-raguan. Kalau
tanah sudah bersertipikat, maka batas-batas tanah mengenai luas, panjang dan lebarnya sudah ditulis dalam surat ukur atau gambar situasi. Jika tanah
belum bersertipikat, maka batas-batas itu harus dijelaskan oleh penjual dan pembeli.
3. Syarat-syarat Jual Beli Tanah
Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
64
Ibid, hal.10.
Universitas Sumatera Utara
yang berlaku. Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan tidak terpenuhi maka akan membawa konsekuensi pada legalitas jual beli hak atas tanah
tersebut. Disamping itu apabila suatu perbuatan jual beli hak atas tanah tidak memenuhi syarat, juga dapat berkonsekuensi tidak dapat
didaftarkannya peralihan hak atas tanah melalui jual beli tersebut. Syarat- syarat jual beli hak atas tanah ada yang merupakan syarat materiil dan syarat
formil.
65
a. Syarat Materil
Syarat materil jual beli hak atas tanah adalah tertuju pada subjek dan obyek hak yang akan diperjualbelikan. Pemegang hak atas tanah harus mempunyai
hak dan berwenang untuk menjual hak atas tanah. Disamping itu pembeli juga harus memenuhi syarat sebagai pemegang subjek hak dari ak atas
tanah yang menjadi objek jual beli. Uraian tentang syarat materiil jual beli hak atas tanah adalah sebagai berikut:
1 Syarat Penjual
Untuk dapat melakukan transaksi jual beli hak atas tanah, maka penjual harus mempunyai hak dan wewenang untuk menjual hak atas tanah
dengan ketentuan sebagai berikut:
66
a Penjual adalah orang yang namanya tercantum dalam sertipikat atau alas
bukti lain selain sertipikat. Hal pertama yang harus jelas ialah calon penjual harus berhak menjual tanah itu, yaitu pemilik dari tanah tersebut.
65
Harun Al Rasyid, Op.Cit, hal 53
Jual-beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi
66
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kaharudin, Ketua administrasi BPN Kota Medan pada tangal 1 juni 2013
Universitas Sumatera Utara
hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual-beli. Dalam hal demikian kepentingan pembeli sangat dirugikan.
Sebab ia sudah membayar harga tanah itu kepada penjual, sedangkan haknya atas tanah yang dibelinya tidak pernah beralih.
b Penjual harus sudah dewasa menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, artinya telah berwenang untuk menjual tanah tersebut.
c Apabila penjual masih belum dewasa atau masih berada di bawah umur
minderjarig maka untuk melakukan jual beli harus diwakili oleh walinya.
d Apabila penjual berada di dalam pengampuan curatele, maka untuk
melakukan transaksi jual beli harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.
e Apabila penjual diwakili oleh orang lain sebagian penerima kuasa, maka
penerima kuasa menunjukkan Surat kuasa notariil atau Surat Kuasa otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Penjualpembeli
mungkin bertindak sendiri atau melalui kuasa. Baik penjualpembeli bertindak sendiri maupun melalui kuasa, identitasnya harus jelas. Kalau
penjualpembeli adalah orang manusia, maka identitas itu ialah: nama, umur, kewarganegaraan, pekerjaan, tempat tinggal. Jika ia perernpuan
yang bersuami, maka keterangan-keterangan itu mengenai suaminya harus diketahui juga. Semua itu dapat dibaca dalam Kartu Tanda
Penduduknya atau Paspornya. Bila penjualpembeli adalah badan hukum,
Universitas Sumatera Utara
maka identitasnya ialah: nama, bentuk hukum perseroan terbatas, yayasan, perusahaan negara, perusahaan jawatan dan lain- lain,
kedudukan, pengurus-pengurusnya, Semua itu dapat diketahui dari akte pendiriananggaran dasarperaturanperundangan pembentukannya.
67
f Apabila hak atas tanah yang akan dijual merupakan harta bersama dalam
perkawinan maka penjual harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari suamiistri yang dituangkan dalam akta jual beli.
Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Tetapi bila pemilik sebidang tanah adalah
dua orang, maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu bersama-sama, tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.
Begitu juga kalau pemilik tiga atau lebih orang, maka semua pemilik harus bertindak sebagai penjual. Seorang saja tidak ikut, maka yang lain tidak
berhak menjual, sekalipun bagian yang tidak ikut itu lebih sempit dari yang lain.
