Syarat Terjadinya Pewarisan AKIBAT HUKUM DARI PENGANGKAT ANAK DALAM

97 menjadi haknya, baik harta warisan dari ibunya maupun harta warisan dari ayahnya. 141 Adanya hak menuntut bagi para waris untuk menuntut bagian warisannya itu menunjukan bahwa sifat kewarisan yang diatur dalam KUHPerdata adalah Individual Mutlak. Dalam hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, dasar hukumnya tercantum dalam Pasal 1066 KUHPerdata. 142 Sistem kewarisan barat bersifat mutlak mesti dilakukan pembagian secara individual, dan jika ditangguhkan hanya boleh dilakukan dalam tenggang waktu lima tahun berturut-turut.

B. Syarat Terjadinya Pewarisan

Mengenai pengertian pewarisan menurut hukum adat Tionghoa, tidak akan dijumpai suatu ketentuan yang tertulis dengan tegas, sehingga untuk mendapatkan suatu gambaran atau untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pembahasan selanjutnya, maka dihubungkan dengan pengertian menurut Hukum Adat secara umum. Pewarisan adalah suatu perbuatan meneruskan harta kekayaan yang akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan kepada ahli waris. Jadi pewarisan pada ketika pewaris masih hidup berarti penerusan atau penunjukan. Dan pewarisan ketika pewaris sudah matiwafat, berarti pembagian harta warisan. 141 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hal. 29 142 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 14 Universitas Sumatera Utara 98 Hal yang penting dalam masalah warisan ini adalah bahwa pengertian pewarisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur, yang masing-masing merupakan unsur essensial mutlak, yakni: 1. Seseorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan 2. Seorang atau lebih ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu 3. Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris itu. 143 Masing-masing unsur tersebut, pada pelaksanaan proses penerusan serta pengoperan kepada yang berhak menerima harta kekayaan itu, selalu menimbulkan persoalan-persoalan sebagai berikut. Unsur pertama menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai dimana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggal warisan itu berada. Unsur kedua akan menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antara yang meninggal, warisan dan ahli waris. Unsur ketiga akan menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana wujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada. 143 Hilman Hadikusuma, Op.Cit. hal. 23. Universitas Sumatera Utara 99 Seseorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan lazim disebut dengan pewaris. Tanpa adanya pewaris tersebut, sudah pasti tidak akan pernah terjadi pewarisan. Justru pewarisan akan terjadi bilamana unsur yang pertama sudah ada yaitu adanya pewaris. Namun demikian adanya pewaris saja tanpa adanya orang yang berhak dan harta peninggalan dari pewaris tersebut yang lazim disebut dengan ahli waris, juga tidak akan terjadi pewarisan. Hanya saja siapa yang berhak menerima harta warisan tersebut berbeda antara berbagai daerah hukum adat di seluruh wilayah Indonesia. Tegasnya, bahwa sebagai unsur ketiga untuk adanya pewarisan adalah adanya harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris yang akan dilanjutkan pengurusannya atau pemilikannya oleh para ahli waris. Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa unsur warisan adalah: 1. Adanya pewaris 2. Adanya ahli waris 3. Adanya harta warisan Selama pembagian warisan itu berjalan baik, rukun dan damai di antara para ahli waris, maka tidak perlu adanya campur tangan orang luar. Campur tangan dan kesaksian tua-tua adat atau para pemuka masyarakat, hanya diperlukan apabila ternyata jalannya musyawarah untuk mencapai mufakat menjadi seret dan tidak lancar. Universitas Sumatera Utara 100 Pembagian warisan yang berlaku menurut hukum adat pada umumnya, khususnya menurut hukum adat Tionghoa adalah berdasarkan pada musyawarah dan mufakat diantara para ahli waris. Tetapi bila tidak diperoleh pembagian secara musyawarah antara para ahli waris tersebut maka pemuka masyarakat setempat akan turut campur tangan sebagai penengah.

C. Akibat Hukum Pengangkatan Anak Dalam Keluarga