Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Defenisi Konsep

Berkaitan dengan hal ini bahwa tugas aparatur sebagai pelayan harus lebih diutamakan terutama yang berkaitan dengan mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan masyarakat, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan publik. Berdasarkan latar belakang diatas,maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “PERANAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA BIROKRASI Studi Pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis menentukan perumusan masalah sebagai berikut. “Bagaimana Kinerja Kepemimpinan Birokrasi Pemerintah Pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan?”

I.3. Tujuan Penelitian

Sejauh mana penelitian yang telah dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Semua riset khusus dalam ilmu pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan sendiri. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kinerja kepemimpinan birokrasi pemerintahan pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan. 2. Untuk mengetahui peranan pemimpin terhadap kinerja birokrasi pada Dinas Pertanian Humbang Hasundutan. Universitas Sumatera Utara

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah 1. Secara ilmiah, untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan teori-teori dalam ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan Peranan Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja Birokrasi 2. Secara akademis. Peneliti ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Depertemen Ilmu Administrasi Negara. 3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi kinerja instansi Pemerintah khususnya Dinas Pertanian Humbang Hasundutan dalam menyempurnakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada masa yang akan datang. I.5. Kerangka Teori I.5.1. Kepemimpinan

I.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Dalam arti luas kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok Thoha, Miftah, 1995 : 9. Dalam konteks ini kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Melainkan kepemimpinan bisa terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu. Universitas Sumatera Utara Kepemimpinan adalah suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama Keating J. Charles, 1986:6 Kepemimpinan ini menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan dengan cara mempengaruhi kelompok, pematangan kelompok dan factor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling mudah diobservasi, tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk dipahami Richard L. Daft, 1999. Dimana dalam suatu masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri memang sangat kompoleks. Akan tetapi, perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak kemajuan sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan objektif. Dari pendapat diatas, dapat dipahami bahwa kepemimpinan adalah proses dan kemampuan mempengaruhi orang-orang untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkannya dalam mencapai suatu tujuan yang akan dicapai. Kepemimpinan dapat timbul apabila terdapat faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor-faktor tersebut meliputi orang-orang bekerja dari sebuah posisi organisatoris, dan timbul dalam suatu situasi yang spesifik.

I.5.1.2. Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok organisasinya. Universitas Sumatera Utara Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok organisasinya, akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuaka peluang bagi para pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinannya sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya. Oleh karena itu fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dengan interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok organisasi. Fungsi kepemimpinan ini memiliki dua dimensi sebagai berikut: 1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan direction dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya. 2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan support atau keterlibatan orang- orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksaaan pemimpin. Berdasarkan kedua dimensi itu, fungsi kepemimpinan terbagi lima antara lain:

1. Fungsi Instruktif.

Fungsi ini berlangsung ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerhatikan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa isi perintah, bagaimana cara mengerjakan perintah, bilamana waktu memulai, melaksanakan, melaporkan hasilnya, dan dimana tempat mengerjakan perintah agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Fungsi orang yang dipimpin anggota kelompokorganisasi hanyalah melaksanakan perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin. Universitas Sumatera Utara Fungsi itu berarti juga keputusan yang ditetapkan pimpinan tidak aka nada artinya tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannya menjadi instruktif perintah. Selanjutnya perintah tidak aka nada artinya, jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu sejalan dengan pengertian kepemimpinan, intinya adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkannya. Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melaksanakan perintah. Untuk itu perintah harus jelas, baik mengenai apa yang harus dikerjakan isi perintah maupun dari segi bahasa sesuai dengan tingkat kemampuan orang menerima dan harus melaksanakannya. Dalam kondisi tingkat kemampuan pelaksana dinilai rendah, maka harus jelas pula dalam menyampaikan cara melaksanakannya, waktu pelaksanaannya dan di mana tempat melaksanakan perintah tersebut. Perintah yang jelas dari segi kepemimpinan berarti juga sebagai perwujutan proses bimbingan dan pengarahan, yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan kelompok organisasi. Apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaanya, sebelum mencari sebab-sebabnya pada orang yang melaksanakan perintah, sebaiknya diteliti lebih dahulu dari sudut pemberian perintah tersebut. Kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaannya, sebelum mencari sebab-sebabnya pada orang yang melaksanakan perintah, sebaliknya diteliti lebih dahulu dari sudut pemberian perintah tersebut. Kekeliruan atau kesalahan itu mungkin saja terjadi karena ketidakjelasan dalam menyampaikan apa, bagaimana, bilamana dan dimana perintah harus dilaksanakan.

2. Fungsi Konsultatif.

Fungsi ini berlansung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, Universitas Sumatera Utara pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan. Konsultasi itu dapat dilakukannya secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan. Di samping itu mungkin pula konsultasi itu dilakukannya untuk mendengarkan pendapat dan saran, apabila suatu keputusan yang direncanakannya ditetapkan. Selanjutnya konsultasi dapat pula dapat dilakukan secara meluas melalui pertemuan dengan sebagian besar atau semua anggota kelompok organisasinya. Konsultasi seperti itu dilakukan apabila keputusan yang akan ditetapkan sifatnya sangat prinsipil penting, baik bagi kelompok organisasi maupun sebagian besar seluruh anggotanya. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik feed back, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Konsultasi dapat dilakukan secara terbatas atau diperluas, sebagaimana telah diutarakan diatas. Konsultasi dapat dialkukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Konsultasi dapat dilakukan secara perseorangan atau kelompok dengan jumlah anggota yang terbatas. Konsultasi dapat berupa memberi kesempatan menyampaikan saran dan pendapat sebelum atau sesudah keputusan ditetapkan. Konsultasi sebelum keputusan ditetapkan dapat terjadi apabila pemimpin bersikap terbuka, sehingga meskipun anggota hanya mendengar suatu issu atau sekedar menduga akan ditetapkan suatu keputusan, selalu dibenarkan untuk membicarakan dengan pemimpin. Konsultasi sesudah keputusan ditetapkan dapat dilakukan untuk memberikan kesempatan bertanya, jika setelah diturunkan berupa perintah ternyata tidak jelas. Di samping itu seperti dikatakan diatas dapat pula digunakan untuk Universitas Sumatera Utara menyampaikan pendapat dan saran, dalam rangka perbaikan atau penyempurnaan keputusan atau pelaksanaannya. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapakan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan kepemimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu pemimpin harus menyakinkan dirinya bahwa dari siapa pun juga selalu mungin diperoleh gagasan, aspirasi, saran dan pendapat yang konstruktif bagi pengembangan kepemimpinannya.

3. Fungsi Partisipasi.

Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dan sesama orang yang dipimpin. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas pokok, sesuai dengan posisi jabatan masing-masing. partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dialkukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Fungsi partisipasi hanya mungkin terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah. Yang bagi pemimpin akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan. Sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting, baik Universitas Sumatera Utara yang dilakukan melalui rapat-rapat maupun saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada. Musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi dalam berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi. Dari sisi lain fungsi partisipasi berarti juga ketersediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat orang yang dipimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggung jawab melaksanakannya. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4. Fungsi Delegasi.

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisijabatannya, apabila diberi mendapat pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab. Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan kelompokorganisasinya tidak mungkin diwujudkannya sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak dan bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu sebagian wewenangnya perlu dideleagsikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan itu musyawarah dan konsultasi ikut berperanan, terutama untuk memberikan kesempatan bagi para penerima delegasi, agar selalu berorientasi pada kebijaksanaan umum dari pimpinan. Disamping itu musyawarah dan kpnsultasi penting artinya bagi penerima delegasi, apabila harus membuat keputusan yang bersifat prinsipiil. Keputusan-keputusan seperti itu sebvelum ditetapkan tidak boleh tidak harus dikonsultasikan, guna memperoleh petunjuk dan pengarahan pimpinan. Setelah proses seperti itu dilakukan, penetapannya sebagai keputusan sebaiknya tetap dipercayakan pada penerima delegasi. Kondisi seperti itu akan semakin mengkokohkan dan memantapkan kebersamaan dalam mewujudkan eksistensi kelompok organisasi, karna penerima delegasi merasa telah mendapat kepercayaan dan tanggung jawab yang besar dan penting. Bersamaan dengan itu tumbuh dan berkembanglah dedikasi dan loyalitas secara wajar, tidak saja pada kelompokorganisasi tetapi juga pada pimpinan. Uraian-uraian tersebut di atas pada dasarnya menunjukakn bahwa pendelegasian harus diberikan pada orang-orang kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi iu harus diyakini merupakan pembantu pimpinan yang kesamaan prinsip dan aspirasi. Penerima delegasi yang tidak sama prinsip dan aspirasinya mungkin saja untuk menyalahgunakan wewenangnya dan akan lebih buruk lagi jika sekedar dipergunakan untuk mempersulit dan menghancurkan reputasi pemimpinnya. Dari sisi lain kenyataan menunjukkan juga bahwa ada organisasi yang pemimpinnya ditunjuk atau diangkat atas dasar musyawarah anggota. Dalam keadaan itu pemimpin justru merupakan penerima pelimpahan wewenang dari seluruh anggota untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif. Dalam organisasi seperti itu bila mana pemimpin akan melimpahkan sebagian wewenang delegasi, perlu dipertimbangkan aspirasi dari anggotanya. Aspirasi itu tidak saja berkenaan dengan tugas-tugas yang akan didelegasikan, Universitas Sumatera Utara tetapi juga mengenai orangnya yang seharusnyalah dipilih orang yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan anggotanya.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi ini cenderung bersifat komunikasi satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi dua arah. Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif, namun tidak mustahil untuk dilakukan dengan mengikutsertakan anggota kelompok organisasinya. Bimbingan dan pengarahan yang dilakukan selama kegiatan kelompokorganisasi berlangsung pada dasarnya bersifat pengawasan preventif. Dengan melakukan kegiatan tersebut berarti pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan setiap unit atau perseorangan dalam melaksanakan volume dan beban kerjanya atau perintah dari pimpinannya. Kegiatannya dilakukan dengan cara meluruskan setiap penyimpangan, agar secara terus-menerus terarah pada tujuan. Pengendalian dilakukan dengan cara mencegah anggota berpikir dan berbuat sesuatu yang cenderung merugikan kepentingan kebersamaan organisasi. Oleh karena itu sifatnya tidak boleh kaku, karena tidak mustahil dari anggota ditemukan sesuatu yang positif dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan. Koordinasi sebagai kegiatan pengendalian dalam kepemimpinan bermaksud mewujudkan pelaksanaan kegiatan yang saling menunjang dan saling isi- mengisi, antar setiap unit atau secara perseorangan. Koordinasi bermaksud mencegah suatu kegiatan dikerjakan oleh banyak Universitas Sumatera Utara unit atau perseorangan secara terpisah, sedang kegiatan lain tidak ada atau terlalu sedikit anggota yang mengerjakannya. Dengan koordinasi diharapakan terwjud kerja sama yang harmonis antar unit atau perseorangan dalam melaksanakan kegiatan yang memerlukan kebersamaan. Fungsi pengendalian harus meluruskan porsi kegiatan masing-masing dan porsi mana yang memerlukan kerja sama. Dengan demikian tidak akan terjadi tumpah tindih pelaksanan kegiatan, yang akan memberikan dampak meningkatnya efisiensi dan efektivitas usaha pencapaian tujuan kelompokorganisasi. Fungsi pengendalian selanjutnya dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan kontrol terhadap pelaksaan volume dan beban kerja atau perintah pimpinan. Pengawasan dapat dilakukan sebagai kegiatan preventif, sebagimana telah dikemukakan diatas. Disamping itu pengawasan dapat juga dilakukan sebagai kegiatan kuratif, yang bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kekeliruan atau kesalahan yang sudah terjadi. Pengawasan kuratif dilakukan setelah kegiatan selesai dilaksanakan, baik berupa pengawasan langsung maupun tidak langsung. Dalam kegiatan administrasi pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin atau petugas yang ditunjuk di lingkungan organisasi sendiri, disebut pengawasan intern. Sedang yang dilakukan oleh petugas pengawasan dari satu badan pengawas tertentu diluar organisasi yang diawasi, disebut pengawasan ekstern. Pengawasan intern sebagai fungsi kepemimpinan disebut juga pengawasan melekat. Dengan kata lain pengawasan dilakukan karena merupakan bagian dari volume kerja seorang pemimpin. Bilamana disebut secara spesifik, pengawasan melekat pada fungsi kepemimpinan, sehingga memungkinkannya melakukan pengendalian terhadap kegiatan anggota kelompok organisasinya. Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak alngsung. Pengawasan langsung dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pemantauan terhadap kegiatan anggota yang sedang berlangsung, yang dilaksanakan pemimpin sendiri. Pengawasan tidak langsung dilakukan Universitas Sumatera Utara pemimpin dari jarak jauh, melalui laporan-laporan yang disampaikan anggota dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya atau perintah pimpinannya. Laporan dapat disampaikan secara lisan dan tertulis. Laporan lisan bukan pengawasan langsung, karena dilakukan setelah sebagian atau seluruh kegiatan selesai, tanpa mengamati proses sebenarnya waktu kegiatan dilaksanakan. Laporan lisan sebagai kegiatan pengawasan, tidak sekedar dapat diperoleh dari pelaksana, tetapi juga dari orang lain yang dinilai mengetahui secara baik pelaksaan volume dan beban kerja atau perintah atasan. Pengawasan oleh pemimpin tidak boleh dijadikan alat untuk mencari kesalahan yang kemudian akan diiringi dengan pemberian sanksi atau hukuman. Pengawasan yang digunakan untuk keperluan tersebut, akan kehilangan fungsinya sebagai pengendali dalam kegiatan kepemimpinan. Pengawasan yang dilakukan pimpinan sebagai kegiatan pengawasan melekat tidak saja mengendalikan pelaksanaan program kerja, keputusan, dan instruksi pimpinan, tetapi juga terhadap perwujudan tugas-tugas rutin dan kemampuan mentaati etika kelompokorganisasi. Pengawasan sebagai kegiatan pengendalian akan berpengaruh positif bagi perwujudan kepemimpinan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensinya terlihat pada kesediaan dan kesungguhan anggota dalam memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang ditemui.

I.5.1.3. Teori Kepemimpinan

Secara garis besar teori kepemimpinan dibagi tiga aliran

1. Teori sifat Thrait Theory

Teori sifat thrait theory berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 83. Namun pandangan teori ini sifat ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat Universitas Sumatera Utara kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicari lewat suatu pendidikan dan pengalaman Para penganut teori sifat telah berusaha menggeneralisasi sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin seperti fisik, mental, dan kepribadian. Dengan asumsi pemikiran, bahwa keberhasilan seseorang sebagai pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat atau karakteristik tertentu yang dimiliki atau melekat dalam diri pemimpin tersebut, baik berhubungan dengan fisik, mental, psikologis, personalitas dan intelektualitas. Beberapa sifat yang dimiliki oleh pemimpin yang sukses antara lain : Taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani, intelek, disiplin, manusiawai, bijaksana, percaya diri, berjiwa matang, berjiwa adil, berkemauan keras, berinovasi, berwawasan luas, komunikatif, daya nalar tajam, daya tanggap tajam, dan sifat positif lainnya.

2. Teori Perilaku

Teori perilaku behavior theory dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin dengan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan mempersepsi apakah menerima atau menolak pengaruh dari pemimpinnya Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 84. Pendekatan perilaku menghasilkan dua orientasi perilaku pemimpin, yaitu perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas task orientation atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku pemimpin yang berorientasi pada orang people orientation atau yang mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi. Perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas menampilkan gaya kepemimpinan otokratik, sedangkan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia menampilkan gaya demokratis atau partisipatif. Gaya kepemimpinan demokratik mendorong anggota untuk menentukan kebijakan mereka sendiri, memberi pandangan tentang langkah dan hasil yang diperoleh, memberi Universitas Sumatera Utara kebebasan untuk memulai tugas, mengembangkan inisiatif, memelihara komunikasi dan interaksi yang luas, menerapkan hubungan suportif dan lain-lain. Sebaliknya gaya kepemimpinan otokratik mempunyai cirri antara lain : menentukan kebijakan untuk anggota, member tugas secara instruktif, menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan anggota, mengendalikan secara ketat pelaksanaan tugas, interaksi dengan anggota terbatas, tidak mengembangkan inisiatif anggota, dan lain-lain.

