merasakan bagaimana maksud dari pada mantra tersebut. Dengan demikian akan terjadi efek dimana sipemakai mantra akan terlibat penuh secara batin yang
disebabkan mantra tersebut. Dapat dilihat dengan adanya kata-kata kongkrit misalnya anak cucu, jangan ganggu, Sombuhkan, Jago-jago dio, dalam hal ini
bagaimana diketahui bahwa kata-kata kongkrit tersebut mampu memberikan efek seperti pada penjelasan tersebut yang seolah-olah memberikan hubungan batin
pada sipemakai tradisi puako ini.
4.4.1.4 Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau dengan kata lain majas, merupakan salah satu komponen penting yang dalam menganalisis mantra sehingga mempunyai daya pikat bagi
sipengguna mantra dalam tradisi ini. Gaya bahasa dalam mantra puako ini menurut penulis adalah menggunakan gaya bahasa hiperbola.
Hal ini dapat dilihat bagaimana kata-kata mantra ini mengagungkan puako itu sendiri dengan menggunakan bahasa yang menurut penulis melebih-lebihkan
seperti yang terdapat dalam kata-kata dalam mantra Mambang landai da gitu pandai, mambang kuat da gitu hebat, mambang elok nan pelok, yang memiliki
arti puako yang cerdas dan pintar, yang kuat dan hebat serta yang cantik dan tampan.
4.4.2 Analisis Struktur Batin 4.4.2.1 Tema
Tema merupakan gagasan pokok isi yang dikemukakan dalam mantra. Ini semua karena sebuah mantra terkadang tidak saling berhubungan dan kata-kata
Universitas Sumatera Utara
terpisah di bagian lain yang mempunyai makna lain lagi pada kata-kata sebelumnya. Sehingga sulit mencari makna keseluruhannya.
Pokok pikiran pada atau ide pokok begitu kuat pada sebuah mantra. Jika isi mantra tersebut kuat terhadap ketuhanan maka tema mantra tersebut tentang
ketuhanan dan apabila mantra tesebut lebih mengarah pada kemanusiaan maka tema pada tersebut adalah tentang kemanusiaan.
Setelah penulis mengamati, bahwa tema dari mantra puako pada masyarakat etnis melayu di Kabupaten Batubara yaitu: “penjagaan,
penyembuhan, dan juga sebagai pegangaan dalam menghadapi kehidupan”. Hal ini dapat diketahui bagaimana dalam mantra tersebut mengatakan
bahwa Tolong anak cucu jangan ganggu, Sombuhkanlah dio, Jago-jago dio niha yo yang berarti bahwa tolong anak cucu jangan diganggu jaga ia baik-baik serta
sembuhkanlah dia.
4.4.2.2 Nada
Nada adalah sikap penyair terhadap para penikmat karyanya, tidak ada beda dengan mantra nada bertujuan bagaimana agar terjadi sinkronisasi terhadap
mantra tesebut tidak terkecuali mantra pauako. Suasana ketika tradisi ini berlangsung juga dapat berjalan dengan baik ketika mantra ini dilakukan dengan
nada-nada yang telah dibiasakan dalam pelafalan mantra tersebut. Dari pengamatan penulis dilapangan hasil yang penulis dapati adalah
ketika pelafalan mantra tersebut dilakukan secara hening semua peserta tradisi
Universitas Sumatera Utara
diam ketika mantra tersebut dibacakan, sehingga semua peserta tradisi mendapat sako-sako atau wangsit ketika mantra ini disebutkan.
4.4.2.3 Perasaan
Perasaan yaitu dimana sipemakai mantra menciptakan suasana pada mantra. Didalam mantra puako sipemakai tradisi puako ini mengekspresikan
perasaannya agar dapat dihayati. Perasaan disini bisa diketahui dengan isi mantranya yang menginginkan dapat dijaga dan sembuhkan dari keadaan sakit
sehingga diketahui bagaimana perasaan sipemakai mantra atau yang melaksanakan tradisi ini memiliki perasaan pengharapan terhadap puako tersebut.
4.4.2.4 Amanat
Amanat adalah tujuan yang mendorong maksud dan tujuan dari tradisi ini dilaksanakan. Amanat mantra juga disampaikan oleh orang yang melakukan
tradisi ini. Amanat yang terdapat dalam mantra ini berisi bagaimana sipemakai mantra bagaimana mengharapkan agar dapat dijaga anak cucu, dan diberikan
untuk kesembuhan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V Kesimpulan dan saran
Setelah uraian ini penulis menjabarkan baik fungsi maupun makna yang terdapat pada tradisi puako pada masyarakat etnis Melayu di Kabupaten Batubara
adalah sebagai berikut kesimpulannya :
5.1 Kesimpulan
1. Tradisi puako memiliki fungsi dan makna yang luas dan terlepas dalam
kehidupan sehari-hari pada masyarakat etnis Melayu di Kabupaten Batubara
2. Tradisi puako ini tidak hanya sebagai bentuk kepercayaan akan meminta
perlindungan baik menjaga dan menyembuhkan penyakit namun lebih dari sekedar itu sebagai wujud penghormatan warisan leluhur dan orang-orang
pendahulu mereka. 3.
Tradisi puako juga dapat ajang silahturahmi yang mengikat oleh setiap pemilik puako karena dilakukan setahun sekali yang memiliki kepentingan
yang sama. 4.
Masih percayanya akan bala besar yang akan mereka dapatkan sebagai bentuka ganjaran jika tidak dilaksanakannya tradisi puako ini.
5. Tradisi ini juga sudah jarang dilaksanakan secara terbuka karena sudah ada
budaya malu pada tradisi ini.
Universitas Sumatera Utara