2 Syarat Pembeli
Selaku calon pemegang hak baru, maka pembeli hak atas tanah harus memenuhi syarat sebagai subjek hak atas tanah dengan ketentuan sebagai
berikut:
68
a Apabila objek jual beli tersebut merupakan tanah Hak Milik, maka
subyek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan Warga Negara
67
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kaharudin, Ketua administrasi BPN Kota Medan pada tanggal 1 juni 2013
68
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kaharudin, Ketua Administrasi BPN Kota Medan pada tanggal 1 juni 2013
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, Bank Pemerintah, Badan Keagamaan, dan Badan Sosial. b
Apabila objek jual beli tersebut merupakan tanah Hak Guna Usaha, maka subyek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara
Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
c Apabila objek jual beli tanah tersebut merupakan tanah Hak Guna
Bangunan, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
d Apabila objek jual beli tanah tersebut adalah merupakan Hak Pakai,
maka pihak yang dapat membeli tanah adalah subjek Hak Pakai yang bersifat privat, yaitu perseorangan Warga Negara Indonesia,
perseorangan Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Sebagai pembeli maka ia harus sebagai penerima hak yang harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya, dan untuk
menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut yaitu
hak milik, hak pakai, hak guna bangunan yaitu sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 21 UUPA dan selain yang dikecualikan oleh
Universitas Sumatera Utara
pemerintah maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah tersebut jatuh pada Negara
69
3 Tanah yang dijadikan objek jual beli adalah tanah yang tidak dalam sengketa dan tanah-tanah yang boleh diperjual belikan dalam UUPA yaitu Hak Milik
pasal 20, Hak Guna Usaha pasal 28, Hak Guna Bangunan pasal 35, Hak Pakai pasal 41.
b. Syarat Formil
Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah adalah meliputi formalitas transaksi jual beli tersebut. Formalitas tersebut meliputi akta yuridisnya
yang menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang membuat akta tersebut. Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka
syarat formil jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. PPAT. Akta
yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan atau dikualifikasikan sebagai akta otentik.
Syarat bahwa jual beli harus dibuktikan dengan akta PPAT agar dapat didaftarkan ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997
70
yang menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui
jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang
hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
69
Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Kaharudin, Ketua Administrasi BPN Kota Medan tanggal 26 Juni 2013
70
Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
Jual beli yang yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada hukum adat Pasal 5 UUPA sedangkan dalam
hukum adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkritnyatariil. Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak
untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada PPAT, berupa:
71
1
2 Jika tanahnya sudah bersertipikat maka sertipikat tanahnya yang asli dan
bukti pembayaran biaya pendaftaran.
Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah tidak mutlak harus dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota
dapat mendaftar pemindahan haknya meskipun tidak dibuktikan dengan akta PPAT. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan: Jika tanahnya belum bersertipikat maka surat keterangan tanah yang
belum bersertipikat, dan surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh kepala desa dan camat, dilengkapi dengan surat-surat
yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertipikatan tanahnya setelah setelah selesai dilakukan jual beli.
72
Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas
bidang tanah Hak Milik, yang dilakukan di antara perorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat
oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan
hak yang bersangkutan.
71
Berdasarkan Wawancara dengan Pantun Panggabean, Notaris PPAT di Dolok Sanggul Humbahas pada tanggal 14 september 2013
72
Pasal 37 Ayat 2 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
C. Prosedur Jual Beli Tanah Warisan Menurut Hukum Tanah Nasional. 1. Jual Beli Tanah Warisan Menurut Hukum Adat
Dasar berlakunya hukum adat di bidang keagrarian adalah Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan bahwa “Hukum Agraria
yang berlaku atas bumi, air, tanah dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang “.
73
Konsep tanah dalam hukum adat juga dianggap merupakan benda berjiwa yang tidak boleh dipisahkan persekutuannya dengan manusia.
Tanah dan manusia, meskipun berbeda wujud dan jati diri, namun merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam jalinan
susunan keabadian tata alam cosmos, besar macro cosmos, dan kecil micro cosmos. Tanah dipahami secara luas meliputi semua unsur bumi,
air, udara, kekayaan alam, serta manusia sebagai pusat, maupun roh-roh di alam supranatural yang terjalin secara menyeluruh dan utuh.
