Staatsblad 1917 Nomor 129 Analisis Hukum Terhadap Kedudukan Anak Angkat dalam Hukum Waris Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

100 Pembagian warisan yang berlaku menurut hukum adat pada umumnya, khususnya menurut hukum adat Tionghoa adalah berdasarkan pada musyawarah dan mufakat diantara para ahli waris. Tetapi bila tidak diperoleh pembagian secara musyawarah antara para ahli waris tersebut maka pemuka masyarakat setempat akan turut campur tangan sebagai penengah.

C. Akibat Hukum Pengangkatan Anak Dalam Keluarga

Sebagaimana diketahui bahwa pengangkatan anak adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang berarti dengan dilakukannya perbuatan pengangkatan anak tersebut maka akan timbul berbagai akibat hukum. Akibat hukum yang terpenting dari adopsi, ialah soal-soal yang masuk kekuasaan orang tua ouderlijke macht, hak waris, hak alimentasi pemeliharaan dan juga soal nama”. 144

1. Staatsblad 1917 Nomor 129

Sebagai akibat dari pengangkatan anak menurut ketentuan dalam Stbl 1917 No. 129 bahwa pengangkatan anak bagi golongan WNI keturunan Tionghoa ini mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandung, dan kedudukan anak angkat dipersamakan dengan anak kandung dari orang tua yang mengangkat, sehingga anak angkat berhak mewaris harta kekayaan dari orang tua angkatnya. 145 144 Djaja.S Meliala, Op.Cit, hal. 5. 145 Lilik Mulyadi, Op.Cit.hal. 7. Universitas Sumatera Utara 101 Hal-hal berkaitan dengan akibat hukum pengangkatan anak golongan WNI keturunan Tionghoa yang diatur dalam Stbl 1917 No. 129, antara lain: a Pasal 11 mengatakan: “Pengangkatan anak mempunyai akibat hukum bahwa orang yang diangkat sebagai anak itu memperoleh nama marga dari ayah angkatnya dalam hal marganya berbeda dari marga orang yang diangkat sebagai anak” b Pasal 12 ayat 1 mengatakan: “Dalam hal sepasang suami isteri mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya, maka anak tersebut dianggap sebagai yang lahir dari perkawinan mereka” c Anak angkat memiliki hak waris seperti hak waris anak kandung. d Pasal 14 mengatakan: “Karena pengangkatan anak putuslah hak-hak keperdataan yang berkaitan dengan garis keturunan antara orang tua kandung dan saudara sedarah dan dari garis ke samping dengan orang yang diangkat”. Dalam masyarakat Tionghoa mengangkat anak orang lain menjadi keluarga sendiri menimbulkan akibat hukum yakni hubungan anak dengan orangtua kandungnya terputus dan terciptanya hubungan antara anak dengan orang tua angkat sebagaimana layaknya hubungan antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri. Sebagai simbol terputusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya dan terciptanya hubungan antara orang tua angkat dengan anak angkat sebagaimana layaknya hubungan orang tua dengan anak kandungnya sendiri, ditandai dengan Universitas Sumatera Utara 102 perbuatan kontan berupa pemberian tanda oleh orang tua angkat kepada orang tua kandung si anak. Pemberian sejumlah uang tersebut bukan bertanda uang harga pembelian atau pembayaran atas anak tersebut. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka terhadap anak angkat golongan WNI keturunan Tionghoa berhak untuk mendapatkan harta warisan dari orang tua yang mengangkatnya, dan dalam hal ini berlakulah sistem pewarisan yang diatur dalam KUHPerdata terhadap anak angkat.

2. Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia