2.4.4 Diagnosa Differensial
Diagnosa differensial dari sindrom nefrotik adalah Leung, Wong, 2010: 1.
Glomerulonefritis poststreptococcal 2.
Sindrom Alport 3.
Henoch-Schönlein purpura 4.
Systemic lupus erythematosus SLE 5.
Diabetes mellitus 6.
Sindrom nefrotik congenital 7.
Sindrom nefrotik kelainan minimal SNKM 8.
Glomeruloskleresis fokal segmental GSFS 9.
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus GNPMD 10.
Glomerulonefritis membranoproliferatif GNMP 11.
Glomerulopati membranosa GM 12.
Keganasan malignancy 13.
Acute tubular necrosis 14.
Acute tubulointerstitial nephritis 15.
Polycystic kidney disease 16.
Proximal renal tubular acidosis 17.
Pyelonephritis 18.
Toksin
2.4.5 Penatalaksanaan
Pada sindrom nefrotik pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan
diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji
Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis isoniazid INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti
tuberkulosis OAT. Perawatan pada sindrom nefrotik relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi
Universitas Sumatera Utara
muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila
edema tidak berat anak boleh sekolah Noer, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002
2.4.5.1 Dietetik
• Diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA recommended
daily allowances yaitu 1,5-2 gkgBBhari dengan kalori yang adekuat.
• Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30
jumlah total kalori keseluruhan, lebih dianjurkan memberikan karbohidrat kompleks daripada gula sederhana.
• Restriksi garam dan cairan tidak diperlukan pada sebagian besar
kasus sindrom nefrotik sensitif steroid. •
Diet rendah garam 1-2 ghari atau 2 mmolkghari plus menghindari makanan ringan yang asin, dianjurkan selama anak
mengalami edema atau hipertensi Noer, 2011, Gipson, et al., 2009, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
2.4.5.2 EdemaSembab
• Sebagian pasien dengan sembab ringan tidak memerlukan diuretik.
• Pasien dengan sembab nyata tanpa deplesi volume intravaskular
diberikan furosemid 1-3 mgkgBBhari 2 kali sehari. Bila tidak ada respons, dosis dinaikkan sampai 4-6 mgkgBBhari bersama
dengan spironolakton antagonis aldosteron 2-3 mgkghari, sebagai potassium-sparing agent diuretik hemat kalium. Bila
dengan terapi tersebut masih gagal, dapat ditambahkan thiazide hidroklorotiazid. Kadang-kadang perlu diberikan furosemid bolus
intravena atau infus.
Universitas Sumatera Utara
• Intake air tidak perlu direstriksi, kecuali pada pasien dengan
sembab hebat. Pada keadaan tersebut, intake cairan dibatasi sesuai dengan insensible loss plus jumlah urin sehari sebelumnya.
• Terapi diuretik kadang-kadang tidak efektif bahkan dapat
membahayakan pasien yang mengalami hipoalbuminemia albumin serum 1,5 gdL plus deplesi volume intravascular. Pemberian
infuse albumin 20 kadang-kadang diperlukan beberapa kali infus dengan furosemid dapat memacu diuresis dan mengurangi
sembab. •
Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema edema refrakter, biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat kadar albumin ≤ 1 gdL, dapat diberikan
infus albumin 20 hingga 25 dengan dosis 1 gkgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstitial, dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intarvena 1-2 mgkgBB. •
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 mlkgBBhari secara pelan-pelan 10 tetesmenit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. •
Bila diperlukan, albumin atau plasma dapat diberikan selang sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan Noer, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
2.4.5.3 Pengobatan Inisial Sindrom Nefrotik
• Prednison dosis penuh full dose 2 mgkghari atau 60
mgm
2
LPBhari maksimal 80 mghari dibagi 3 dosis diberikan setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan prednisone dosis
40 mgm
2
LPBhari 23 dosis penuh, dapat diberikan secara intermitent 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu atau alternating
selang sahari, 1 kali sehari setelah makan pagi, selama 4 minggu.
Universitas Sumatera Utara
• Bila remisi terjadi dalam 4 minggu pertama, maka prednisone
intermittentalternating dosis 40 mgm
2
LPBhari diberikan selama 4 minggu.
• Bila remisi tidak terjadi pada 4 minggu pertama, maka pasien
tersebut didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten steroid Noer, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
2.4.5.4 Pengobatan Sindrom Nefrotik Relaps
• Prednison dosis penuh setiap hari dosis tunggal atau terbagi
sampai remisi maksimal 4 minggu kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittentalternating dosis tunggal pada pagi hari
dosis 40 mgm
2
LPBhari selama 4 minggu. •
Bila sampai pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi, maka pasien didiagnosis sebagai sindrom nefrotik
resisten steroid dan harus diberikan terapi imunosupresif lain Noer, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
2.4.5.5 Pengobatan Sindrom Nefrotik Relaps Sering atau Dependen Steroid
• Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi maksimal 4
minggu kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittentalternating dosis 40 mgm
2
LPBhari diturunkan perlahanbertahap 0,2 mgkgBB sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mgkgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6
hingga 12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. •
Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumatan 0,5 mgkgBB alternating, tetapi 1,0 mgkgBB alternating tanpa efek samping
yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5 mgkgBB dosis tunggal selang sahari, selama 4 hingga 12
bulan, atau langsung diberikan siklofosfamid CPA. Diberikan
Universitas Sumatera Utara
CPA dengan dosis 2-3 mgkgBBhari, dosis tunggal selama 8 hingga 12 minggu Madani, et al., 2010.
