Masalah dan Kebijakan Permukiman Perkotaan

2.4 Permukiman Kota

Kota adalah daerah atau lingkungan yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Dapat pula berarti sebagai daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintah, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdikbud, 1990. Permukiman merupakan usaha padat tanah land intensive, dimana sekitar lima puluh persen tanah kota merupakan lahan untuk permukiman. Besarnya pengeluaran masyarakat untuk permukiman pada umumnya berkisar antara lima belas persen sampai dengan dua puluh persen dari penghasilannya Sukanto, 2001: 73. Keinginan memiliki rumah dibatasi oleh tingkat penghasilan serta biaya pembangunan perumahan. Tingkat penghasilan rendah serta biaya pembangunan tinggi mengakibatkan orang tidak dapat membangun rumah yang memenuhi syarat, meski kebutuhan permukiman merupakan kebutuhan primer. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya rumah yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan sebuah rumah Sukanto, 2001: 77.

2.5 Masalah dan Kebijakan Permukiman Perkotaan

Menurut Adisasmita 2010: 139 masalah utama dalam penyediaan sarana hunian, khususnya di permukiman perkotaan adalah : 1. Tingginya kebutuhan tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat memproduksi beserta prasarana dan sarana pendukungnya, sedangkan lahan yang tersedia terbatas. 2. Iklim usaha penyediaan perumahan dan permukiman relatif belum stabil. 3. Belum optimalnya sistem penggalangan dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana hunian. 4. Belum mantapnya sistem penyediaan sarana hunian bagi masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat miskin. 5. Masih rendahnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman seperti air bersih, air limbah, persampahan, drainase dan penanggulangan banjir, jaringan jalan, lalu lintas dan transportasi umum, pasar, sarana sosial, dan jalur hijau. Tujuan pokok pembangunan permukiman adalah meningkatkan tersedianya sarana rumah dan permukiman yang terjangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah, dan meningkatkan sistem permukiman yang teratur, layak huni, berbudaya, ramah lingkungan dan efisien yang mampu mendukung produktivitas dan kreativitas masyarakat, serta meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan. Untuk mencapai tujuan pembangunan permukiman, maka strategi kebijakan yang dilakukan Adisasmita, 2010: 141 : 1. Mengembangkan sistem penyediaan, pembangunan dan perbaikan sarana hunian yang layak, murah dan terjangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah. 2. Meningkatkan kemampuan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana permukiman di kawasan perkotaan dan pedesaan. 3. Meningkatkan kerjasama investasi dan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana permukiman antara pemerintah dan masyarakat. Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat Nomor 648-384 tahun 1992, Pasal 2 1 menyebutkan, Pembangunan suatu kawasan atau lingkungan perumahan dan permukimanoleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman, wajib diselengarakan untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dengan perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah sebesar enam atau lebih berbanding 3 tiga atau lebih berbanding I satu, sesuaidengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1. Konsep pola hunian 1 : 3 : 6 merupakan peraturan wajib dari pemerintah bagi pihak pengembang developer yang akan membangun proyek hunian berskala kota dalam satu lokasi, yaitu membangun fasilitas hunian dengan perbandingan satu rumah mewah, tiga rumah menengah dan enam rumah sederhana RS dan rumah sangat sederhana RSS. Dengan konsep ini maka penghuni kawasan RSRSS juga akan dapat menikmati berbagai fasilitas yang tersedia di kawasan perumahan yang dikembangkan oleh pihak developer.

2.6 Pendapatan Regional