risiko tambahan adalah penggunaan obat imunosupresif untuk mengobati sindrom nefrotik Pais, Avner, 2011.
Sindrom nefrotik adalah keadaan hiperkoagulasi yang disebabkan beberapa faktor yaitu stasis vaskular, peningkatan produksi hepatik
fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya, penurunan kadar faktor antikoagulan serum, peningkatan produksi trombosit plasma sebagai
reaktan fase akut, dan peningkatan agregasi platelet. Koagulopati dimanifestasi dengan kejadian tromboemboli Pais, Avner, 2011.
2.4 Sindrom Nefrotik IdiopatikPrimer
Sekitar 90 anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatikprimer. Sindrom nefrotik idiopatik berhubungan dengan penyakit
glomerulus primer tanpa bukt i adanya penyebab penyakit sistemik tertentu. Sindrom nefrotik idiopatik mempunyai beberapa tipe secara
histologis: penyakit kelainan minimal, proliferasi mesangial,
glomerulosklerosis fokal segmental, nefropati membranosa, dan glomerulonefritis membranoproliferatif Pais, Avner, 2011.
2.4.1 Manifestasi Klinis
Sindrom nefrotik idiopatik lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan 2: 1 dan paling sering muncul antara usia 2 dan 6 tahun
lihat Gambar 2.1. Sindrom nefrotik kelainan minimal SNKM terjadi pada 85 hingga 90 pasien dibawah usia 6 tahun. Sebaliknya, hanya
20 hingga 30 dari remaja yang tampil untuk pertama kalinya dengan sindrom nefrotik memiliki SNKM. Penyebab yang lebih umum dari
sindrom nefrotik idiopatik pada kelompok usia yang lebih tua adalah glomerulosklerosis fokal segmental GSFS. Insidensi GSFS dapat
meningkat, mungkin lebih umum pada pasien Afrika-Amerika, Hispanik, dan Asia Pais, Avner, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Anak-anak biasanya tampil dengan edema ringan, yang awalnya terdapat di sekitar mata dan di ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik
awalnya dapat disalah diagnosis sebagai gangguan alergi karena adanya pembengkakan periorbital yang menurun sepanjang hari. Dengan waktu,
edema menjadi generalisasi, dengan adanya perkembangan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri abdomen, dan diare
adalah gejala umum. Fitur penting dari sindrom nefrotik idiopatik kelainan minimal adalah ketiadaan hipertensi dan gross hematuria sebelumnya
disebut fitur nephritik Pais, Avner, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
Diagnosis differensial anak yang ditandai dengan edema mencakup enteropati kehilangan protein, gagal hati, gagal jantung, glomerulonefritis
akut atau kronis, dan malnutrisi protein. Diagnosis selain SNKM harus dipertimbangkan pada anak dibawah usia 1 tahun, riwayat keluarga positif
sindrom nefrotik, adanya temuan ekstrarenal misalnya, artritis, ruam, anemia, hipertensi atau edema paru, insufisiensi ginjal akut atau kronis,
dan gross hematuria Pais, Avner, 2011.
2.4.2 Pemeriksaan Penunjang
Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk menetapkan apakah adanya sindrom nefrotik, karena hipoalbuminemia
dapat terjadi tanpa adanya proteinuria seperti pada enteropati kehilangan protein, dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia
misalnya, pada angioedema, kebocoran kapiler, insufisiensi vena, gagal
jantung kongestif Lane, 2013.
Dalam rangka menetapkan adanya sindrom nefrotik, tes laboratorium harus mengkonfirmasi 1 proteinuria nefrotik, 2
hipoalbuminemia, dan 3 hiperlipidemia Lane, 2013, Nanjundaswamy,
Phadke, 2002. Oleh karena itu, pengujian laboratorium awal harus mencakup sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Protein urin - Dengan ekskresi protein
≥ 40 mgm
2
LPBjam atau 50 mgkgBB24 jam, atau rasio albuminkreatinin pada urin sewaktu 2
mgmg, atau dipstick ≥ 2+
2. Albumin serum - Kurang dari 2,5 gdL
3. Panel lipid - Peningkatan kolesterol total, kolesterol low-density
lipoprotein LDL, peningkatan trigliserida dengan hipoalbuminemia berat, kolesterol high-density lipoprotein HDL normal atau rendah
Setelah menentukan adanya sindrom nefrotik, tugas selanjutnya adalah untuk menentukan apakah sindrom nefrotik primer idiopatik atau
sekunder terhadap gangguan sistemik dan, jika sindrom nefrotik idiopatik SNI telah ditentukan, apakah ada tanda-tanda penyakit ginjal kronis ,
insufisiensi ginjal, atau tanda-tanda yang dapat mengecualikan
kemungkinan sindrom nefrotik kelainan minimal SNKM Lane, 2013,
Nanjundaswamy, Phadke, 2002. Oleh karena itu, di samping tes di atas, berikut ini harus dimasukkan dalam hasil pemeriksaan:
1. Jumlah sel darah lengkap Complete Blood Count CBC –
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit, jumlah trombosit meningkat 2.
Panel metabolik - Elektrolit serum rendah, BUN dan kreatinin tinggi, kalsium rendah, fosfor, dan kadar kalsium terionisasi normal
3. Pengujian untuk HIV, hepatitis B dan C - Pertimbangkan pemeriksaan
enzim hati, seperti alanin aminotransferase ALT dan aspartat aminotransferase AST, ketika skrining untuk penyakit hati.
4. Studi komplemen C3, C4 – Kadar rendah
5. Antibodi antinuklear ANA, antibodi anti–double-stranded DNA
pada pasien yang dipilih Pada pasien dengan SNI dapat terjadi kehilangan protein yang
mengikat vitamin D, yang dapat mengakibatkan tingkat vitamin D rendah, dan globulin yang mengikat tiroid, yang dapat mengakibatkan kadar
hormon tiroid yang rendah. Pertimbangan harus diberikan, terutama pada
Universitas Sumatera Utara
anak yang sering kambuh atau sindrom nefrotik resisten steroid, untuk melakukan pengujian untuk 25-OH-vitamin D, 1,25-di OH-vitamin D,
T4 bebas, dan thyroid-stimulating hormone TSH Lane, 2013.
Tes dan prosedur lain pada pasien tertentu mungkin termasuk yang berikut:
1. Studi genetik - Mutasi NPHS1, NPHS2, WT1, dan LAMB2
2. Ultrasonografi ginjal - Ginjal biasanya membesar karena edema
jaringan 3.
Radiografi dada - Radiografi dada diindikasi pada anak dengan gangguan pernapasan. Efusi pleura adalah umum, namun edema paru
jarang terjadi 4.
Uji Mantoux - Harus dilakukan sebelum pengobatan steroid untuk menyingkirkan infeksi TB.
5. Biopsi ginjal - Biopsi ginjal juga harus dilakukan apabila hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, atau laboratorium menunjukkan sindrom nefrotik sekunder atau sindrom nefrotik primer selain SNKM
Umur memainkan peran penting dalam evaluasi diagnostik sindrom nefrotik. Anak-anak yang mengalami sindrom nefrotik dibawah
usia 1 tahun harus dievaluasi untuk sindrom nefrotik kongenital Lane,
2013. Selain tes di atas, bayi harus dilakukan tes berikut: 1.
Infeksi kongenital sifilis, rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus, HIV
2. Biopsi ginjal
3. Tes genetik untuk mutasi NPHS1, NPHS2, WT1, dan LAMB2
sebagaimana dibimbing berdasarkan temuan biopsi dan presentasi klinis
Kadang-kadang, pasien dengan sindrom nefrotik juga
menunjukkan atau membentuk tanda-tanda klinis dari abdomen akut, yang sering karena peritonitis. Diagnosis biasanya dapat dibuat secara klinis dan
Universitas Sumatera Utara
dikonfirmasi dengan pemeriksaan bakteriologis dari aspirasi cairan peritoneal. Organisme yang paling sering dijumpai pada peritonitis adalah
Streptococcus pneumoniae, namun bakteri enterik usus juga dapat menyebabkan peritonitis. Penatalaksanaan adalah secara medis daripada
bedah Lane, 2013. 2.4.3 Histopatologi
Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindrom nefrotik yang digunakan sesuai dengan rekomendasi Komisi Internasional 1982.
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan mikroskop electron dan
imunofluoresensi. Pada Tabel 2.2, dipakai istilahterminologi yang sesuai dengan laporan International Study of Kidney Disease in Children
ISKDC 1970 dan Habib dan Kleinknecth 1971 Wirya, 2002,
Bagga, Mantan, 2005,
Mubarak, Kazi, 2013 .
Tabel 2.2 – Klasifikasi Kelainan Glomerulus Pada Sindrom Nefrotik Primer
Kelainan minimal KM Glomerulosklerosis GS
Glomerulosklerosis fokal segmental GSFS Glomerulosklerosis fokal global GSFG
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus GNPMD Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik GNK Glomerulonefritis membranoproliferatif GNMP
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembransubepitelial Glomerulopati membranosa GM
Glomerulonefritis kronik lanjut GNKL
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Diagnosa Differensial