Tingkat gaya kepemimpinan dari otokrasi sampai pada demokrasi dan kebebasan berusaha, kesemuanya itu memberikan keadaan yang menguntungkan dan merugikan. Pada
umumnya pemimpin menggunakan semua corak ini pada suatu waktu tertentu, tergantung situasi yang dihadapi. Paling tidak ada tiga gaya kepemimpinan yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan yang Otokrasi
Dalam hal gaya otokratis, pengambilan keputusan dipusatkan pada tangan seorang pemimpin. Pemimpin bebas untuk menempatkan kebijakan dan menyusun, mendefenisikan
atau memodifikasi tugas-tugas sesuai dengan keinginannya. Pemimpin yang otokrasi dipenuhi perintah-perintah yang ditujukan kepada para pegawainya. Seorang pemimpin yang
otokratis memerlukan penyesuaian para pegawai, dan mempertimbangkan berbagai keputusan agar menjadi yang paling unggul terhadap pegawainya.
Suatu manfaat dari gaya otokratis ini adalah dalam hal pengambilan keputusan yang terpusat pada pemimpin, sehingga dapat memgambil keputusan yang cepat. Akan tetapi bagi
pegawai tidak begitu menimbulkan keberuntungan, karena biasanya keputusan yang diambil kurang mempertimbangkan kondisi sesungguhnya. Hal ini dapat berakibat ketidakpuasan,
ketergantungan pada pemimpin, maupun kapasitas terhadap tujuan organisasi. Berikut ciri- ciri gaya otokratis.
a. Semua penentuan kebijakan oleh pemimpin
b. Cara-cara serta kegiatan melangkah didikte oleh penguasa, yang pada suatu waktu
menjadikan langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti pada suatu tingkatan yang lebih besar.
c. Pimpinan biasanya mendikte khusus dan rekaman pekerjaan masing-masing anggota
Universitas Sumatera Utara
d. Pimpinan cenderung memuji pribadinya, demikian pula dalam pengecaman pekerjaan
tiap anggota, tetap menyendiri dari aktivitas partisipatif kelompok, kecuali kalau melakukan unjuk perasaan Hicks,1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 98.
2. Gaya Demokrat Partisipatif
Gaya ini merupakan gaya yang popular selama era manajemen neo-klasik. Pendekatannya mengusahakan agar dapat terwujud kerjasama para pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi dalam mengizinkan mereka untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan. Terdapat keyakinan bahwa para pekerja akan menunjang suatu keputusan yang menyangkut
mereka dalam pencapaian tujuan dan mereka akan meningkatakan produktivitasnya secara konsekuen.
Teori ini tidak membebaskan pimpinan dalam hal tanggung jawab. Pengambilan keputusan atau kekuasaan untuk mengatasi para pegawai. Tetapi teori ini mengharuskannya
untuk mengakui kecakapan para bawahan dalam mengajukan usul-usul dan ketegasan yang didasarkan pada latihan dan pengalaman mereka. Pengikutsertaan dalam pengambilan dapat
membimbing pada perbaikan hubungan pimpinan – para pekerja, mental dan moral yang tinggi dan kepuasan kerja serta mengurangi ketergantungan pada pemimpin. Meskipun
demikian kadang-kadang pendekatan ini menjadikan kurang berhubungan dengan produktivitas dan lemahnya keputusan sehubungan dengan maksud untuk menyenangkan
setiap orang, dan pendekatan ini dapat memakan waktu yang relative lama. Adapun ciri-ciri antara lain:
a. Semua kebijaksanaan, masalah kelompok dan keputusan dimusyawarahkan, diberi
semangat dan dibantu oleh pimpinan. b.
Perspektif keaktifan diperoleh sepanjang musyawarah. Langkah-langkah umum pada tujuan kelompok yang terencana, dan dimana advis cara-cara diperlukan, pimpinan
Universitas Sumatera Utara
menyumbang dua alternative atau lebih yang tersusun dari pemilihan yang dilangsungkan.
c. Para anggota bebas untuk bekerja dengan siapa pun yang mereka pilih, dan
pembagian tugas diletakkan pada kelompok. d.
Pimpinan dalam setiap pemujian dan pengecaman adalah objektif menggunakan fakta-fakta, dan mengusahakan agar anggota kelompok menjadi teratur, bersemangat
tanpa mengerjakan pekerjaan terlalu banyak, Hicks,1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 99.
3. Gaya Kebebasan Usaha