• Pada sindrom nefrotik yang tidak responsif dengan pengobatan
steroid atau sitostatik siklofosfamid CPA dianjurkan pemberian siklosporin suatu inhibitor calcineurin dengan dosis 5-6
mgkgBBhari Noer, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
2.4.5.6 Pengobatan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid
• Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien sindrom nefrotik resisten
steroid sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatomi tersebut
mempengaruhi prognosis Noer, 2011, Gipson, et al., 2009. •
Sitostatik oral : siklofosfamid CPA 2-3 mgkgBBhari dosis tunggal selama 3-6 bulan.
• Prednison dosis 40 mgm
2
LPBhari alternating selama pemberian siklofosfamid oral. Kemudian prednison ditapering-off dengan
dosis 1 mgkgBBhari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mgkgBBhari selama 1 bulan lama tapering off 2 bulan.
• Atau, siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mgm
2
LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan, dapat
dilanjutkan tergantung keadaan pasien. •
Prednison alternating dosis 40 mgm
2
LPBhari selama pemberian siklofosfamid puls 6 bulan. Kemudian prednison ditapering-off
dengan dosis 1 mgkgBBhari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mgkgBBhari selama 1 bulan lama tapering off 2 bulan
Noer, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5.7 Pemberian Non Imunosupresif untuk Mengurangi Proteinuria
• Pada pasien sindrom nefrotik yang telah resisten terhadap obat
kortikosteroid, sitostatik, dan siklosporin atau tidak mampu membeli obat ini, dapat diberikan diuretik bila ada edema
dikombinasikan dengan inhibitor ACE angiotensin converting enzyme untuk mengurangi proteinuria.
• Jenis obat ini yang biasa dipakai adalah kaptopril 0,3 mgkgBB, 3
kali sehari, atau enalapril 0,5 mgkgBBhari dibagi 2 dosis. •
Tujuan pemberian inhibitor ACE juga untuk menghambat terjadinya gagal ginjal terminal renoprotektif, dapat
dikombinasikan dengan golongan anti reseptor bloker ARB misalnya losaktan 0,75 mgkgBB dosis tunggal Noer, 2011,
Nanjundaswamy, Phadke, 2002.
2.4.6 Komplikasi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik. Anak-anak yang kambuh telah terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri
karena kehilangan imunoglobulin dan faktor B properdin dari urin, cacat imunitas cell-mediated, terapi imunosupresif, malnutrisi, dan edema atau
ascites bertindak sebagai medium kultur potensial. Peritonitis bakterial spontan adalah infeksi umum, namun sepsis, pneumonia, selulitis, dan
infeksi saluran kemih juga dapat dilihat. Meskipun Streptococcus pneumonia adalah organisme yang paling umum yang menyebabkan
peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli juga dapat ditemui. Keluarga pasien harus diberi konseling untuk mencari bantuan
medis jika anak tampak sakit, mengalami demam, atau mengeluh sakit abdomen terus-menerus. Apabila terjadi kecurigaan yang tinggi untuk
bacterial peritonitis, evaluasi cepat termasuk kultur darah dan cairan peritoneal, dan inisiasi awal terapi antibiotik sangat penting Al Salloum,
et al., 2012, Pais, Avner, 2011,
Bagga, Mantan, 2005
.
Universitas Sumatera Utara
Anak-anak dengan sindrom nefrotik harus menerima vaksin pneumokokus serotype-23 selain vaksin pneumokokus konjugat 7-valent,
diberikan sesuai dengan jadwal imunisasi rutin, idealnya diberikan ketika anak berada dalam fase remisi dan terapi selang sehari. Vaksin virus
hidup tidak boleh diberikan kepada anak-anak yang menerima steroid dosis tinggi harian atau selang sehari
≥ 2 mgkg hari prednison atau yang setara, atau
≥20 mg hari jika anak memiliki berat 10kg. Vaksin dapat diberikan setelah terapi kortikosteroid telah dihentikan selama
sekurangnya 1 bulan. Anak dengan nefrotik nonimmune yang kambuh, jika terkena varicella, harus menerima immunoglobulin varicella-zoster 1
dosis ≤ 96 jam setelah eksposur yang signifikan. Vaksin influenza harus
diberikan secara tahunan Al Salloum, et al., 2012, Pais, Avner, 2011,
Bagga, Mantan, 2005
. Anak-anak dengan sindrom nefrotik juga mengalami peningkatan
risiko kejadian tromboemboli. Insidensi komplikasi ini pada anak-anak adalah 2 hingga 5, yang merupakan risiko yang jauh lebih rendah
dibandingkan orang dewasa dengan sindrom nefrotik. Trombosis baik arteri dan vena dapat dilihat, termasuk trombosis vena ginjal, emboli paru,
trombosis sinus sagital, dan trombosis kateter arteri dan vena. Risiko trombosis terkait dengan peningkatan faktor prothrombotik fibrinogen,
trombositosis, hemokonsentrasi, imobilisasi relatif dan penurunan faktor fibrinolitik kehilangan antitrombin III, protein C dan S urin.
Antikoagulan profilaksis tidak dianjurkan pada anak-anak kecuali sebelumnya pernah ada riwayat tromboemboli. Untuk meminimalkan
risiko komplikasi tromboemboli, penggunaan agresif obat diuretik dan penggunaan kateter
indwelling harus dihindari jika mungkin.
Hiperlipidemia, terutama pada pasien dengan sindrom nefrotik yang rumit, dapat menjadi faktor risiko penyakit jantung; infark miokard merupakan
komplikasi yang jarang pada anak-anak. Telah dikemukakan bahwa obat penghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl koenzim A HMG-CoA reductase
Universitas Sumatera Utara
harus digunakan untuk mengobati hiperlipidemia yang terlihat pada sindrom nefrotik persisten, namun data terkontrol mengenai risiko atau
manfaatnya tidak tersedia Al Salloum, et al., 2012, Pais, Avner, 2011.
2.4.7 Prognosis