74
Di dalam hukum adat, yang primer bukanlah individu, melainkan masyarakat. Karena itu, menurut tanggapan hukum adat, kehidupan individu
adalah kehidupan yang terutama diperuntukkan buat mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu, maka hak-hak yang diberikan kepada individu
73
Abdurrahman, Beberapa Aspek tentang Hukum Agraria, Bandung: Alumni ,1980, hal 65
74
Herman Soesangobeng, Kedudukan Hakim dalam Hukum Pertanahan dan Permasalahannya di Indonesia, Yogyakarta : Pusdiklat Mahkamah Agung, 2003, hal 12-
14
Universitas Sumatera Utara
adalah berkaitan dengan tugasnya dalam masyarakat. Berdasarkan konsepsi itu pulalah, maka tanah ulayat sebagai hak kepunyaan bersama dari suatu
masyarakat hukum adat dipandang sebagai tanah-bersama.
75
Tanah bersama sebagai pemberiananugerah dari suatu kekuatan gaib, bukan dipandang sebagai sesuatu yang diperoleh secara kebetulan atau
karena kekuatan daya upaya masyarakat adat tersebut. Oleh karena hak ulayat yang menjadi lingkungan pemberi kehidupan bagi masyarakat adat
dipandang sebagai tanah bersama, sehingga semua hak-hak perorangan bersumber dari tanah bersama tersebut. Mengacu pada pemahaman konsepsi
di atas, berarti sesungguhnya hak atas tanah menurut hukum adat terdiri dari dua bentuk, yaitu hak ulayat komunal dan hak individu.
76
Hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi dalam hukum adat. Dari hak ulayat, karena proses individualisasi dapat lahir hak-
hak perorangan hak individual. Istilah hak ulayat disebut oleh Van Vollen Hoven sebagai beschikkingrecht, oleh Soepomo disebut Hak Pertuan, Teer
Haar mengistilahkannya sebagai Hak Pertuanan, dan masyarakat Minang menyebutnya dengan kosa kata ulayat.
77
Menurut Purnadi Purbacaraka, “hak ulayat adalah hak atas tanah yang dipegang oleh seluruh anggota masyarakat hukum adat secara
75
Opcit, John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, hal 278
76
Ibid
77
Ibid hal 279
Universitas Sumatera Utara
bersama-sama komunal. Dengan hak ulayat ini, masyarakat hukum adat yang bersangkutan menguasai tanah tersebut secara menyeluruh”
78
Menurut Boedi Harsono, “hak ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya yang memberi
wewenang-wewenang tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum adat tersebut”.
Dapat dikatakan bahwa hak ulayat adalah hak masyarakat hukum adat terhadap tanah di wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan
mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah lingkungan wilayahnya di bawah kepemimpinan kepala adat
.
79
Subyek hak ulayat adalah Masyarakat Hukum Adat, yang di dalamnya ada anggota masyarakat hukum adat dan ada pula ketua dan para
tertua adat. Para anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama memiliki hak yang bersifat keperdataan atas wilayah adat tersebut.
.
Ter Haar mengatakan bahwa: “anggota masyarakat hukum adat dapat mempergunakan hak
pertuanannya dalam arti memungut keuntungan dari tanah itu, tentu seizin ketua adat. Hak mempergunakan ini jika berlangsung lama
dan terus menerus menjadi cara yang menjadikan bagian dari hak ulayat sebagai hak individual. Hal itu yang disebut sebagai proses
individualisasi hak ulayat.”
80
Kewenangan untuk mempergunakan oleh para anggota masyarakat hukum adat itulah yang disebut dalam hak ulayat sebagai ‘berlaku ke
dalam’. Selanjutnya, hak ulayat juga ‘berlaku keluar’, dalam arti, orang
78
Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Agraria, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1983, hal.25-26
79
Boedi Harsono, Hukum Agraria, 1999, Opcit hal.215
80
ibid
Universitas Sumatera Utara
asingorang luar hanya boleh memungut hasil dari tanah ulayat setelah memperoleh izin dan membayar uang pengakuan di depan serta uang
penggantian di belakang. Kewenangan untuk memungut hasil hutan bersifat terbatas.
Herman Soesangobeng menandaskan bahwa
81
“ulayat sebenarnya hanya menggambarkan hubungan kewenangan menguasai pada tingkat tertinggi dari masyarakat atas tanah dalam
wilayah hukum yurisdiksi persekutuan. Dengan perkataan lain, ulayat hanyalah wadah bagi lahirnya hak atas tanah.”