3. Teori Situasional Kontingensi

Teori situasional dan kontingensi mencoba mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan kebutuhan organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Teori situasional kontingensi ini terdiri antara lain : Teori Path Goal, Teori Situasional dari Hersey dan Blanchard, dan teori kontijensi dari Fiedler. Teori Path Goal yang dikembangkan oleh Evans 1970, House 1971, Fulk Wendler 1982, berusaha menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja para bawahan. Teori ini berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Menurut model ini, pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk mealaksanakan, dan kepuasan pengikutnya Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 84. Teori Path Goal telah mengarah pada pengembangan dari dua dalil penting : Pertama, tingkah laku pemimpin efektif sejauh mana bawahan mempersepsikan perilaku tersebut sebagai suatu sumber kepuasan langsung atau sebagai sarana bagi kepuasan dimasa mendatang. Kedua, tingkah laku pemimpin bersifat motivasioanal sejauh mana memberikan kepuasan dari kebutuhan bawaha yang kontigen pada prestasi efektif dan melengkapi lingkungan pegawai dengan memberikan bimbingan, kejelasan arahan, dan penghargaan yang dibutuhkan untuk prestasi efektif. Universitas Sumatera Utara Menurut teori ini ada empat perilaku pemimpin yang berlangsung dalam setiap organisasi, yaitu: 1. Supportive leadership kepemimpinan yang mendukung : member perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka. 2. Directive leadership kepemimpinan yang instruktif : memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, member pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasi pekerjaan mereka. 3. Partisipative leadership kepemimpinan partisipatif : berkonsultasi dengan para pegawai dan memperhitungkan opini dan sarana mereka. 4. Achievement oriented leadership kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan : menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para pegawai akan mencapai standar yang tinggi. Sementara, teori situasional dari Hersey dan Blanchard dalam Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2001 : 84. menjelaskan bahwa, gaya kepemimpinan yang saling efektif itu berbeda- beda sesuai dengan “kematangan” pegawai. Hersey dan Blanchard mendefenisikan kematangan atau kedewasaan bukan dalam arti usia atau stabilitas emosional, melainkan keinginan untuk berprestasi, kesediaan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Tujuan dan pengetahuan pengikut merupakan variabel-variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang efektif. Hersey dan Blanchard yakin bahwa hubungan antara seorang manajer dan bawahan bergerak melalui empat tahap semacam daur hidup sejalan dengan perkembangan dan kematangan pegawai, dan para pemimpin perlu mengubah gaya kepemimpinannya untuk Universitas Sumatera Utara disesuaikan dengan perkembangan disetiap tahap. Berikut ini diilustrasikan bagaimana daur hidup empat tahap tersebut diterapkan dalam kepemimpinan seseorang. Dalam fase awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi-gaya manajer yang sangat berorientasi pada tugas adalah yang paling tepat. pegawai harus diberi instruksi mengenai tugasnya dan dibuat terbiasa dengan peraturan dan prosedur organisasi. Pada tahap ini, seorang pemimpin yang tidak mengarahkan non directive menyebabkan kecemasan dan kebingungan di kalangan pegawai baru. Pendekatan hubungan pegawai yang partisipatif juga tidak tepat pada tahap ini, demikian menurut Hersey dan Blanchard, karena pegawai belum dapat dianggap sebagai rekan. Jika pegwai mulai mempelajari tugasnya, manajemen yang berorientasi pada tugas tetap penting, karena mereka belum mau atau mampu menerima tanggung jawab sepenuhnya. Akan tetapi kepercayaan dan dukungan pemimpin terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya ia dengan pegawai dan ingin mendorong usaha lebih lanjut di pihak mereka. Dengan demikian, pemimpin bisa memulai perilaku yang berorientasi pada pegawai dalam fase kedua. Pada fase ke tiga, kemampuan dan motivasi prestasi pegawai meningkat dan mereka secara aktif mulai mencari tanggung jawab yang lebih besar. Pemimpin tidak perlu lagi bersikap mengarahkan karena pengarahan yang terlalu ketat mungkin membuat tersinggung. Akan tetapi, pemimpin akan terus mendukung dan memperhatikan agar dapat memperkuat kebulatan tekat pegawai untuk memikul tanggungjawab yang lebih besar. Jika lama kelamaan pegawai lebih percaya diri, mampu mengarahkan diri, dan berpengalaman, pemimpin dapat mengurangi porsi dukungan dan dorongan. Dalam fase keempat ini pegawai sudah tidak memerlukan atau mengharapkan lagi suatu hubungan yang bersifat mengarahkan dengan pemimpinnya. Mereka sudah mampu berdikari. Universitas Sumatera Utara Kemudian, teori kontingensi dikemukakan oleh Fiedler dengan asumsi dasarnya adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya manajemen yang telah membuat dia berhasil. Fiedler juga memberi tekanan pada efektivitas dari suatu kelompok. Menurutnya efektivitas suatu organisasi tergantung pada dua variabel yang saling berinteraksi, yaitu 1 system motivasi dari pemimpin, dan 2 tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi. Berdasarkan teori ini, situasi kepemimpinan digolongkan pada tiga dimensi 1 hubungan pemimpin-pegawai, yaitu bahwa pemimpin akan lebih mempunyai lebih banyak kekuasaan dan peranan, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan pegawai-pegawainya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya : 2 struktur tugas, yaitu bahwa penugasan yang terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berperan daripada kalau penugasan itu kabur, tidak jelas, dan tidak terstruktur, dan 3 posisi kekuasaan, pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia member ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat, daripada kalau ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.

