Peranan Kepemimpinan Terhadap Peningkatan Kinerja Birokrasi (Studi Kasus Pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan)

(1)

PERANAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA

BIROKRASI

(Studi Kasus Pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan)

OLEH

100903002

Ester Tupa Charisma Purba

DEPERTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena Rahmat dan Kasihnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Peranan Kepemimpinan Terhadap Peningkatan Kinerja Birokrasi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki baik dalam hal penelitian, pengumpulan literature maupun penulisan karya ilmiah. Akan tetapi berkata bimbingan dan petunjuk serta dukungan dari beberapa pihak semua kesulitan dapat diatasi dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih terutama kepada:

1. Bapak Dr.Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution M.Si, selaku Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof.Dr.Marlon Sihombing,MA, selaku dosen Pembimbing yang dengan iklas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis

4. Bapak Hatta Ridho,S.Sos, M.SP, selaku dosen Penguji

5. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(3)

6. Terima kasih buat keluargaku yang tersayang, khususnya buat kedua orang tuaku terima kasih atas cinta dan kasih dan doa yang tulus buat ku serta buat abang dan adik-adikku atas semua dukungan dan motivasinya

7. Terima kasih buat semua kerabat dan saudara-saudara ku yang mendukung dan selalu memotivasi ku dalam menyelesaiakan skripsi ini

8. Terima kasih buat Feby Margaret Gultom, Santoni Pandiangan, Rati Meriani Nadeak, Riri Anwar, Helen Sihotang yang selalu mendukung dan membantu aku dalam menyelesaikan skripsi ini


(4)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang………. 1

I.2. Rumusan Masalah………7

I.3. Tujuan Penelitian………. 7

I.4. Manfaat Penelitian……….. 7

I.5. Kerangka Teori……… 8

I.5.1. Kepemimpinan I.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan……… 8

I.5.1.2. Fungsi Kepemimpinan………... 8

I.5.1.3. Teori – Teori Kepemimpinan……… 20

I.5.1.4. Gaya Kepemimpinan………. 26

I.5.2. Birokrasi I.5.2.1. Pengertian Birokrasi……….. 31

I.5.2.2. Manfaat Birokrasi……….. 32

I.5.2.3. Karakteristik Birokrasi……….. 32

I.5.2.4. Keuntungan dan Kelemahan Birokri………. 33

I.5.2.4.1. Keuntungan Birokrasi………. 33

I.5.2.4.2. Kelemahan Birokrasi……….. 33

I.6. Defenisi Konsep……….. 35

I.7. Sistematika Penulisan……….. 36

BAB II METODE PENELITIAN II.1. Bentuk Penelitian………... 37

II.2. Lokasi Penelitian……… 38

II.3. Informan Penelitian……… 38

II.4. Teknik Pengumpulan Data………. 39


(5)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1. Luas Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan……… 42

III.2. Luas Lahan Pertanian Menurut Kecamatan (ha) di Humbang Hasundutan…………. 43

III.3. Visi dan Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan III.3.1. Visi……… 46

III.3.2. Misi……… 46

III.3.3. Tujuan dan Sasaran……… 46

III.3.4. Tantangan dan Peluang Pembagunan Pertanian……… 48

III.3.5. Arah Kebijakan Pembagunan Pertanian……… 49

III.4. Gambaran Pelayanan Dinas Pertanian Humbang Hasundutan III.4.1. Tugas Pokok Dinas………... 50

III.4.2. Fungsi Dinas……….. 51

III.4.3. Struktur Organisasi Dinas Pertanian Humbang Hasundutan………. 51

III.5. Isu Strategi Pembangunan Pertanian III.5.1. Evaluasi Pencapaian Kinerja Pembagunan Pertanian……… 68

III.5.2. Kondisi Umum Daerah Masa Kini……… 69

III.5.3. Isu Strategis……… 71

III.5.4. Kondisi Proyeksi ke Depan……… 72

BAB IV PENYAJIAN DATA……… 74

BAB V ANALISIS DATA……… 86

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan………... 102


(6)

ABSTRAK

PERANAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA BIROKRASI

(Studi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan)

Nama : Ester Tupa Charisma Purba NIM : 100903002

Depertemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas ; Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Pembimbing ; Prof.Dr.Marlon Sihombing,MA

Birokrasi adalah Suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien dan Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Oleh karena kinerja dari pada birokrasi tersebut harus dipertanggungjawabkan dan dapat dijalankan dengan baik untuk kepentingan dari pada masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Untuk mengetahui kinerja kepemimpinan birokrasi pemerintahan pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan dan Untuk mengetahui peranan pemimpin terhadap kinerja birokrasi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa peranan kepemimpinan dalam meningkatakan kinerja birokrasi tersebut sangat besar dimana dengan berhasilkan proses kepemimpinannya maka kinerja yang dihasilkan memuaskan.


(7)

ABSTRAK

PERANAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA BIROKRASI

(Studi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan)

Nama : Ester Tupa Charisma Purba NIM : 100903002

Depertemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas ; Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Pembimbing ; Prof.Dr.Marlon Sihombing,MA

Birokrasi adalah Suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien dan Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Oleh karena kinerja dari pada birokrasi tersebut harus dipertanggungjawabkan dan dapat dijalankan dengan baik untuk kepentingan dari pada masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Untuk mengetahui kinerja kepemimpinan birokrasi pemerintahan pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan dan Untuk mengetahui peranan pemimpin terhadap kinerja birokrasi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa peranan kepemimpinan dalam meningkatakan kinerja birokrasi tersebut sangat besar dimana dengan berhasilkan proses kepemimpinannya maka kinerja yang dihasilkan memuaskan.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara hukum, dimana perkembangan dan pertumbuhan Negara dilihat dari sistim kepemimpinannya. Pemimpin yang baik sangat berpengaruh terhadap kemajuan negara. Tidak sedikit masalah yang muncul menurut masyarakat adalah kelalaian dari pada pemimpin, padahal disisi lain masyarakatlah yang kurang dalam memahami masalah tersebut. Indonesia adalah suatu konsep yang berarti ganda, yaitu negara dan bangsa. Sebagai negara, indonesia adalah ikatan sosial yang terbentuk karena adanya konsensus politik yang berlanjut. Karena adanya sistem kekuasaan yang sah. Dalam konteks ini maka hak dan kewajiban seseorang bahkan status dan kedudukannya ditentukan oleh hal-hal yang telah diletakkan oleh dasar konsensus politik tersebut. dengan demikian, pengertian kepemimpinan semestinyalah diletakkan pada corak hubungan sosial yang ditentukan oleh jauh atau dekatnya seseorang pada nilai dasar dari masyarakat politik itu. Dengan kata lain, makin dekat seseorang kepada pusat kekuasaan politik, maka makin tinggilah ia dalam hinarki sosialnya.

Dalam lingkungan birokrasi, Pemimpin berarti bahwa seseorang yang menduduki hirarki yang tinggi. Sebagai bangsa, kita tidak hanya berhadapan dengan kesadaran politik baru yang telah melampaui batas-batas etnis, tetapi juga pada suatu komunitas yang dibina berdasarkan nilai-nilai yang diserap dari pengalaman sejarah. Pemimpin dan kepemimpinannya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia dan berperan serta dalam menjalankan roda organisasi. Bahkan, pemimpin dengan kepemimpinannya menentukan maju atau mundurnya suatu organisasi, dan dalam ruang


(9)

lingkup yang lebih luas menentukan jatuh dan bangunnya suatu bangsa dan negara yang masuk dalam kategori dan saluran kepemimpinan.

Masalah kepemimpinan selalu menjadi bahan perdebatan orang dari masa ke masa. Ini tidak lain karena kenyataan bahwa dalam kehidupan ini, kehadiran para pemimpin memang sangat dibutuhkan. keberadaannya, apalagi dilingkungan organisasi, sangat memerlukan pemimpin guna mengatur dan mengontrol kegiatan yang akan dicapai.

Salah satu fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara dilakukan secara terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum pemerintah maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.

Sorotan tajam tentang kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik menjadi wacana yang aktual dalam studi administrasi negara akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan dan pada sisi lain munculnya konsep privatisasi, swastanisasi, kontak kerja yang pada intinya ingin meminimalkan campur tangan pemerintah yang terlalu besar dalam pelayanan public.

Provinsi Sumatera utara yang beribu kota di Medan, di pimpin oleh seorang Gubernur. Gubernur adalah pejabat pemerintah tetapi juga dapat juga menjadi pemimpin. Seorang Gubernur dapat menjadi pemimpin jika memiliki visi yang jelas, menjabarkan visi


(10)

itu ke orang lain agar dapat diikuti bawahannya dan kepiawaiannya mengelola dan mengoptimalkan lingkungan internal dan eksternalnya.