:
Atas dasar hubungan ulayat maka dimungkinkan timbulnya hak-hak
atas tanah. Hak-hak itu dilahirkan berdasarkan proses perhubungan penguasaan nyata, utamanya oleh perorangan dan keluarga sebagai
pemegang hak. Pertumbuhan hak atas tanah itu diawali dari pemilihan lahan berdasarkan hak wenang pilih. Hukum adat mengenal hak wenang pilih bagi
perseorangan warga persekutuan yang membuka tanah atau menempatkan tanda-tanda pelarangan seperti pagar pada tanahnya.
Kemudian setelah pemberitahuan kepada kepala masyarakat dan pemasangan tanda-tanda
larangan maka lahirlah hak terdahulu. Hak terdahulu dimiliki oleh pihak yang membuka lahan pertanahan pertama kali. Setelah membuka hutan dan
lahannya diolah serta digarap maka lahir hak menikmati. Baru setelah hak menikmati berlangsung cukup lama dan penggarapan lahan dilakukan secara
terus menerus maka ia berubah menjadi hak pakai. Akhirnya, setelah penguasaan dan pemakaian itu berlangsung sangat lama sehingga terjadi
pewarisan kepada generasi berikutnya, maka hak pakai pun berubah menjadi
81
Herman Soesangobeng, Op.Cit hal 70
Universitas Sumatera Utara
hak milik. Proses lahirnya hak atas tanah ini dalam perkembangannya, para sarjana kemudian menyederhanakan jenis hak-hak perorangan atas tanah
dalam Hukum Adat menjadi hak milik dan hak pakai.
82
Hak Penguasaan Atas Tanah menurut Hukum Adat terdiri atas:
83
a. Hak Ulayat yang dipegang oleh seluruh Masyarakat Hukum Adat,
yang kewenangannya memiliki aspek privat kewenangan menguasai secara perdata dari para anggota masyarakat hukum adat atas bagian
dari tanah ulayat dan aspek publik yang dipegang oleh Ketua Adat dan para Tetua Adat;
b. Hak Tetua Adat yang dipegang oleh Ketua Adat dan para Tetua
Adat, yang berisi kewenangan publik untuk mengatur penguasaan dan penggunaan wilayah adat untuk kelangsungan masyarakat
hukum adat itu sendiri;
c. Hak Perorangan atas Tanah Adat sebagai proses individualisasi Hak
Ulayat, yang terdiri atas: 1
Hak Milik, yaitu hak anggota masyarakat hukum adat yang diperoleh secara turun temurun.
2 Hak Pakai, yaitu hak anggota masyarakat hukum adat yang
diperoleh dengan mengolah bagian dari wilayah adat. Perkembangan menyebabkan adanya perubahan proses
individualisasi hak ulayat yang kesemuanya itu beraspek perdata. Maka dari itu, apabila ada bagian dari hak ulayat yang mengalami proses
individualisasi menyebabkan hak ulayat tersebut tidak berpengaruh lagi. Berdasarkan PMNAKaBPN Nomor 5 Tahun 1999 pasal 4 menyebutkan
bahwa :
84
1 Penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 oleh perseorangan dan
badan hukum dapat dilakukan :
82
S.Hendratiningsih, A.Burdiartha dan Andi Hernandi, Masyarakat dan Tanah Adat di Bali, Jurnal Sosioteknologi Edisi 15 Desember, 2008, hal.8
83
Opcit, Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Agraria, hal 59
84
PMNAKaBPN Nomor 5 Tahun 1999 pasal 4
Universitas Sumatera Utara
a. Oleh warga masyarakatnya hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya
yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai
menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.
b. Oleh instansi pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan
dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari negara
setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata
cara hukum adat yang berlaku.
Jadi proses individualisasi hak ulyat dibagi menjadi 2 yaitu :
85
a. Apabila subyeknya adalah warga masyarakat setempat maka prosesnya dimulai dengan adanya penguasaan tanah oleh warga masyarakat
setempat menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku dan memperoleh persetujuan pemegang haknya untuk dapat dipunyai dengan
hak atas tanah tanpa adanya ganti rugi yang ahrus diberikan. b. Apabila subyeknya adalah instansi pemerintah, badan hukum atau
perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat maka prosesnya dimulai dengan adanya pelepasan hak oleh masyarakat hukum adat oleh
warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum setempat dengan memberikan “recognitie” yaitu semacam ganti rugi yang diberikan
kepada pemegang hak ulayat setelah melalui musyawarah. Kemudian setelah itu yang bersangkutan dapat diberikan hak atas tanah menurut
ketentuan UUPA berdasarkan pemberian hak dari negara. Peralihan hak atas tanah merupakan suatu peristiwa danatau
85
Opcit, John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, hal 284
Universitas Sumatera Utara
perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lain. Peralihan tersebut meliputi jual beli,
hibah, sewa menyewa, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan hukum lain yang bertujuan atau bermaksud memindahkan hak kepemilikan tanah, tetapi
peralihan yang banyak terjadi dalam masyarakat adalah peralihan dalam bentuk transaksi jual beli.