I.5.1.4. Gaya Kepemimpinan

Seorang pemimpin lebih memilih bentuk atau gaya kepemimpinan untuk maksud penggunaannya agar menghasilkan efektivitas sebagai pemimpin. Pilihan yang benar suatu gaya kepemimpinan yang menghubungkan secara tepat dengan motivasi eksternal dapat membimbing kepada pencapaian secara sekaligus, baik tujuan individu maupun organisasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik-teknik motivasi yang tidak tepat, maka tujuan organisasi dapat terganggu serta pegawai dapat merasakan frustasi, kebencian, kegelisahan, dan ketidakpuasan. Universitas Sumatera Utara Tingkat gaya kepemimpinan dari otokrasi sampai pada demokrasi dan kebebasan berusaha, kesemuanya itu memberikan keadaan yang menguntungkan dan merugikan. Pada umumnya pemimpin menggunakan semua corak ini pada suatu waktu tertentu, tergantung situasi yang dihadapi. Paling tidak ada tiga gaya kepemimpinan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan yang Otokrasi

Dalam hal gaya otokratis, pengambilan keputusan dipusatkan pada tangan seorang pemimpin. Pemimpin bebas untuk menempatkan kebijakan dan menyusun, mendefenisikan atau memodifikasi tugas-tugas sesuai dengan keinginannya. Pemimpin yang otokrasi dipenuhi perintah-perintah yang ditujukan kepada para pegawainya. Seorang pemimpin yang otokratis memerlukan penyesuaian para pegawai, dan mempertimbangkan berbagai keputusan agar menjadi yang paling unggul terhadap pegawainya. Suatu manfaat dari gaya otokratis ini adalah dalam hal pengambilan keputusan yang terpusat pada pemimpin, sehingga dapat memgambil keputusan yang cepat. Akan tetapi bagi pegawai tidak begitu menimbulkan keberuntungan, karena biasanya keputusan yang diambil kurang mempertimbangkan kondisi sesungguhnya. Hal ini dapat berakibat ketidakpuasan, ketergantungan pada pemimpin, maupun kapasitas terhadap tujuan organisasi. Berikut ciri- ciri gaya otokratis. a. Semua penentuan kebijakan oleh pemimpin b. Cara-cara serta kegiatan melangkah didikte oleh penguasa, yang pada suatu waktu menjadikan langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti pada suatu tingkatan yang lebih besar. c. Pimpinan biasanya mendikte khusus dan rekaman pekerjaan masing-masing anggota Universitas Sumatera Utara d. Pimpinan cenderung memuji pribadinya, demikian pula dalam pengecaman pekerjaan tiap anggota, tetap menyendiri dari aktivitas partisipatif kelompok, kecuali kalau melakukan unjuk perasaan Hicks,1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 98.

2. Gaya Demokrat Partisipatif

Gaya ini merupakan gaya yang popular selama era manajemen neo-klasik. Pendekatannya mengusahakan agar dapat terwujud kerjasama para pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dalam mengizinkan mereka untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan. Terdapat keyakinan bahwa para pekerja akan menunjang suatu keputusan yang menyangkut mereka dalam pencapaian tujuan dan mereka akan meningkatakan produktivitasnya secara konsekuen. Teori ini tidak membebaskan pimpinan dalam hal tanggung jawab. Pengambilan keputusan atau kekuasaan untuk mengatasi para pegawai. Tetapi teori ini mengharuskannya untuk mengakui kecakapan para bawahan dalam mengajukan usul-usul dan ketegasan yang didasarkan pada latihan dan pengalaman mereka. Pengikutsertaan dalam pengambilan dapat membimbing pada perbaikan hubungan pimpinan – para pekerja, mental dan moral yang tinggi dan kepuasan kerja serta mengurangi ketergantungan pada pemimpin. Meskipun demikian kadang-kadang pendekatan ini menjadikan kurang berhubungan dengan produktivitas dan lemahnya keputusan sehubungan dengan maksud untuk menyenangkan setiap orang, dan pendekatan ini dapat memakan waktu yang relative lama. Adapun ciri-ciri antara lain: a. Semua kebijaksanaan, masalah kelompok dan keputusan dimusyawarahkan, diberi semangat dan dibantu oleh pimpinan. b. Perspektif keaktifan diperoleh sepanjang musyawarah. Langkah-langkah umum pada tujuan kelompok yang terencana, dan dimana advis cara-cara diperlukan, pimpinan Universitas Sumatera Utara menyumbang dua alternative atau lebih yang tersusun dari pemilihan yang dilangsungkan. c. Para anggota bebas untuk bekerja dengan siapa pun yang mereka pilih, dan pembagian tugas diletakkan pada kelompok. d. Pimpinan dalam setiap pemujian dan pengecaman adalah objektif menggunakan fakta-fakta, dan mengusahakan agar anggota kelompok menjadi teratur, bersemangat tanpa mengerjakan pekerjaan terlalu banyak, Hicks,1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 99.

3. Gaya Kebebasan Usaha

Gaya kebebasan usaha merupakan gaya kepemimpinan yang memposisikan anak buah mempunyai kekuasaan penuh liberalistis tidak tergantung pada pemimpin untuk memberikan motivasi eksternal seperti yang berlaku pada gaya otokratis dan demokrasi partisipatif. Para pegawai mendorong diri mereka sendiri yang didasarkan pada kepentingan mereka, kehendak dan hasratnya. Mereka diberikan suatu tujuan dan pada umumnya terletak pada usaha pencapaian oleh mereka sendiri, dengan menggunakan kecakapannya mereka. Prinsip pemimpin terutama menganggap peranan sebagai suatu anggota kelompok. Pendekatan ini mempunyai manfaat untuk menambah kebebasan para pegawai dan menyatakan serta memperkuat fungsinya sebagai seorang anggota kelompok. Ketidakmanfaatan bila tidak ditunjang pemimpin yang kuat, maka kelompok tersebut kemungkinan tidak memiliki petunjuk dan pengendalian. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan para pegawai menjadi frustasi dan mengakibatkan kekacauan dalam organisasi. Adapun cirinya adalah sebagai berikut: a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi yang minimum dari pinjaman. Universitas Sumatera Utara b. Beberapa macam bahan yang tersalur oleh pimpinan yang menjadikannya jelas bahwa akan menyalurkan informasi jika diminta. Pimpinan tidak terlibat dalam pembahsan tugas. c. Tidak ada partisipasi penuh dari pimpinan dalam menentukan tugas-tugas dan rencana. d. Jarang berkomentar secara spontan pada kegiatan-kegiatan anggota kalau tidak ditanya, serta tidak ada usaha untuk menyanjung atau menyesuaikan mangatur bagian peristiwa, Hiks, 1995 dalam Teguh, Ambar, 2001 : 100. Ketiga gaya diatas senantiasa dipraktekkan para pemimpin. Para pemimpin memiliki sekian banyak fleksibilitas dalam memilih gaya kepemimpinan yang dianggap paling sesuai untuk digunakan pada situasi khusus. Tannembaum dan Schmidt dalam Teguh, Ambar, 2001 : 100 mengemukakan bahwa pemimpin mempertimbangkan kekuatan di dalam dirinya sendiri, para bawahan, dan situasi. Suatu pendekatan yang demikian bagi pemimpin menegaskan keluwesan dan menghapus kesalahpahaman bahwa dalam hal itu hanya ada satu cara terbaik untuk memimpin. I.5.2. Birokrasi I.5.2.1. Pengertian Birokrasi. Birokrasi adalah sebuah konsekuensi logis dari diterimanya hipotesis bahwa Negara mempunyai misi suci yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya melalui media birokrasi Sulistiyani, Teguh, Ambar, 2011 : 1. Dalam konteks ini Negara harus terlibat langsung dalam memproduksi barang dan jasa public yang diperlukan oleh rakyatnya. Negara secara efektif terlibat dalam kehidupan sosial rakyatnya, bahwa jika perlu Negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu Negara membangun sistim administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya. Universitas Sumatera Utara Birokrasi menurut Weber dalam Beetham, David, 1990 : 59 adalah suatu formasi sosial yang sangat diperlukan dan yang telah berakar di dalam cirri-ciri dunia modern yang paling kentara. Pada saat yang sama, ia membentuk struktur kekuasaan yang sangat hebat dan karenanya membuatnya menjadi sebuah sistim administrasi yang cukup efektif. Kemampuannya menkoordinasi kegiatan maupun aksi-aksi di suatu wilayah yang sangat luas, kelanjutan kegiatan operasionalnya, monopoli atas keahlian dan kontrol dokumen, dan kohesi serta moral sosial internalnya. Menurut Hegel dan Karl Marx, Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general umum. Sementara itu teman seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah: 1. Suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien; 2. Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.

I.5.2.2. Manfaat Birokrasi

1. Mensistematikakan, mempermudah, mempercepat, mendukung, dan mengefisienkan pencapaian tujuan-tujuan pemerintah Universitas Sumatera Utara 2. Memudahkan masyarakat dan pihak yang berkepentingan untuk memperoleh layanan dan perlindungan 3. Menjamin keberlangsungan sistim pemerintah dan politik suatu Negara

I.5.2.3. Karakteristik Birokrasi

Karakteristik birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber, paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu: 1. Organisasi yang disusun secara hirarkis 2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus. 3. Pelayanan publik civil sevants terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian examination. 4. Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi. 5. Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir. 6. Para pejabatpekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka. 7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin. 8. Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan superiors judgments. Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah. Universitas Sumatera Utara I.5.2.4. Keuntungan dan Kelemahan Birokrasi I.5.2.4.1. Keuntungan Birokrasi : 1. Teori birokrasi ini mempunyai kekuatannya yang tersendiri, walaupun teori ini sering dikaitkan dengan berbagai stereotatip negatif, namun teori birokrasi ini juga banyak memberikan sumbangan kepada teori dalam pengurusan sumber manusia. 2. Hierarki dan definisi tanggungjawab adalah merupakan ciri penting birokrasi dalam membantu pengurusan tempat kerja yang tersusun. Lakaran prinsipal terhadap semua tugas haruslah jelas dan harus disusun dalam bentuk hierarki. 3. Ada Aturan, Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi

I.5.2.4.2. Kelemahan Birokrasi :

1. Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal: 1 penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsiona 2 terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki 3 kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi 4 berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi 2. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negative. 3. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. 4. Keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang. 5. Salah satu kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red tape” . Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang sangat berlebihan sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan ataupun proses. Universitas Sumatera Utara

I.6. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun 2006: 33, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep yang dikemukakan penulis adalah: 1. Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. 2. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi 3. Birokrasi adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar Universitas Sumatera Utara

I.7. Sistematika Penulisan