Seorang Pemimpin harus mampu mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemauan dan keterampilan, kepemimpinan dalam pengarahan adalah factor penting efektivitas suatu organisasi. Bila organisasi dapat mengidentifikasi kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemauan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin yang efektif akan meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif organisasi, berbagai perilaku dan teknik tersebut akan dapat dipelajari. Dolok Sanggul adalah sebua Provinsi Sanggul juga menjadi sentra perekonomian dan perdagangan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Kabupaten Humbang Hasundutan ini merupakan suatu Kabupaten yang perkembangannya sangat cepat dalam bidang pertanian. Pertanian di Humbang Hasundutan sangat baik karena tanahnya yang sangat subur dan perhatian dari pada Pemerintah akan pertanian sangat besar untuk kemajuan dari pada masyarakatnya. Humbang Hasundutan merupakan salah satu daerah penghasil hasil pertanian yang baik, dimana produksi pertanian yang dihasilkan selalu ungul dan dapat bersaing di pasaran.

Tahun 2011 merupakan pelaksanaan tahun pertama dari periode kedua kepemimpinan Kepala Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2010-2015, oleh karena itu dalam penyusunan Rencana Strategi Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran dari Visi-Misi Bupati Humbang Hasundutan periode 2010-2015. Penyusunan Rencana Strategi pada Tahun 2010 Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan berpedoman pada surat Sekretaris Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan no:050/679/Bappeda/VIII/2010, perihal Penyusunan


(11)

Restra-SKPD Tahun 2011-2015 yang mengacu pada PP Nomor 8 Tahun 2008 dan Pemendagri No:13 Tahun 2005.

Pembangunan pertanian di Kabupaten Humbang Hasundutan perlu melibatkan instansi terkait yang dianggap dapat mendukung program pertanian sehingga pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan petani tercapai. Rencana Strategi Dinas Pertanian Humbang Hasundutan Tahun 2011-2015 merupakan dokumen perencanaan yang berisi Visi, Misi,Tujuan, Target,Sasaran, Kebijakan, Stategi. Program dan kegiatan pembangunan pertanain yang ada dilaksanakan selama 5 Tahun ke depan (2011-2015), oleh karena itu dokumen Renstra ini merupakan acuan dan arahan bagi jajaran Pemerintah Daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian secara menyeluruh dan sinergi antar sector terkait.

Mayoritas pe terbesar adalah kopi dengan luas panen 9.246 Ha dan produksi 6.461 ton (Humbahas Dalam Angka 2007). Perkebunan kopi terdiri dari 48.45% luas lahan pertanian dan perkebunan.Selain kopi, kabupaten ini juga kaya dengan kemenyan. Dengan luas panen 5.235 Ha menghasilkan 1.278 ton. Luas lahan kemenyan mencapai 23,16%. Komoditas lainnya adalah karet, kulit manis, kemikir, coklat, kelapa sawit, aren, kelapa, tebu, jahe, cengkeh, dan andaliman.jangung

Komoditas pertanian andalan penduduk adalah cabe dengan luas panen 612 Ha menghasilkan 3.086 ton (Humbahas Dalam Angka 2007). Tanaman cabe mencapai 39,97% lahan pertanian. Selain cabe penduduk juga bertanam andaliman, kubis, tomat, kentang, sawi, wortel dan bawang merah. Pertanian di daerah Humbang Hasundutan selalu mengalami peningkatan yang signifikan dalam menghasilkan produksi pertanian, ini tidak jauh dari besarnya perhatian pemerintah dalam membangun dan meningkatkan kualitas pertanian di


(12)

daerah Humbang Hasundutan, dimana Dinas Pertanian sebagai wadah untuk memberdayakan masyarakat petani dalam mengelola pertanian.

Kesuksesan pertanian di Humbang Hasundutan sangat didukung oleh efektif dan efisiennya kepemimpinan Bupati Humbang Hasundutan dalam menggerakkan Kepala Dinas Pertanian untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat khususnya petani dalam bidang penyuluhan dan pemberian pelatihan. Kepemimpinan Kepala Dinas Pertanian Humbang Hasundutan sangat mempengaruhi kinerja dari pada anggotanya, sebagai seorang Pemimpin, Kepala Dinas Pertanian harus mengetahui apa yang dibutuhkan oleh anngotanya agar mampu dan mau bekerja sama dalam mencapai tujuan untuk membangun pertanian yang baik di Humbang Hasundutan.

Penilaian kinerja birokrat pemerintah selama ini cenderung didasarkan pada faktor-faktor input seperti jumlah pegawai, anggaran, peraturan perundangan dan termasuk pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan; dan bukan pada faktor-faktor output atau outcomes-nya, misalnya tingkat efisiensi biaya, kualitas layanan, jangkauan dan manfaat pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik masih terdapat berbagai masalah antara lain perbedaan antara kinerja yang diharapkan (intended perfomance) dengan praktek sehari-hari (actual performance), perbedaan antara tuntutan kebutuhan masyarakat dengan kemampuan pelayanan aparatur pemerintah, perbedaan antara keterbatasan sumber daya anggaran pemerintah dengan kebocoran pada tingkat pelaksanaanya (Ginanjar Kartasasmita,1997). Sementara itu peran aparatur negara (birokrasi) sejak beberapa dekade yang lalu lebih disiarkan sebagai penyandang dua peran yaitu sebagai Abdi Negara dan sebagai Abdi masyarakat dan peran sebagai abdi negara menjadi sangat dominan ketimbang peran sebagai abdi masyarakat. Siklus pelayanan lebih berakses ke kekuasaan birokrasi ketimbang melayani masyarakat. Akibatnya aparatur cenderung melayani dirinya sendiri dan meminta layanan dari masyarakat (Thoha, 1993).


(13)

Berkaitan dengan hal ini bahwa tugas aparatur sebagai pelayan harus lebih diutamakan terutama yang berkaitan dengan mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan masyarakat, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan publik.

Berdasarkan latar belakang diatas,maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “PERANAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA BIROKRASI (Studi Pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan)”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis menentukan perumusan masalah sebagai berikut.

“Bagaimana Kinerja Kepemimpinan Birokrasi Pemerintah Pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan?”

I.3. Tujuan Penelitian

Sejauh mana penelitian yang telah dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Semua riset khusus dalam ilmu pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan sendiri. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kinerja kepemimpinan birokrasi pemerintahan pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan.

2. Untuk mengetahui peranan pemimpin terhadap kinerja birokrasi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan.


(14)

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah 1. Secara ilmiah, untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan

teori-teori dalam ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan Peranan Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja Birokrasi

2. Secara akademis. Peneliti ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Depertemen Ilmu Administrasi Negara.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi kinerja instansi Pemerintah khususnya Dinas Pertanian Humbang Hasundutan dalam menyempurnakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada masa yang akan datang.

I.5. Kerangka Teori

I.5.1. Kepemimpinan

I.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Dalam arti luas kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok (Thoha, Miftah, 1995 : 9). Dalam konteks ini kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Melainkan kepemimpinan bisa terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.


(15)

Kepemimpinan adalah suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama (Keating J. Charles, 1986:6) Kepemimpinan ini menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan dengan cara mempengaruhi kelompok, pematangan kelompok dan factor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.

Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling mudah diobservasi, tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk dipahami (Richard L. Daft, 1999). Dimana dalam suatu masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri memang sangat kompoleks. Akan tetapi, perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak kemajuan sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan objektif.

Dari pendapat diatas, dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah proses dan kemampuan mempengaruhi orang-orang untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkannya dalam mencapai suatu tujuan yang akan dicapai. Kepemimpinan dapat timbul apabila terdapat faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor-faktor tersebut meliputi orang-orang bekerja dari sebuah posisi organisatoris, dan timbul dalam suatu situasi yang spesifik.

I.5.1.2. Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/ organisasinya.


(16)

Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok/ organisasinya, akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuaka peluang bagi para pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinannya sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya. Oleh karena itu fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dengan interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/ organisasi. Fungsi kepemimpinan ini memiliki dua dimensi sebagai berikut:

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/ organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksaaan pemimpin.

Berdasarkan kedua dimensi itu, fungsi kepemimpinan terbagi lima antara lain: 1. Fungsi Instruktif.

Fungsi ini berlangsung ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerhatikan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan, melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Fungsi orang yang dipimpin (anggota kelompok/organisasi) hanyalah melaksanakan perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin.


(17)

Fungsi itu berarti juga keputusan yang ditetapkan pimpinan tidak aka nada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannya menjadi instruktif/ perintah. Selanjutnya perintah tidak aka nada artinya, jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkannya.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melaksanakan perintah. Untuk itu perintah harus jelas, baik mengenai apa yang harus dikerjakan (isi perintah) maupun dari segi bahasa sesuai dengan tingkat kemampuan orang menerima dan harus melaksanakannya. Dalam kondisi tingkat kemampuan pelaksana dinilai rendah, maka harus jelas pula dalam menyampaikan cara melaksanakannya, waktu pelaksanaannya dan di mana/ tempat melaksanakan perintah tersebut.

Perintah yang jelas dari segi kepemimpinan berarti juga sebagai perwujutan proses bimbingan dan pengarahan, yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan kelompok/ organisasi. Apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaanya, sebelum mencari sebab-sebabnya pada orang yang melaksanakan perintah, sebaiknya diteliti lebih dahulu dari sudut pemberian perintah tersebut. Kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaannya, sebelum mencari sebab-sebabnya pada orang yang melaksanakan perintah, sebaliknya diteliti lebih dahulu dari sudut pemberian perintah tersebut. Kekeliruan atau kesalahan itu mungkin saja terjadi karena ketidakjelasan dalam menyampaikan apa, bagaimana, bilamana dan dimana perintah harus dilaksanakan.

2. Fungsi Konsultatif.

Fungsi ini berlansung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan,


(18)

pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan. Konsultasi itu dapat dilakukannya secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan. Di samping itu mungkin pula konsultasi itu dilakukannya untuk mendengarkan pendapat dan saran, apabila suatu keputusan yang direncanakannya ditetapkan. Selanjutnya konsultasi dapat pula dapat dilakukan secara meluas melalui pertemuan dengan sebagian besar atau semua anggota kelompok/ organisasinya. Konsultasi seperti itu dilakukan apabila keputusan yang akan ditetapkan sifatnya sangat prinsipil (penting), baik bagi kelompok/ organisasi maupun sebagian besar/ seluruh anggotanya.

Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back), yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Konsultasi dapat dilakukan secara terbatas atau diperluas, sebagaimana telah diutarakan diatas.

Konsultasi dapat dialkukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Konsultasi dapat dilakukan secara perseorangan atau kelompok dengan jumlah anggota yang terbatas. Konsultasi dapat berupa memberi kesempatan menyampaikan saran dan pendapat sebelum atau sesudah keputusan ditetapkan. Konsultasi sebelum keputusan ditetapkan dapat terjadi apabila pemimpin bersikap terbuka, sehingga meskipun anggota hanya mendengar suatu issu atau sekedar menduga akan ditetapkan suatu keputusan, selalu dibenarkan untuk membicarakan dengan pemimpin. Konsultasi sesudah keputusan ditetapkan dapat dilakukan untuk memberikan kesempatan bertanya, jika setelah diturunkan berupa perintah ternyata tidak jelas. Di samping itu seperti dikatakan diatas dapat pula digunakan untuk


(19)

menyampaikan pendapat dan saran, dalam rangka perbaikan atau penyempurnaan keputusan atau pelaksanaannya.

Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapakan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan kepemimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu pemimpin harus menyakinkan dirinya bahwa dari siapa pun juga selalu mungin diperoleh gagasan, aspirasi, saran dan pendapat yang konstruktif bagi pengembangan kepemimpinannya.

3. Fungsi Partisipasi.

Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dan sesama orang yang dipimpin. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas pokok, sesuai dengan posisi/ jabatan masing-masing. partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dialkukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

Fungsi partisipasi hanya mungkin terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah. Yang bagi pemimpin akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan. Sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting, baik


(20)

yang dilakukan melalui rapat-rapat maupun saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada. Musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi dalam berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi.

Dari sisi lain fungsi partisipasi berarti juga ketersediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat orang yang dipimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggung jawab melaksanakannya. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4. Fungsi Delegasi.

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/ menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi mendapat pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.

Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan kelompok/organisasinya tidak mungkin diwujudkannya sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya perlu dideleagsikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.


(21)

Sehubungan dengan itu musyawarah dan konsultasi ikut berperanan, terutama untuk memberikan kesempatan bagi para penerima delegasi, agar selalu berorientasi pada kebijaksanaan umum dari pimpinan. Disamping itu musyawarah dan kpnsultasi penting artinya bagi penerima delegasi, apabila harus membuat keputusan yang bersifat prinsipiil. Keputusan-keputusan seperti itu sebvelum ditetapkan tidak boleh tidak harus dikonsultasikan, guna memperoleh petunjuk dan pengarahan pimpinan. Setelah proses seperti itu dilakukan, penetapannya sebagai keputusan sebaiknya tetap dipercayakan pada penerima delegasi. Kondisi seperti itu akan semakin mengkokohkan dan memantapkan kebersamaan dalam mewujudkan eksistensi kelompok/ organisasi, karna penerima delegasi merasa telah mendapat kepercayaan dan tanggung jawab yang besar dan penting. Bersamaan dengan itu tumbuh dan berkembanglah dedikasi dan loyalitas secara wajar, tidak saja pada kelompok/organisasi tetapi juga pada pimpinan.

Uraian-uraian tersebut di atas pada dasarnya menunjukakn bahwa pendelegasian harus diberikan pada orang-orang kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi iu harus diyakini merupakan pembantu pimpinan yang kesamaan prinsip dan aspirasi. Penerima delegasi yang tidak sama prinsip dan aspirasinya mungkin saja untuk menyalahgunakan wewenangnya dan akan lebih buruk lagi jika sekedar dipergunakan untuk mempersulit dan menghancurkan reputasi pemimpinnya.

Dari sisi lain kenyataan menunjukkan juga bahwa ada organisasi yang pemimpinnya ditunjuk atau diangkat atas dasar musyawarah anggota. Dalam keadaan itu pemimpin justru merupakan penerima pelimpahan wewenang dari seluruh anggota untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif. Dalam organisasi seperti itu bila mana pemimpin akan melimpahkan sebagian wewenang (delegasi), perlu dipertimbangkan aspirasi dari anggotanya. Aspirasi itu tidak saja berkenaan dengan tugas-tugas yang akan didelegasikan,


(22)

tetapi juga mengenai orangnya yang seharusnyalah dipilih orang yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan anggotanya.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi ini cenderung bersifat komunikasi satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi dua arah. Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/ efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok organisasinya.

Bimbingan dan pengarahan yang dilakukan selama kegiatan kelompok/organisasi berlangsung pada dasarnya bersifat pengawasan preventif. Dengan melakukan kegiatan tersebut berarti pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan setiap unit atau perseorangan dalam melaksanakan volume dan beban kerjanya atau perintah dari pimpinannya. Kegiatannya dilakukan dengan cara meluruskan setiap penyimpangan, agar secara terus-menerus terarah pada tujuan. Pengendalian dilakukan dengan cara mencegah anggota berpikir dan berbuat sesuatu yang cenderung merugikan kepentingan kebersamaan/ organisasi. Oleh karena itu sifatnya tidak boleh kaku, karena tidak mustahil dari anggota ditemukan sesuatu yang positif dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan.

Koordinasi sebagai kegiatan pengendalian dalam kepemimpinan bermaksud mewujudkan pelaksanaan kegiatan yang saling menunjang dan saling isi- mengisi, antar setiap unit atau secara perseorangan. Koordinasi bermaksud mencegah suatu kegiatan dikerjakan oleh banyak


(23)

unit atau perseorangan secara terpisah, sedang kegiatan lain tidak ada atau terlalu sedikit anggota yang mengerjakannya. Dengan koordinasi diharapakan terwjud kerja sama yang harmonis antar unit atau perseorangan dalam melaksanakan kegiatan yang memerlukan kebersamaan. Fungsi pengendalian harus meluruskan porsi kegiatan masing-masing dan porsi mana yang memerlukan kerja sama. Dengan demikian tidak akan terjadi tumpah tindih pelaksanan kegiatan, yang akan memberikan dampak meningkatnya efisiensi dan efektivitas usaha pencapaian tujuan kelompok/organisasi.

Fungsi pengendalian selanjutnya dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan (kontrol) terhadap pelaksaan volume dan beban kerja atau perintah pimpinan. Pengawasan dapat dilakukan sebagai kegiatan preventif, sebagimana telah dikemukakan diatas. Disamping itu pengawasan dapat juga dilakukan sebagai kegiatan kuratif, yang bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kekeliruan atau kesalahan yang sudah terjadi. Pengawasan kuratif dilakukan setelah kegiatan selesai dilaksanakan, baik berupa pengawasan langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan administrasi pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin atau petugas yang ditunjuk di lingkungan organisasi sendiri, disebut pengawasan intern. Sedang yang dilakukan oleh petugas pengawasan dari satu badan pengawas tertentu diluar organisasi yang diawasi, disebut pengawasan ekstern. Pengawasan intern sebagai fungsi kepemimpinan disebut juga pengawasan melekat. Dengan kata lain pengawasan dilakukan karena merupakan bagian dari volume kerja seorang pemimpin. Bilamana disebut secara spesifik, pengawasan melekat pada fungsi kepemimpinan, sehingga memungkinkannya melakukan pengendalian terhadap kegiatan anggota kelompok/ organisasinya.

Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak alngsung. Pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pemantauan terhadap kegiatan anggota yang sedang berlangsung, yang dilaksanakan pemimpin sendiri. Pengawasan tidak langsung dilakukan


(24)

pemimpin dari jarak jauh, melalui laporan-laporan yang disampaikan anggota dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya atau perintah pimpinannya. Laporan dapat disampaikan secara lisan dan tertulis. Laporan lisan bukan pengawasan langsung, karena dilakukan setelah sebagian atau seluruh kegiatan selesai, tanpa mengamati proses sebenarnya waktu kegiatan dilaksanakan. Laporan lisan sebagai kegiatan pengawasan, tidak sekedar dapat diperoleh dari pelaksana, tetapi juga dari orang lain yang dinilai mengetahui secara baik pelaksaan volume dan beban kerja atau perintah atasan.

Pengawasan oleh pemimpin tidak boleh dijadikan alat untuk mencari kesalahan yang kemudian akan diiringi dengan pemberian sanksi atau hukuman. Pengawasan yang digunakan untuk keperluan tersebut, akan kehilangan fungsinya sebagai pengendali dalam kegiatan kepemimpinan.

Pengawasan yang dilakukan pimpinan sebagai kegiatan pengawasan melekat tidak saja mengendalikan pelaksanaan program kerja, keputusan, dan instruksi pimpinan, tetapi juga terhadap perwujudan tugas-tugas rutin dan kemampuan mentaati etika kelompok/organisasi. Pengawasan sebagai kegiatan pengendalian akan berpengaruh positif bagi perwujudan kepemimpinan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensinya terlihat pada kesediaan dan kesungguhan anggota dalam memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang ditemui.

I.5.1.3. Teori Kepemimpinan

Secara garis besar teori kepemimpinan dibagi tiga aliran 1. Teori sifat (Thrait Theory)

Teori sifat (thrait theory) berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin (Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 83). Namun pandangan teori ini sifat ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat


(25)

kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicari lewat suatu pendidikan dan pengalaman

Para penganut teori sifat telah berusaha menggeneralisasi sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin seperti fisik, mental, dan kepribadian. Dengan asumsi pemikiran, bahwa keberhasilan seseorang sebagai pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat atau karakteristik tertentu yang dimiliki atau melekat dalam diri pemimpin tersebut, baik berhubungan dengan fisik, mental, psikologis, personalitas dan intelektualitas. Beberapa sifat yang dimiliki oleh pemimpin yang sukses antara lain : Taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani, intelek, disiplin, manusiawai, bijaksana, percaya diri, berjiwa matang, berjiwa adil, berkemauan keras, berinovasi, berwawasan luas, komunikatif, daya nalar tajam, daya tanggap tajam, dan sifat positif lainnya.

2. Teori Perilaku

Teori perilaku (behavior theory) dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin dengan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsi apakah menerima atau menolak pengaruh dari pemimpinnya (Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 84).

Pendekatan perilaku menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin, yaitu perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas (task orientation) atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang (people orientation) atau yang mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi. Perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas menampilkan gaya kepemimpinan otokratik, sedangkan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia menampilkan gaya demokratis atau partisipatif.

Gaya kepemimpinan demokratik mendorong anggota untuk menentukan kebijakan mereka sendiri, memberi pandangan tentang langkah dan hasil yang diperoleh, memberi


(26)

kebebasan untuk memulai tugas, mengembangkan inisiatif, memelihara komunikasi dan interaksi yang luas, menerapkan hubungan suportif dan lain-lain. Sebaliknya gaya kepemimpinan otokratik mempunyai cirri antara lain : menentukan kebijakan untuk anggota, member tugas secara instruktif, menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan anggota, mengendalikan secara ketat pelaksanaan tugas, interaksi dengan anggota terbatas, tidak mengembangkan inisiatif anggota, dan lain-lain.

3. Teori Situasional Kontingensi

Teori situasional dan kontingensi mencoba mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan kebutuhan organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektif.

Teori situasional kontingensi ini terdiri antara lain : Teori Path Goal, Teori Situasional dari Hersey dan Blanchard, dan teori kontijensi dari Fiedler. Teori Path Goal yang dikembangkan oleh Evans (1970), House (1971), Fulk & Wendler (1982), berusaha menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja para bawahan. Teori ini berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Menurut model ini, pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk mealaksanakan, dan kepuasan pengikutnya (Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 84).

Teori Path Goal telah mengarah pada pengembangan dari dua dalil penting : Pertama, tingkah laku pemimpin efektif sejauh mana bawahan mempersepsikan perilaku tersebut sebagai suatu sumber kepuasan langsung atau sebagai sarana bagi kepuasan dimasa mendatang. Kedua, tingkah laku pemimpin bersifat motivasioanal sejauh mana memberikan kepuasan dari kebutuhan bawaha yang kontigen pada prestasi efektif dan melengkapi lingkungan pegawai dengan memberikan bimbingan, kejelasan arahan, dan penghargaan yang dibutuhkan untuk prestasi efektif.


(27)

Menurut teori ini ada empat perilaku pemimpin yang berlangsung dalam setiap organisasi, yaitu:

1. Supportive leadership (kepemimpinan yang mendukung) : member perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka.

2. Directive leadership (kepemimpinan yang instruktif) : memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, member pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasi pekerjaan mereka.

3. Partisipative leadership (kepemimpinan partisipatif) : berkonsultasi dengan para pegawai dan memperhitungkan opini dan sarana mereka.

4. Achievement oriented leadership (kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan) : menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para pegawai akan mencapai standar yang tinggi.

Sementara, teori situasional dari Hersey dan Blanchard (dalam Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 84). menjelaskan bahwa, gaya kepemimpinan yang saling efektif itu berbeda-beda sesuai dengan “kematangan” pegawai. Hersey dan Blanchard mendefenisikan kematangan atau kedewasaan bukan dalam arti usia atau stabilitas emosional, melainkan keinginan untuk berprestasi, kesediaan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Tujuan dan pengetahuan pengikut merupakan variabel-variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang efektif.

Hersey dan Blanchard yakin bahwa hubungan antara seorang manajer dan bawahan bergerak melalui empat tahap semacam daur hidup sejalan dengan perkembangan dan kematangan pegawai, dan para pemimpin perlu mengubah gaya kepemimpinannya untuk


(28)

disesuaikan dengan perkembangan disetiap tahap. Berikut ini diilustrasikan bagaimana daur hidup empat tahap tersebut diterapkan dalam kepemimpinan seseorang.

Dalam fase awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi-gaya manajer yang sangat berorientasi pada tugas adalah yang paling tepat. pegawai harus diberi instruksi mengenai tugasnya dan dibuat terbiasa dengan peraturan dan prosedur organisasi. Pada tahap ini, seorang pemimpin yang tidak mengarahkan (non directive) menyebabkan kecemasan dan kebingungan di kalangan pegawai baru. Pendekatan hubungan pegawai yang partisipatif juga tidak tepat pada tahap ini, demikian menurut Hersey dan Blanchard, karena pegawai belum dapat dianggap sebagai rekan.

Jika pegwai mulai mempelajari tugasnya, manajemen yang berorientasi pada tugas tetap penting, karena mereka belum mau atau mampu menerima tanggung jawab sepenuhnya. Akan tetapi kepercayaan dan dukungan pemimpin terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya ia dengan pegawai dan ingin mendorong usaha lebih lanjut di pihak mereka. Dengan demikian, pemimpin bisa memulai perilaku yang berorientasi pada pegawai dalam fase kedua.

Pada fase ke tiga, kemampuan dan motivasi prestasi pegawai meningkat dan mereka secara aktif mulai mencari tanggung jawab yang lebih besar. Pemimpin tidak perlu lagi bersikap mengarahkan (karena pengarahan yang terlalu ketat mungkin membuat tersinggung). Akan tetapi, pemimpin akan terus mendukung dan memperhatikan agar dapat memperkuat kebulatan tekat pegawai untuk memikul tanggungjawab yang lebih besar. Jika lama kelamaan pegawai lebih percaya diri, mampu mengarahkan diri, dan berpengalaman, pemimpin dapat mengurangi porsi dukungan dan dorongan. Dalam fase keempat ini pegawai sudah tidak memerlukan atau mengharapkan lagi suatu hubungan yang bersifat mengarahkan dengan pemimpinnya. Mereka sudah mampu berdikari.


(29)

Kemudian, teori kontingensi dikemukakan oleh Fiedler dengan asumsi dasarnya adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya manajemen yang telah membuat dia berhasil. Fiedler juga memberi tekanan pada efektivitas dari suatu kelompok. Menurutnya efektivitas suatu organisasi tergantung pada dua variabel yang saling berinteraksi, yaitu (1) system motivasi dari pemimpin, dan (2) tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.

Berdasarkan teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan pada tiga dimensi (1) hubungan pemimpin-pegawai, yaitu bahwa pemimpin akan lebih mempunyai lebih banyak kekuasaan dan peranan, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan pegawai-pegawainya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya : (2) struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berperan daripada kalau penugasan itu kabur, tidak jelas, dan tidak terstruktur, dan (3) posisi kekuasaan, pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia member ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat, daripada kalau ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.

I.5.1.4. Gaya Kepemimpinan

Seorang pemimpin lebih memilih bentuk atau gaya kepemimpinan untuk maksud penggunaannya agar menghasilkan efektivitas sebagai pemimpin. Pilihan yang benar suatu gaya kepemimpinan yang menghubungkan secara tepat dengan motivasi eksternal dapat membimbing kepada pencapaian secara sekaligus, baik tujuan individu maupun organisasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik-teknik motivasi yang tidak tepat, maka tujuan organisasi dapat terganggu serta pegawai dapat merasakan frustasi, kebencian, kegelisahan, dan ketidakpuasan.


(30)

Tingkat gaya kepemimpinan dari otokrasi sampai pada demokrasi dan kebebasan berusaha, kesemuanya itu memberikan keadaan yang menguntungkan dan merugikan. Pada umumnya pemimpin menggunakan semua corak ini pada suatu waktu tertentu, tergantung situasi yang dihadapi. Paling tidak ada tiga gaya kepemimpinan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan yang Otokrasi

Dalam hal gaya otokratis, pengambilan keputusan dipusatkan pada tangan seorang pemimpin. Pemimpin bebas untuk menempatkan kebijakan dan menyusun, mendefenisikan atau memodifikasi tugas-tugas sesuai dengan keinginannya. Pemimpin yang otokrasi dipenuhi perintah-perintah yang ditujukan kepada para pegawainya. Seorang pemimpin yang otokratis memerlukan penyesuaian para pegawai, dan mempertimbangkan berbagai keputusan agar menjadi yang paling unggul terhadap pegawainya.

Suatu manfaat dari gaya otokratis ini adalah dalam hal pengambilan keputusan yang terpusat pada pemimpin, sehingga dapat memgambil keputusan yang cepat. Akan tetapi bagi pegawai tidak begitu menimbulkan keberuntungan, karena biasanya keputusan yang diambil kurang mempertimbangkan kondisi sesungguhnya. Hal ini dapat berakibat ketidakpuasan, ketergantungan pada pemimpin, maupun kapasitas terhadap tujuan organisasi. Berikut ciri-ciri gaya otokratis.

a. Semua penentuan kebijakan oleh pemimpin

b. Cara-cara serta kegiatan melangkah didikte oleh penguasa, yang pada suatu waktu menjadikan langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti pada suatu tingkatan yang lebih besar.


(31)

d. Pimpinan cenderung memuji pribadinya, demikian pula dalam pengecaman pekerjaan tiap anggota, tetap menyendiri dari aktivitas partisipatif kelompok, kecuali kalau melakukan unjuk perasaan (Hicks,1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 98).

2. Gaya Demokrat/ Partisipatif

Gaya ini merupakan gaya yang popular selama era manajemen neo-klasik. Pendekatannya mengusahakan agar dapat terwujud kerjasama para pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dalam mengizinkan mereka untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan. Terdapat keyakinan bahwa para pekerja akan menunjang suatu keputusan yang menyangkut mereka dalam pencapaian tujuan dan mereka akan meningkatakan produktivitasnya secara konsekuen.

Teori ini tidak membebaskan pimpinan dalam hal tanggung jawab. Pengambilan keputusan atau kekuasaan untuk mengatasi para pegawai. Tetapi teori ini mengharuskannya untuk mengakui kecakapan para bawahan dalam mengajukan usul-usul dan ketegasan yang didasarkan pada latihan dan pengalaman mereka. Pengikutsertaan dalam pengambilan dapat membimbing pada perbaikan hubungan pimpinan – para pekerja, mental dan moral yang tinggi dan kepuasan kerja serta mengurangi ketergantungan pada pemimpin. Meskipun demikian kadang-kadang pendekatan ini menjadikan kurang berhubungan dengan produktivitas dan lemahnya keputusan sehubungan dengan maksud untuk menyenangkan setiap orang, dan pendekatan ini dapat memakan waktu yang relative lama. Adapun ciri-ciri antara lain:

a. Semua kebijaksanaan, masalah kelompok dan keputusan dimusyawarahkan, diberi semangat dan dibantu oleh pimpinan.

b. Perspektif keaktifan diperoleh sepanjang musyawarah. Langkah-langkah umum pada tujuan kelompok yang terencana, dan dimana advis cara-cara diperlukan, pimpinan


(32)

menyumbang dua alternative atau lebih yang tersusun dari pemilihan yang dilangsungkan.

c. Para anggota bebas untuk bekerja dengan siapa pun yang mereka pilih, dan pembagian tugas diletakkan pada kelompok.

d. Pimpinan dalam setiap pemujian dan pengecaman adalah objektif menggunakan fakta-fakta, dan mengusahakan agar anggota kelompok menjadi teratur, bersemangat tanpa mengerjakan pekerjaan terlalu banyak, (Hicks,1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 99).

3. Gaya Kebebasan Usaha

Gaya kebebasan usaha merupakan gaya kepemimpinan yang memposisikan anak buah mempunyai kekuasaan penuh (liberalistis) tidak tergantung pada pemimpin untuk memberikan motivasi eksternal seperti yang berlaku pada gaya otokratis dan demokrasi (partisipatif). Para pegawai mendorong diri mereka sendiri yang didasarkan pada kepentingan mereka, kehendak dan hasratnya. Mereka diberikan suatu tujuan dan pada umumnya terletak pada usaha pencapaian oleh mereka sendiri, dengan menggunakan kecakapannya mereka. Prinsip pemimpin terutama menganggap peranan sebagai suatu anggota kelompok.

Pendekatan ini mempunyai manfaat untuk menambah kebebasan para pegawai dan menyatakan serta memperkuat fungsinya sebagai seorang anggota kelompok. Ketidakmanfaatan bila tidak ditunjang pemimpin yang kuat, maka kelompok tersebut kemungkinan tidak memiliki petunjuk dan pengendalian. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan para pegawai menjadi frustasi dan mengakibatkan kekacauan dalam organisasi. Adapun cirinya adalah sebagai berikut:

a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi yang minimum dari pinjaman.


(33)

b. Beberapa macam bahan yang tersalur oleh pimpinan yang menjadikannya jelas bahwa akan menyalurkan informasi jika diminta. Pimpinan tidak terlibat dalam pembahsan tugas.

c. Tidak ada partisipasi penuh dari pimpinan dalam menentukan tugas-tugas dan rencana.

d. Jarang berkomentar secara spontan pada kegiatan-kegiatan anggota kalau tidak ditanya, serta tidak ada usaha untuk menyanjung atau menyesuaikan/ mangatur bagian peristiwa, (Hiks, 1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 100).

Ketiga gaya diatas senantiasa dipraktekkan para pemimpin. Para pemimpin memiliki sekian banyak fleksibilitas dalam memilih gaya kepemimpinan yang dianggap paling sesuai untuk digunakan pada situasi khusus. Tannembaum dan Schmidt (dalam Teguh, Ambar, 2001 : 100) mengemukakan bahwa pemimpin mempertimbangkan kekuatan di dalam dirinya sendiri, para bawahan, dan situasi. Suatu pendekatan yang demikian bagi pemimpin menegaskan keluwesan dan menghapus kesalahpahaman bahwa dalam hal itu hanya ada satu cara terbaik untuk memimpin.

I.5.2. Birokrasi

I.5.2.1. Pengertian Birokrasi.

Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis dari diterimanya hipotesis bahwa Negara mempunyai misi suci yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya melalui media birokrasi (Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2011 : 1). Dalam konteks ini Negara harus terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa public yang diperlukan oleh rakyatnya. Negara secara efektif terlibat dalam kehidupan sosial rakyatnya, bahwa jika perlu Negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu Negara membangun sistim administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya.


(34)

Birokrasi menurut Weber (dalam Beetham, David, 1990 : 59) adalah suatu formasi sosial yang sangat diperlukan dan yang telah berakar di dalam cirri-ciri dunia modern yang paling kentara. Pada saat yang sama, ia membentuk struktur kekuasaan yang sangat hebat dan karenanya membuatnya menjadi sebuah sistim administrasi yang cukup efektif. Kemampuannya menkoordinasi kegiatan maupun aksi-aksi di suatu wilayah yang sangat luas, kelanjutan kegiatan operasionalnya, monopoli atas keahlian dan kontrol dokumen, dan kohesi serta moral sosial internalnya.

Menurut Hegel dan Karl Marx, Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara itu teman seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah:

1. Suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien;

2. Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.

I.5.2.2. Manfaat Birokrasi

1. Mensistematikakan, mempermudah, mempercepat, mendukung, dan mengefisienkan pencapaian tujuan-tujuan pemerintah


(35)

2. Memudahkan masyarakat dan pihak yang berkepentingan untuk memperoleh layanan dan perlindungan

3. Menjamin keberlangsungan sistim pemerintah dan politik suatu Negara

I.5.2.3. Karakteristik Birokrasi

Karakteristik birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber, paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:

1. Organisasi yang disusun secara hirarkis 2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.

3. Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian (examination).

4. Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi. 5. Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir.

6. Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka. 7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin.

8. Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior's judgments).

Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.


(36)

I.5.2.4. Keuntungan dan Kelemahan Birokrasi I.5.2.4.1. Keuntungan Birokrasi :

1. Teori birokrasi ini mempunyai kekuatannya yang tersendiri, walaupun teori ini sering dikaitkan dengan berbagai stereotatip negatif, namun teori birokrasi ini juga banyak memberikan sumbangan kepada teori dalam pengurusan sumber manusia.

2. Hierarki dan definisi tanggungjawab adalah merupakan ciri penting birokrasi dalam membantu pengurusan tempat kerja yang tersusun. Lakaran prinsipal terhadap semua tugas haruslah jelas dan harus disusun dalam bentuk hierarki.

3. Ada Aturan, Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi

I.5.2.4.2. Kelemahan Birokrasi :

1. Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal:

(1) penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsiona (2) terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki (3) kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi (4) berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi

2. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negative.

3. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal.

4. Keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.

5. Salah satu kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red tape” . Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang sangat berlebihan sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan ataupun proses.


(37)

I.6. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun ( 2006: 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep yang dikemukakan penulis adalah:

1. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

2. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi

3. Birokrasi adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar


(38)

I.7.Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.

BAB II KERANGKA TEORI

Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti kinerja, kepemimpinan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, rencana pengujian keabsahan data, etika penelitian.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi.

BAB V PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.

BAB VI ANALISA DATA

Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian. BAB VII PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.


(39)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1. Bentuk Penelitian

Adapun bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan bentuk kualitatif deskriptif. Menurut Hamidi (2005:14), penelitian kualittif lebih menggunakan perpektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa, pandangan para responden.

Ciri pokok dari penelitian deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional (Nawawi, 1993:140).

Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif, karena sebelun hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan, tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena social, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisanya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin, 2007:6).

Dengan bentuk kualitatif deskriptif ini diharapkan dapat memberikan gambaran dengan jelas mengenai Peranan Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja Birokrasi di Dinas Pertanian Humbang Hasundutan.


(40)

II.2.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Pertanian Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.

II.3.Informan Penelitian

Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. (Sugianto, 2005 : 171-172)

Dalam menentukan informasi penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik yaitu dengan menggunakan teknik purposive samping. Menurut Sugiono (2005:53), menejelaskan yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data pertimbangan tertenru, sedangkan accidentall sampling adalah teknik pengambilan sampel secara tidak sengaja dan secara acak. Dalam menentukan informan kunci, peneliti menggunakan teknik purposive sampling, sedangkan menentukan informan utama dengan teknik accidentall sampling. Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi informan dalam penelitian adalah:

1. Informan kunci yaitu : Kepala Dinas Pertanian Humbang Hasundutan 2. Informan utama yaitu : Pegawai Dinas Pertanian Humbang Hasundutan 3. Informan tambahan yaitu : Masyarakat desa Pakkat Dolok


(41)

II.4.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data berupa teknik pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data skunder.

1. Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang langsung diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara:

a. Wawancara mendalam, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama (Bungin, 2007:108). Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data, maka diperlukan bantuan alat-alat sebagai berikut.

• Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data.

• Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.

b. Observasi tidak terstruktur, yaitu observasi dilakukan tanpa menggunakan guide (pedoman) observasi (Bungin, 2007:116).


(42)

2. Teknik pengumpulan data sekunder dalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan metode instrument sebagai berikut:

• Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti

• Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada dilokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

II.5. Teknik Analisis Data

Hamidi (2005: 78-79) menyatakan bahwa analisa data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada prinsipnya berproses secara induksi-interpretasi-konseptualisasi. Dengan demikian laporan yang detail (induksi) dapat berupa data yang lebih mudah dipahami, dicarikan makna sehingga ditemukan pikiran apa yang tersembunyi di balik cerita mereka (interpretasi) dan akhirnya dapat diciptakan suatu konsep (koseptualisasi).

Melalui teknik analisis data, peneliti menguji kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta. data dan informasi yang diperoleh. Dan selanjutnya akan dianalisis sehingga peneliti dapat memperoleh informasi dan kebenaran dari setiap permasalahan yang ada dalam penelitian ini.


(43)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1. Luas Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan

Secara astronomis Humbang Hasundutan terletak pada garis 2º1 - 2º28 Lintang Utara dan 98º10 - 98º-58 Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Humbang Hasundutan memiliki batas-batas: Utara- Kabupaten Samosir, Timur- Kabupaten Tapanuli Utara, Selatan- Kabupaten Tapanuli Tengah, Barat- Kabupaten Pakpak Barat.

Berdasarkan letak geografisnya, Humbang Hasundutan berada di bagian tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian antara 330 – 2.075 m diatas permukaan laut. Jadi luas wilayah Humbang Hasundutan adalah sebesar 251.765,93 Ha, dengan luas dataran sebesar 250.271,02 Ha dan 1.494,91 Ha Luas Danau. Iklim di Humbang Hasundutan termasuk tropis basah dengan suhu berkisar antara 17ºC - 29ºC.

Luas Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan Menurut Kecamatan (ha) Kecamatan

(1)

Luas Area (2)

Pakkat 38.168,00

Onan Ganjang 22.258,27

Sijamapolang 14.018,07

Dolok Sanggul 20.929,53

Lintong Nihuta 18.126,03

Paranginan 4. 778,06


(44)

Pollung 32.736,46

Parlilitan 72.774,71

Tarabintang 24.251,98

Dataran Luas Danau

250. 271,02 1.494,91

Luas Total 251.765,93

III.2. Luas Lahan Pertanian Menurut Kecamatan (ha) di Humbang Hasundutan Kecamatan

(1)

2007 (2)

2008 (3)

2009 (4)

2010 (5)

2011 (6)

Pakkat 1.878 1.878 1.878 1.878 1.878

Onan Ganjang 1.020 1.020 1.020 1.020 1.020

Sijamapolang 519 519 519 519 519

Dolok Sanggul 2.470 2.470 2.470 2.470 2.470

Lintong Nihuta 2.067 2.067 1.994 1.994 1.994

Paranginan 980 980 980 980 980

Baktiraja 791 791 791 791 791

Pollung 1.276 1.276 1.276 1.276 1.276

Parlilitan 1.960 1.960 1.960 1.960 1.960

Tarabintang 751 751 751 732 732


(45)

Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10 Kecamatan, 143 Desa dan 1 Kelurahan dengan jumlah Penduduk pada Tahun 2007 sebanyak 164.376 jiwa, terdiri dari 79.275 dari 79.275 jiwa laki-laki dan 85.101 jiwa perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk 65 jiwa/km 2, dimana pada umumnya kegiatan ekonomi masyarakat adalah petani. Humbang Hasundutan merupakan suatu daerah pertanian yang mandiri ini tidak terlepas dari peranan kepemimpinan dari pada Pemerintah Daerah yang dibantu oleh Dinas Pertanian sebagai lembaga yang memberikan pelayanan bagi para masyarakat. Pelayanan Dinas Pertanian dari awal terbentuknya Humbang Hasundutan sangat banyak mengalami perubahan dimana hasil panen dan produksi pertanian Humbang Hasundutan menjadi lebih baik. Tabel diatas menunjukkan bahwa Humbang Hasundutan merupakan daerah pertanian dimana hampir sebagian besar masyarakatnya menggantungkan diri pada hasil pertanian sebagai salah satu pendapatan mereka. Jadi dalam penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana Kepala Dinas tersebut bekerja secara maksimal untuk membimbing masyarakat dalam mengolah lahan pertanian di Humbang Hasundutan.

Kabupaten Humbang Hasundutan berada di jajaran Bukit Barisan dengan keadaan tanah umumnya berbukit dan bergelombang dengan selingan daratan pada ketinggian 330-2.037 m/dpl dengan luas wilayah 251.765,93 Ha yang terdiri dari:

No Kecamatan Luas

Sawah (Ha) Pekarangan (Ha) Tegal/ Kebun (Ha) Ladang/ huma (Ha) Sementara tidak diusahakan (Ha) Perkebunan (Ha) Rawa (Ha)

1 Doloksanggul 2.470 2.530 1.727 360 1834 436 320


(46)

3 Baktiraja 791 84 230 603 - 104 -

4 Pollung 1.276 1477 1429 176 960 3950 250

5 Lintongnihuta 1.994 2015 964 850 1895 1089 50

6 Paranginan 980 940 446 600 618 683 -

7 Pakkat 1.878 294 4389 1613 1181 4280 -

8 Parlilitan 1.960 225 550 200 19736 6036 -

9 Tarabintang 751 43 4182 315 22111 - -

10 Onanganjang 1.020 211 2027 2020 4700 2740 -

Jumlah 13.639 7839 16235 7122 54535 19318 620

Dari pengumpulan data statistik pertanian (SP), data dikumpulkan dan dibagi dalam beberapa bagian yakni luas sawah, pekarangan, tegal/kebun, perkebunan dan rawa dan juga lahan yang sementara tidak diusahakan guna kegiatan reboisasi atau rehabilitasi yang bertujuan untuk menghutankan kembali lahan garapan. Untuk pengitungan luas lahan pertanian dilakukan setiap tahun oleh KCD dengan menggunakan SP-Lahan. Data luas pertanian yang dilaporkan adalah kondisi akhir tahun yang berada di wilayah administrasi kecamatan mencakup lahan yang diusahakan oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan lain-lain. Hasil pertanian Humbang Hasundutan dapat bersaing dipasaran dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dimana luas lahan yang diusahakan cukup luas dan hasil pertaniannya juga terhitung berproduksi dengan baik.

III.3. Visi dan Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan.

Dalam rangka pencapaian Visi Kepala Daerah yang ditetapkan dalam rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2010-2015 yaitu: Humbang hasundutan menjadi “Daerah Mandiri dan Sejahtera” serta mencermati potensi


(47)

Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), Sosial Budaya di Kabupaten Humbang Hasundutan memutuskan Visi, Misi, Strategi dan Kebijakan sebagai berikut:

III.3.1. Visi

Terwujudnya Petani Profesional, Tangguh, Mandiri dan Sejahtera

III.3.2. Misi

1. Meningkatkan kualitas dan produktifitas SDM Aparatur dan masyarakat petani

2. Menumbuhkembangkan agribisnis yang berbasis ekonomi kerakyatan dan berwawasan lingkungan.

3. Mempertahankan dan meningkatkan swasembada pangan.

4. Memberdayakan masyarakat petani dengan pembekalan teknologi informasi dan melengkapi sarana pendukung.

5. Mengembangkan investasi dengan pola kemitraan yang saling sinergi.

III.3.3. Tujuan dan Sasaran

Adapun tujuan Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan dikaitkan dengan Misi yang ditetapkan antara lain:

1. Meningkatkan kemampuan SDM aparatur dan masyarakat petani dan tujuan.

a. Meningkatkan kemampuan, keahlian, disiplin, dan dedikasi aparatur dalam penyelenggaraan pembangunan dan kemasyarakatan.

b. Meningkatkan kualitas koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi pemerintah dan pihak terkait, demikian juga intern dinas.

c. Meningkatkan keterampilan, keahlian, disiplin, dan etos kerja masyarakat petani dalam melaksanakan usahanya.


(48)

2. Menumbuhkembangkan agribisnis yang berbasis ekonomi kerakyatan dan berwawasan lingkungan dengan tujuan.

a. Menigkatkan peran serta pelaku ekonomi kerakyatan dalam mengembangkan agribisnis.

b. Mengembangkan sentra-sentra produksi unggulan untuk menghasilkan komoditi yang mampu berdaya saing di pasar nasional,regional dan internasional.

c. Meningkatkan pemanfaatan sarana/produksi pengolahan (alsintan). d. Meningkatkan peluang usaha pertanian.

3. Mempertahankan swasembada pangan dan tujuan a. Meningkatkan diversifikasi usaha budidaya b. Meningkatkan ketersediaan pangan dan gizi

c. Pembangunan lumbung pangan di daerah di daerah rawan pangan

4. Memberdayakan masyarakat petani dengan pembakalan teknologi informasi dan melengkapi sarana pendukung dan tujuan.

a. Meningkatkan peran aktif masyarakat petani/kelompok akan pentingnya pembangunan.

b. Mondorong masyarakat kelompok tani untuk mandiri dalam berusaha. c. Menumbuhkan insane-insan pembangunan pertanian.

d. Mempercepat tujuan pencapaian kesejahteraan masyarakat petani.

5. Mengembangkan investasi dengan pola kemitraan yang saling sinergi dengan tujuan a. Meningkatkan peran serta investor untuk membangun petani.


(49)

b. Meningkatkan kemitraan antara dengan kelompok tani.

III.3.4. Tantangan dan Peluang Pembangunan Pertanian

Tantangan dan peluang pembangunan pertanian tidak dapat lepas dari kondisi internal dan eksternal baik level kabupaten/kota, provinsi, nasional maupun internasional. Dalam konteks pembangunan daerah yang menganut era keterbukaan, kinerja makro ekonomi nasional dan daerah cukup rentan dengan gejolak eksternal. Namun efek dari gejolak eksternal tersebut terhadap pertanian Humbang Hasundutan tergantung pada karakteristik pertanian Humbang Hasundutan dari kekuatan eksternal.

Tantangan utama pembangunan pertanian Humbang Hasundutan ke depan adalah: 1. Semakin tingginya alih fungsi lahan.

2. Menurunnya kesuburan tanah (lahan) pertanian. 3. Kerusakan infrastruktur jaringan irigasi.

4. Meluasnya areal yang potensial terkena gangguan bencana alam 5. Kekeringan/kebanjiran

6. Mahalnya agroinput (sarana produksi dan alat mesin pertanian) 7. Menurunnya minat terhadap usaha tani.

8. Kemampuan permodalan petani terbatas. 9. Intensif peningkatan mutu masih rendah. 10.Daya saing produk holtikultura masih rendah.

11.Hama dan penyakit tanaman (Organisme Pengganggu Tumbuhan). 12.Makin berkembang.


(50)

Peluang pembangunan pertanian Humbang Hasundutan dalam menciptakan pembangunan pertanian adalah:

1. Sector pertanian merupakan program unggulan. 2. Permintaan pasar akan produk-produk pertanian.

3. Pemanfaatan potensi SDA,SDM dalam pengembangan agribisnis, 4. Komoditi spesifik di sentra produksi cukup banyak.

5. Pengembangan infrastruktur, sarana-sarana di pedesaan masih bisa ditingkatkan.

6. Teknologi komunikasi dan informasi mendukung pengembangan agribisnis di pedesaan.

7. Pengembangan agribisnis tanaman pangan dan holtikultura terbuka luas. 8. Kesadaran petani dalam penggunaan sarana produksi pertanian.

III.3.5. Arah Kebijakan Pembangunan Pertanian.

Berdasarkan tantangan dan peluang yanga da, maka arah kebijakan Pembangunan Pertanian pada Tahun 2011-2015 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengembangan pembangunan pupuk organic dan pupuk majemuk serta penerapan teknologi konservasi.

2. Pembangunan/perbaikan jaringan irigasi di tingkat kuartir. 3. Meningkatkan akses petani terhadap sumber pembiayaan.

4. Optimalisasi pemanfaatan fasilitas alsintan dan pupuk bersubsidi. 5. Rekayasa alsintan tepat guna.

6. Pemanfaatan dan penggunaan alsintan pasca panen. 7. Sosialisasi teknologi bagi petani/kelompok tani/gapoktan.


(51)

9. Pelatihan kelompok tani/petugas lapangan dalam pengendalian OPT,Sekolah Lapangan, dan penyediaan benih unggul bersertifikat.

10.Peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas pelaksanaan pembangunan pertanian tanaman pangan dan holtikultura.

11.Pengembangan Kelembagaan

12.Menciptakan iklim berusaha yang kondusif guna mendorong peningkatan peran masyarakat dan peran serta investor dalam pembangunan pertanian.

13.Meningkatkan daya saing produk pertanian daerah dengan menerapkan kaidah-kaidah teknologi yang didukung dengan pengembangan pembenihan, teknologi pasca panen. 14.Menyusun peta focus sumber daya alam (Zona Pertanian) daerah Kabupaten

Humbang Hasundutan secara detail untuk membantu para masyarakat tani dalam pengembangan usaha melalui kerja sama dengan Perguruan Tinggi, Balai Riset/Penelitian.

III.4. Gambaran Pelayanan Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan

Landasan Hukum pembentukan Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan adalah Peraturan Bupati Humbang Hasundutan No : 12 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Jabatan Pada Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan.

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan

III.4.1. Tugas Pokok Dinas

1. Membantu Bupati melaksanakan kewenangan Desentralisasi di bidang Pertanian serta Ketahanan Pangan.


(52)

III.4.2. Fungsi Dinas

1. Merumuskan kebijakan teknis di bidang pertanian (pangan dan holtikultura), perkebunan, kelembagaan penyuluhan dan ketahanan pangan.

2. Memberikan pelayanan umum di bidang pertanian dan perkebunan. 3. Membina unit organisasi pelaksana teknis dan jabatan fungsional.

III.4.3. Struktur Organisasi Dinas Pertanian, Kabupaten Humbang Hasundutan

Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai berikut:

Deskripsi Susunan Kepegawaian. Kepala Dinas

Kepala Dinas Pertanian mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam kewenangan desentralisasi di Bidang Pertanian yang meliputi pengembangan dan pembangunan Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan serta melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Instansi/unit kerja terkait lainnya dan tugas lain yang diberikan Bupati.

Sesuai dengan tugas pokok sebagaimana dimaksud, uraian tugas Kepala Dinas Pertanian sebagai berikut:

1. Membantu Bupati dalam pelaksanaan bidang tugasnya merumuskan kebijakan perencanaan, penelitian dan pengembangan Pertanian Pangan dan Holtikultura, Perkebunan serta Ketahanan Pangan.

2. Merumuskan Kebijakan peningkatan produksi Pertanian Pangan dan Holtikultur, Perkebunan serta Ketahanan Pangan.

3. Merumuskan peningkatan mutu produksi, agroindustri dan pemasaran berdasarkan peraturan perundang-undangan.


(53)

5. Merumuskan kebijakan bimbingan uji lapanagan dan penerapan teknologi di Bidang Pertanian.

6. Merumuskan kebijakan pengendalian dan pemberantasan hama dan penyakit. 7. Merumuskan kebijakan pelaksanaan penyuluhan pertanian.

8. Merumuskan dan melakukan upaya kerjasama dengan pihak lain dalam pembangunan pertanian.

9. Memberikan petunjuk kepada bawahan baik lisan maupun tertulis. 10.Menetapkan DP-3 pegawai dan kenaikan gaji berkala.

11.Melaporkan seluruh pelaksaan tugas kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten.

12.Malaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

Sekretaris Dinas

Sekretaris Dinas mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan administrasi kepada semua unsure di lingkungan Dinas, sesuai dengan tugas pokok sebagaimana dimaksud, uraian tugas Sekretaris sebagaimana dimaksud, uraian tugas Sekretaris sebagai berikut:

1. Membantu Kepala Dinas dalam bidang tugasnya. 2. Menyusun rencana dan program kerja tahunan.

3. Melaksanakan urusan administrasi umum, rumah tangga dan perlengkapan serta pelaporannya.

4. Melaksanakan urusan administrasi keuangan. 5. Melaksanakan urusan administrasi kepegawaian.

6. Memberi petunjuk kepada bawahan baik lisan maupun tertulis. 7. Menetapkan DP-3 pegawai.


(54)

9. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

Kepala Sub Bagian Umum

Kepada Subbagian Umum mempunyai tugas pokok mempersiapkan bahan-bahan penyusunan kebijakan teknis Dinas, program dan kegiatan, pengelolaan perlengkapan dan barang inventaris, pengelolaan urusan rumah tangga, ketatausahaan kepegawaian serta pelaporan.

Sesuai dengan tugas pokok sebagimana dimaksud, uraian tugas Kepala Subbagian Umum sebagai berikut:

1. Membantu sekretaris dalam bidang tugasnya.

2. Menyelenggarakan administrasi perkantoran kerumahtanggaan. 3. Melaksanakan administrasi surat menyurat.

4. Melaksanakan urusan penerima tamu dan keprotokolan.

5. Melaksanakan administrasi barang dan inventarisasi serta menyusun rencana pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, perawatan dan usul penghapusan dan inventaris serta pelaporannya.

6. Melaksanakan penyusunan laporan statistik Pertanian.

7. Melaksanakan pengaturan dan penyediaan fasilitas rapat dinas dan upacara.

8. Menyelenggarakan administrasi kepegawaian, kesejahteraan dan pelatihan pegawai. 9. Melaksanakan peningkatan disiplin pegawai.

10.Mempersiapkan laporan Dinas.

11.Menyelenggarakan administrasi perjalanan Dinas dan pengawasannya. 12.Mengusulkan pejabat bendahara barang.

13.Memberi petunjuk kepada bawahan baik lisan maupun tertulis. 14.Menetapkan DP-3 pegawai.


(55)

15.Melaporkan seluruh pelaksanaan tugas kepada Sekretaris. 16.Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

Kepala Sub Bagian Keuangan

Kepala Subbagian Keunagan mempunyai tugas pokok mempersiapkan bahan-bahan penyusunan anggaran, pengelolaan administrasi keuangan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan. Sesuai dengan tugas pokok sebagaimana dimaksud uraian tugas Kepala Subbagian Keuangan sebagai berikut:

1. Menyusun rencana anggaran.

2. Menyelenggarakan administrasi kewajiban wajib pajak pegawai. 3. Menyelenggarakan administrasi kewajiban pajak pegawai. 4. Melaksanakan verifikasi surat pertanggungjawaban keuangan.

5. Menghimpun dan menelaah peraturan perundang-undangan yang menyangkut bidang keuangan.

6. Mengusulkan pejabat pemegang kas

7. Memberikan petunjuk kepada bawahan baik secara lisan maupun tulisan. 8. Menetapkan DP-3 pegawai.

9. Melaporkan seluruh pelaksanaan tugas kepada Sekretaris. 10.Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan atasan.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pelaksanaan dalam Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura. Sesuai dengan tugas pokok sebagaimana


(1)

organisasi tidak akan mampu berkembang dengan baik jika pemimpinnya tidak mampu menciptakan kepemimpinan yang efektif yaitu kepemimpinan yang mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki, salah satunya adalah SDM yang dalam hal ini adalah pegawai yang ada pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan. Pemimpin harus mampu menjadi orang yang bisa memberikan arahan, dorongan, serta bisa menciptakan optimisme kepada para bawahannya untuk bersama-sama memenuhi tujuan organisasi secara maksimal, karena untuk bisa mencapai suatu tujuan organisasi secara maksimal maka dibutuhkan kerjasama dari semua pihak dalam organisasi.

Keberhasilan suatu organisasi sangat mungkin disebabkan oleh adanya kontribusi kepemimpinan yang efektif dalam mengelola agar bawahan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dalam hal ini pimpinan harus mampu mempengaruhi bawahannya agar dapat melakukan tugasnya secara efektif dengan hasil yang baik tanpa ada unsur tekanan dan paksaan.


(2)

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian lapangan yang penulis lakukan selama ini serta memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam penulisan hasil penelitian ini.

IV.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Pertanian Humbang Hasundutan adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Kepala Dinas Pertanian Humbang Hasundutan saat ini sudah terlaksana dengan baik. Artinya hal-hal yang berhubungan dengan antara atasan dengan bawahan, baik dari segi komunikasi, motivasi, penentuan kerja dan pemberian tanggung jawab, penilaian kinerja dan pengawasan yang dilakukan sudah terlaksana dengan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan para informan.

2. Peranan Kepala Dinas Pertanian sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dan efektivitas kerja pegawai pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan. Ini terbukti dengan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian itu sendiri maupun para pegawai itu sendiri. Kepala Dinas Pertanian merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap segala pekerjaan dan keputusan yang diambil. Berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan di


(3)

Dinas Pertanian Humbang Hasundutan bergantung kepada kinerja para pegawai dan keefektivitan kerja pegawai yang tidak jauh dari pengaruh seorang kepemimpinanKepala Dinas Pertanian.

IV.2. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu dan manfaat penelitian ini, khususnya bagi Dinas Pertanian Humbang Hasundutan sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Kepala Dinas Pertanian saat ini sudah sangat baik dan sebaiknya agar tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi.

2. Kinerja pegawai dan tingkat efektivitas kerja pegawai sejauh ini juga cukup baik dan memuaskan dan agar dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi

3. Lebih meningkatkan fasilitas ataupun sarana dan prasarana agar dapat mendukung peningkatan kinerja para pegawai sehingga hasil kerja para pegawai akan lebih efektif dan efisien

4. Meningkatkan kualitas dan sumber daya aparatur yang profesional melalui pendidikan ataupun pelatihan untuk ditempatkan sesuai dengan kompetensinya sehingga mendukung terciptanya program kerja dan rencana kegiatan yang jelas. 5. Perlunya memperhatikan aspek kuantitas kerja dalam membangun efektivitas kerja pegawai pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan, dimana fasilitas-fasilitas pendukung yang kurang memadai, baik itu pengadaan peralatan kantor dan biaya patut dibenahi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Sulistiyani, Teguh, Ambar. 2011. Memahami Good Governance: Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, Gava Media: Yogyakarta

Beetham, David. 1990. Birokrasi, PT Bumi Aksara: Jakarta

Putra Fadillah & Arif Saiful. 2001. Kapitalisme Birokrasi, LKiS: Yogyakarta

Keating, J, Charles. 1988. Kepemimpinan : Teori dan Pengembangannya, Kanisius: Yogyakarta

S.H, Sunindhia, Y.W & Widiyanti, Ninik, Dra. 1993 : Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern, PT Rineka Cipta: Jakarta

Thoha, Miftah. 1995. Kepemimpinan dalam Manajemen, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan, Graha Ilmu: Yogyakarta

Hakim, Rusman. 2001. Cermin Kepemimpinan, PT Elex Media Komputindo: Jakarta

Benveniste, Guy. 1994. Birokrasi, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Thoha, Miftah. 1995. Kepemimpinan dalam Manajemen, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Nawawi, Hadari & Hadari, Martini, M. 2004. Kepemimpinan yang Efektif, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta


(5)

Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan, LP3ES: Jakarta

Mustopadidjaja, AR & Bintoro, Tjokroamodjojo. 1999 Administrasi Negara, Demokrasi dan Masyarakat Madani. LAN. Jakarta.

M., M, Tahir. 1997 Suatu Analisis tentang Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja Pegawai pada Kantor Kopertis Wilayah IX,Tesis S2 Unhas. Ujung Pandang.

Nawawi, Hadari. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gadjah Mada University Press:

Yogyakarta

Osborne, David, Ted, Gaebler. 1992. Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik. PT. Pustaka Binaman Pressindo: Jakarta.

Siagian, Sondang P. 1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Sigit, Suhardi. 2003. Perilaku Organisasional. BPFE UST: Yogyakarta.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sutarto. 1991. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Thoha, Miftah. 1993. Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara). jilid II, Rajawali Press: Jakarta

Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial (Edisi Kedua). Jakarta: Bumi Aksara


(6)

Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Zuriah, Nurul. 2006. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.