Berdasarkan ketentuan di atas dapat dijelaskan bahwa objek dari perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dalam hal ini adalah jual beli
tanah. Objek tanah dapat berupa tanah yang sudah bersertipikat dan tanah yang belum bersertipikat.
Sebelum jual beli dilakukan antara pemlilk tanah dan calon pembeli, tentunya sudah dicapai kata sepakat mengenai akan dilakukannya jual beli
itu dikenal sebagai asas konsensualisme, tanah mana yang akan dijual dan harganya, bilamana jual belinya akan dilakukan. Kata sepakat itu
menimbulkan perjanjian, yang kiranya dapat disebut perjanjian akan melakukan jual beli.
Pada putusan Mahkamah Agung yang dibahas adalah hak perorangan atas tanah adat sebagai
proses individualisasi hak ulayat yaitu Hak Milik sebagai hak anggota masyarakat hukum adat yang diperoleh
secara turun temurun. Pada tanah adat warisan setelah ada kesepakatan dan data para pihak
telah lengkap dan memperlihatkan surat keterangan ahli waris yang diketahui lurah dan dikuatkan oleh camat maka dibuat kesepakatan jual beli
Universitas Sumatera Utara
dihadapan kepala desa atau ketua adat secara rill, tunai dan kontan, agar jual beli tersebut terbukti menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Pokok
Agraria maka jual beli tersebut dibuat oleh notaris dalam bentuk akta proses verbal yaitu akta berita acara jual beli tanah adat dihadapan ketua adat yang
dihadiri oleh saksi dari pihak penjual dan saksi dari pihak notaris.
86
Selanjutnya, berdasarkan kata sepakat itu kemudian diikuti dengan pernyataan ijab kabul berupa penyerahan uang harga dan tanah oleh
pembeli dan penjual dihadapan para saksi. Pada saat itu barulah bisa dikatakan jual beli itu terjadi secara sah dan masyarakat setempat
menerimanya. Berdasarkan sistem dan tata cara jual beli menurut hukum adat dan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat sahnya suatu perbuatan hukum jual beli tanah menurut hukum adat yaitu adanya objek
dari jual beli berupa tanah dan uangharga, adanya kata sepakat para pihak penjual dan pembeli dan adanya saksi-saksi yang menyaksikan perbuatan
hukum jual beli. Pada umumnya saksi-saksi terdiri dari persekutuanKepala desa, pemilik tanah yang berbatasan dan para ahli waris dari pihak penjual
serta orang lain yang sengaja diminta untuk menyaksikan perbuatan hukum jual beli tersebut.
Dalam hukum adat tidak dikenal adanya pendaftaran tanah. Berkaitan dengan ini, Boedi Harsono mengatakan
87
“Lembaga Pendaftaran tidak dikenal dalam hukum adat. Karena :
86
Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Bapak Syahril Sofyan, Pejabat Pembuat Akta Tanah pada tanggal 18 september 2013.
87
Boedi Harsono, Op.Cit, hal.127
Universitas Sumatera Utara
semua memang tidak diperlukan untuk lingkungan pedesaan, yang lingkup teritorial maupun personalnya terbatas. Dalam lingkungan
pedesaan, demikian itu para warganya saling mengenal dan mengetahui siapa mempunyai tanah, yang mana dan siapa
melakukan perbuatan-perbuatan hukum mengenal tanah miliknya”.
Hal yang sama juga dikatakan oleh AP. Parlindungan :
88
“Pembuktian hak-hak atas tanah di Indonesia sangatlah kompleks sekali, karena tiada ada tradisi ataupun peraturan yang menyebutkan
keharusan pendaftaran tanah tersebut. Banyak hak-hak atas tanah tidak mempunyai bukti tertulis atau hanya berdasarkan keadaan
tertentu diakui sebagai hak-hak seseorang berdasarkan kepada hak- hak adat dan diakui oleh yang empunya sempadan tanah tersebut”.
2. Jual Beli Tanah Warisan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria