Hukum Waris dan Hukum Adat

61

BAB III MOTIVASI MASYARAKAT WARGA KETURUNAN TIONGHOA

A. Hukum Waris dan Hukum Adat

Kedudukan anak angkat dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Pasal 1 ayat 9 UU Nomor. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengemukakan bahwa anak angkat adalah yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atas penetapan Pengadilan. Beberapa ketentuan lain dalam Undang-undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang pengangkatan anak, antara lain yaitu: Pasal 39: 1 Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. 3 Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. 4 Pengangkatan anak oleh warganegara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. 5 Dalam hal asal-usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat. Pasal 40: 61 Universitas Sumatera Utara 62 1 Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. 2 Pemberitahuan asal-usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan. Pasal 41: 1 Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak. 2 Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Umumnya bila sepasang suami isteri melakukan pengangkatan anak karena mereka belum dikaruniai anak dalam perkawinannya, mereka mengharapkan agar supaya anak yang di angkat itu bisa menjadi saluran kasih sayang dan menjadikan semarak dalam kehidupan rumah tangga mereka. Perkembangan kehidupan masyarakat akhir-akhir ini, menunjukkan bahwa tujuan pengangkatan anak tidak hanya sebagaimana tersebut di atas, akan tetapi lebih luas dari pada hal tersebut, khususnya sehubungan dengan mewarisi harta peninggalan. Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini terjadi pada seorang anggota keluarga, misalnya ayah, ibu, atau anak. Apabila orang yang meninggal itu memiliki harta kekayaan, maka yang menjadi pokok persoalan bukanlah peristiwa kematian itu, melainkan harta kekayaan yang ditinggalkan. Universitas Sumatera Utara 63 Asas yang berlaku dalam hukum bahwa apabila seorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya. 100 Abdulkadir Muhammad memberikan rumusan “hukum waris adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang beralihnya harta warisan dari pewaris karena kematian kepada ahli waris atau orang yang ditunjuk”. Unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian hukum waris itu sebagai berikut: 1. Subyek hukum waris yaitu pewaris, ahli waris, dan orang yang ditunjuk berdasarkan wasiat 2. Meninggalnya pewaris 3. Hubungan hukum waris yaitu hak dan kewajiban ahli waris 4. Obyek hukum waris yaitu harta warisan peninggalan almarhum. 101 Terdapat 4 empat penggolongan ahli waris menurut KUHPerdata yaitu: 1. Golongan I: Anak-anak dan keturunannya, termasuk suamiisteri 2. Golongan II: Orang tua ayah dan ibu dan saudara-saudara sekandung danatau anak-anak keturunannya 3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu, dan seterusnya dalam garis lurus ke atas dari pewaris 4. Golongan IV: Sanak keluarga dalam garis ke samping sampai dengan derajat ke 6. Konsekuensi penggolongan tersebut, apabila ada ahli waris golongan I, maka golongan ahli waris yang lain tidak berhak mewaris apabila ahli waris golongan I 100 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 266 101 Ibid, hal. 267 Universitas Sumatera Utara 64 tidak ada, maka ahli waris golongan II yang berhak mewaris, demikian seterusnya sampai dengan golongan IV. Keturunan dari orang yang meninggal dunia merupakan ahli waris yang terpenting, karena pada kenyataannya mereka merupakan ahli waris yang berhak. 102 Hal inilah salah satu motivasi seseorang yang tidak mempunyai keturunan untuk mengangkat anak, yaitu untuk mewarisi atau mengelola harta yang ditinggalkannya. Muderis Zaini mengungkapkan alasan-alasan pengangkatan anak atau adopsi di Indonesia sebagai berikut: 103 1. Karena tidak mempunyai anak 2. Karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya 3. Karena belas kasihan disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orang tua yatim piatu 4. Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah seorang anak perempuan atau sebaliknya 5. Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung 6. Untuk menambah tenaga dalam keluarga 7. Dengan maksud anak yang diangkat mendapatkan pendidikan yang layak 8. Karena unsur kepercayaan 102 J. Satrio, Op.Cit, hal. 24 103 Muderis Zaini, Op.Cit, hal. 15 Universitas Sumatera Utara 65 9. Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak kandung 10. Adanya hubungan keluarga antara anak dengan orang tua angkat 11. Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak 12. Ada juga karena merasa belas kasihan atas nasib si anak yang seperti tidak terurus 13. Untuk mempererat hubungan kekeluargaan 14. Anak dahulu sering penyakitan atau sering meninggal, maka anak yang baru lahir diserahkan kepada keluarga atau orang lain untuk diadopsi, dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. 104 Hukum waris sangat erat hubungan dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya adalah masalah pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. 105 Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia merupakan objek hukum waris, sedangkan ahli waris merupakan subjek hukum waris yakni 104 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, Refika Aditama, Jakarta, 2005, hal. 1 105 Ibid Universitas Sumatera Utara 66 orang-orang yang berhak meneruskan hak-hak dan kewajiban dari pewaris terhadap kekayaan yang ditinggalkan tersebut. KUHPerdata tidak ada pasal tertentu yang memberikan pengertian tentang hukum waris. Pasal 830 KHUPerdata mengemukakan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Dengan demikian pengertian hukum waris Barat seperti dikemukakan KUHPerdata bahwa tanpa adanya orang yang mati dan meninggalkan harta kekayaan maka tidak ada masalah pewarisan. Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian warisan adalah bahwa soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 106 Pitlo,”hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang- orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”. 107 Menurut hukum adat, dikemukakan antara lain oleh Soepomo bahwa hukum waris adalah “memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud 106 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris Indonesia, Sumur, Bandung, 2006, hal. 8 107 Pitlo A dan M. Isa Marif, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Intermasa, Jakarta, Cetakan I, 1989, hal. 1 Universitas Sumatera Utara 67 benda immateriele goederen dari suatu angkatan manusia generasi kepada turunannya”. 108 Ter Haar menyebutkan bahwa “hukum waris adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan proses dari abad ke abad yaitu yang menarik perhatian adalah proses penerusan dan peralihan kekayaan materiil dan immateriil dari keturunan-keturunan”. 109 Iman Sudiyat merumuskan hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerusan atau pengoperan dan peralihanperpindahan harta kekayaan materiil dan immateriil dari generasi ke generasi. 110 Hukum waris adat itu memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur proses penerusan dan peralihan harta kekayaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris kepada hali waris. Siapa yang menjadi ahli waris atau yang berhak memperoleh penerusan harta peninggalan tersebut, maka dapat dilihat dari sistem keturunan yang berlaku dalam suatu daerah tertentu. Dikalangan masyarakat adat terdapat berbagai alasan seseorang atau pasangan suami isteri melakukan pengangkatan anak. Pada daerah-daerah yang mengikut garis keturunan patrilineal pada prinsipnya pengangkatan anak hanya pada anak laki-laki dengan tujuan utama penerus keturunan. Sedangkan pada daerah-daerah yang 108 Soepomo., Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hal. 79 109 Ter Haar Bzn., Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal. 231. 110 Iman Sudiyat., Op.Cit, hal. 151. Universitas Sumatera Utara 68 mengikuti garis keturunan parental antara lain Jawa dan Sulawesi, pengangkatan anak laki-laki atau perempuan, pada umumnya dilakukan pada keponakannya sendiri berdasarkan tujuan : 1. Untuk memperkuat pertalian kekeluargaan dengan orang tua anak yang diangkat. 2. Untuk menolong anak yang diangkat atas dasar belas kasihan. 3. Atas dasar kepercayaan agar dengan mengangkat anak, kedua orang tua angkat akan dikaruniai anak sendiri. 4. Untuk membantu pekerjaan orang tua angkat. 111 Masyarakat adat mengenal berbagai macam sistem keturunan sebagai berikut: 1. Sistem Patrilineal, yaitu sistem yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan wanita dalam pewarisan. 2. Sistem Matrilineal, sistem ketururnan yang ditarik dari garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya daripada kedudukan pria di dalam pewarisan. 3. Sistem Parentalbilateral, yaitu keturunan yang ditarik menurut garis orangtua atau menurut garis kedua sisi bapak dan ibu, dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan dan sebagainya 111 Runtung Sitepu, Pluralisma Hukum Mengenai Pengangkatan Anak Di Indonesia, Qanun, Jurnal Ilmu Hukum, Unsyiah Banda Aceh No. 39, Edisi Agustus 2004, hal. 374. Universitas Sumatera Utara 69 4. Antara sistem keturunan yang satu dan yang lain, karena hubungan perkawinan dapat berlaku bentuk campuran atau berganti-ganti diantara sistem patrilineal dan matrilineal, yang disebut dengan sistem Alternered. 112 Berbagai sistem kekeluargaan tersebut, akan dapat diketahui siapa yang paling dan berhak atas harta peninggalan dari seseorang pewaris. Jadi berbeda dari hukum waris adat sebagaimana diatur dalam KUHPerdata yang menekankan pada adanya kematian seseorang dan adanya kebendaan yang ditinggalkan serta adanya ahli waris sedangkan menurut hukum waris adat sebagaimana berlaku dikalangan berbagai masyarakat Indonesia tidak hanya mengatur bagaimana cara meneruskan dan mengalihkan harta kekayaan baik yang berwujud atau tidak berwujud, baik yang bernilai uang atau tidak dari pewaris ketika ia masih hidup atau sudah mati kepada para waris terutama pada ahli warisnya. Menurut Soepomo, 113 hukum adat Indonesia mempunyai corak sebagai berikut: 1. Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, dan rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum adat. 2. Mempunyai corak religius-magis yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia. 112 Eman Suparman, Op.Cit, hal. 41 113 Soepomo, Op.Cit, hal. 98 Universitas Sumatera Utara 70 3. Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan hidup yang konkrit. 4. Hukum adat mempunyai sifat yang visual artinya perhubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat tanda yang kelihatan. Menurut hukum waris adat, cara bagaimana pewaris itu dipengaruhi oleh struktur kekerabatan masyarakatnya yaitu bilateral atau parental. Di samping adanya perbedaan dalam struktur kemasyarakatan kekerabatan tersebut, berlaku pula sistem pewarisan individual, kolektif dan mayorat. Sistem pewarisan yang berlaku pada umumnya sebagaimana pendapat Hilman Hadikusuma, yang membagi sistem pewarisan itu sebagai berikut: 1. Sistem keturunan 2. Sistem pewarisan individual 3. Sistem pewarisan kolektif 4. Sistem pewarisan mayorat. 5. Sistem pewarisan Islam. 6. Sistem pewarisan Barat 114 1 Sistem Keturunan. Masyarakat Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda-beda mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda. Sistem keturunan ini sudah berlaku sejak dahulu. Sebelumnya masuknya ajaran agama Hindu, Islam dan Kristen. Sistem 114 Hilman Hadikusuma, Op.Cit, hal. 36 Universitas Sumatera Utara 71 keturunan yang berbeda-beda ini tampaknya berpengaruh dalam sistem pewarisan hukum adat. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya sistem keturunan itu di Indonesia dibedakan dalam tiga corak yaitu sistem patrilineal, sistem matrilineal dan sistem parentalbilateral. a. Sistem Patrilineal Patrilineal adalah sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan kebapakan antara lain adalah Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa tenggara, Irian. b. Sistem Matrilineal Matrilineal adalah sistem keturunan yang ditarik dari garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan. Di dunia hanya beberapa suku saja yang menggunakan sistem Matrilineal ini, yakni suku Minangkabau di Sumatera Barat, Indonesia; suku Indian di Apache Barat; suku Navajo, sebagian besar suku Pueblo, suku Crow, di Amerika Serikat; suku Khasi di Meghalaya, India Timur Laut; suku Nakhi di Provinsi Sichuan dan Yunnan, Tiongkok; beberapa suku kecil di kepulauan Asia Pasifik. 115 115 Reza Adhiyatma Tanjuang, Matrilineal, http:kopiapung.blogspot.com201305sistem-kekerabatan- matrilineal-sistem_3176.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013. Universitas Sumatera Utara 72 Adapun ciri-ciri dari sistem Matrilineal yaitu sebagai berikut; i. Keturunan dihitung menurut garis ibu. ii. Suku terbentuk menurut garis ibu iii. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami karena di Minangkabau dilarang kawin sesuku. iv. Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku v. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi dan tinggal di rumah istrinya. vi. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan. 116 c. Sistem ParentalBilateral ParentalBilateral adalah sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi bapak-ibu, dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. Adapun suku yang bergaris keturunan ini adalah Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu. Sistem kekerabatan Parental dibagi menjadi 4 yaitu; 117 i. Ambilineal : yaitu sistem yang menarik garis keturunan keluarga dari pihak ayah ibu secara bergantian. 116 Ibid 117 Sistem Kekerabatan Parental, http:ermamonicaerma.blogspot.com201211sistem- kekerabatan-parental-ips.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara 73 ii. Konsentris : yaitu sistem kekerabatan yang menarik sistem hubungan keluarga. Contoh : Sunda yang mengenal istilah sabondoroyot, yaitu satu keturunan dari nenek moyang yang dihitung 7 generasi. iii. PrimogeniturPrigogenitur : yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis hubungan keluarga dari ayah dan ibu yang usianya tertua saja anak sulung. Contoh : dalam pembagian harta warisan hanya anak laki-laki atau perempuan sulung saja yang mendapatkannya. iv. Ultimugenitur : sistem kekerabatan yang menarik garisketurunan hubungan ayahibu yang usianya muda saja bungsu jadi dalam pembagian warisan hanya anak laki-lakiperempuan bungsu saja. Antara sistem keturunan yang satu dan yang lain dapat terjadi percampuran dikarenakan hubungan pekawinan dapat berlaku bentuk campuran atau berganti- ganti diantara sistem partilineal dan matrilineal. Dengan catatan bahwa di dalam perkembangannya di Indonesia sekarang nampak bertambah besarnya pengaruh dalam kekeluargaan bapak-ibu parental dan bertambah surutnya pengaruh kekuasaan kerabat dalam hal yang menyangkut kebendaan dan kewarisan. 2 Sistem Pewarisan Individual Pewarisan dengan sistem individual atau perseorangan adalah sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing tanpa membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Universitas Sumatera Utara 74 Kebaikan Sistem Pewarisan Individual : a. Tidak ada lagi yang berhasrat memimpin penguasaan atau pemilikan dari harta bersama b. Para ahli waris dapat bebas menguasai dan menjual bagiannya Kelemahan Sistem Pewarisan Individual a. Dengan pecahnya harta warisan dapat merenggangkan tali kekerabatan yang dapat berakibat timbulnya hasrat ingin memiliki kebendaan secara pribadi b. Sistem individual dalam pewarisan dapat menjurus kearah nafsu yang bersifat individual 118 3 Sistem Pewarisan Kolektif Pewarisan dengan sistem pewarisan kolektif adalah pengalihan kepemilikan harta peninggalan dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi- bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan, menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Sedangkan cara pemakaiannya diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta peninggalan di bawah bimbingan kepala kerabat. 119 118 Heru Kuswanto, Hukum Waris, Fakultas Hukum Universitas Narotama, Surabaya, 2011, hal. 27 119 Alutsyah, Pengertian, Azas dan Sistem Pewarisan Menurut Hukum Adat, http:alutsblog.blogspot.com201108pengertian-azas-dan-sistem-pewarisan.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara 75 Kebaikan sistem kolektif, dapat memfungsikan harta kekayaan itu untuk kelangsungan hidup keluarga bersama. Kelemahan sistem kolektif, menumbuhkan cara berpikir yang selalu sempit, kurang memikirkan orang luar. 120 4 Sistem Pewarisan Mayorat Pewarisan dengan sistem mayorat sama dengan sistem pewarisan kolektif hanya saja dalam sistem mayorat penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga dengan menggantikan kedudukan ayah dan ibu yang sebelumnya sebagai kepala keluarga. 121 Anak tertua dalam kedudukannya sebagai penerus tanggung jawab orang tua yang wafat berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudaranya yang lain terutama bertanggung jawab atas harta warisan dan kehidupan adik-adiknya yang masih kecil sampai mereka dapat berumah tangga dan berdiri sendiri dalam suatu wadah kekerabaan mereka yang turun temurun. Seperti halnya dengan sistem kolektif setiap anggota waris dari harta bersama mempunyai hak memakai dan hak nikmati harta bersama itu tanpa hak menguasai atau memilikinya secara perseorangan. 120 Heru Kuswanto, Op.Cit, hal. 28 121 Hilman Hadikusuma, Op.Cit, hal. 38 Universitas Sumatera Utara 76 Sistem Mayorat terdiri dari 2 macam, yaitu: 122 a. Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertuasulung atau keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal dari si pewaris, misalnya, di Lampung; b. Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua merupakan ahli waris tunggal dari pewaris, misalnya pada masyarakat Tanah Semendo di Sumatra Selatan. Kelemahan dan kebaikan sistem pewarisan mayorat terletak pada kepemimpinan anak tertua dalam kedudukannya sebagai pengganti orangtua yang telah wafat dalam mengurus harta kekayaan dan memanfaatkannya guna kepentingan-kepentingan semua anggota keluarga yang ditinggalkan. Anak tertua yang penuh tanggung jawab akan dapat mempertahankan keutuhan keluarga sampai semua waris menjadi dewasa dan dapat berdiri sendiri mengatur rumah tangga sendiri. Tetapi anak tertua yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat mengendalikan diri terhadap kebendaan, maupun yang boros dan lain sebagainya jangankan dapat mengurus harta peninggalan dan saudara-saudaranya malahan sebaliknya ia yang diurus oleh anggota keluarga yang lain. 5 Sistem Pewarisan Islam Dimana sistem pewarisan dari pewaris ke ahli waris dilakukan setelah pewaris wafat dan harta warisan harus netto. Maksud dari netto ini adalah: a. Membiayai perawatan jenazah pewaris. 122 Blog KMN-UGM, Sistem Kewarisan dan Kedudukan Suami, http:kmn- ugm.blogspot.com200809sistem-kewarisan-dan-kedudukan-suami.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara 77 b. Membayar zakatnya, jika pewaris belum mengeluarkan zakat sebelum meninggal dunia. c. Membayar hutang-hutangnya apabila pewaris meninggalkan hutang. d. Membayarkan wasiatnya, jika pewaris mewasiatkan sebelum meninggal dunia. 123 Setelah dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalan milik pewaris sebagai harta pusaka yang dinamai tirkah atau mauruts. Harta tersebut kemudian dibagikan kepada ahli waris berdasarkan ketentuan Hukum Waris Islam. 6 Sistem Pewarisan Barat Sistem pewarisan menurut hukum Barat yang dimaksud disini adalah sebagaimana diatur dalam KUHPerdata yang menganut sistem individual, dimana harta warisan jika pewaris wafat harus diselesaikan selekas mungkin. Sendi hukum waris Barat menurut Wirjono Prodjodikoro adalah Pasal 1066 KUHPerdata yang menyatakan: 1. Dalam hal seorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta benda, seorang itu tidak dipaksa membiarkan harta benda itu tetap dibagi- bagi diantara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya. 2. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut, meskipun ada suatu persetujuan yang bertentangan dengan itu. 123 Rizky Soe, Sistem Kewarisan Islam, http:rizkysoe.blogspot.compsistem-kewarisan- islam.html, diakses pada tanggal 10 Oktober 2013. Universitas Sumatera Utara 78 3. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama waktu tertentu. 4. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku lima tahun tetapi dapat diadakan lagi, kalau tenggang lima tahun itu telah lalu. 124 Menurut sistem hukum waris Barat begitu pewaris wafat harta warisan harus dibagi-bagikan kepada para waris. Setiap waris dapat menuntut agar harta warisan yang belum dibagi segera dibagikan walaupun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu. Kemungkinan untuk menahan atau menangguhkan pembagian harta warisan itu disebabkan ada satu dan lain hal dapat berlaku atas kesepakatan. Keberagaman kedudukan hukum anak angkat dalam Hukum Adat telah menempatkan Yurisprudensi Mahkamah Agung sebagai landasan hukum yang sangat penting bagi pertimbangan-pertimbangan hukum di Pengadilan dalam memutuskan hak waris bagi anak angkat. Tentang hal ini, Soedharyo Salim yang dikutip oleh Orsika Siahaan, mengemukakan beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung mengenai status dan kedudukan hukum anak angkat dalam hal mewaris dari kedua orang tua yang mengangkatnya yaitu : 125 1. Yurisprudensi Mahkamah Agung No.182 KSip.1959 tanggal 15 Juli 1959 menyebutkan : Anak angkat berhak mewarisi harta peninggalan orang tua 124 Wirjono Prodjodikoro., Op. Cit, hal. 14. 125 Orsika Siahaan, Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum dan Hak-Hak Anak Angkat Pada Keluarga Yang Mengangkatnya, Tesis Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universita Indonesia, Depok, 2005, hal. 7. Universitas Sumatera Utara 79 angkatnya yang tidak merupakan harta yang diwarisi oleh orang tua angkat tersebut. 2. Yurisprudensi Mahkamah Agung No.27 KSip.1959 tanggal 18 Maret 1959 menyebutkan : Menurut hukum yang berlaku di Jawa Tengah, anak angkat hanya diperkenankan mewarisi harta gono-gini dari orangtua angkatnya, jadi terhadap barang pusaka barang asal anak angkat tidak berhak mewarisinya. 3. Yurisprudensi Mahkamah Agung No.516 KSip.1968 tanggal 4 Januari 1969, menyebutkan : Menurut hukum adat yang berlaku di Sumatera Timur, anak angkat tidak mempunyai hak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya. Ia hanya dapat memperoleh hadiah hibah dari orang tua angkatnya selagi hidup. Dari contoh-contoh Yurisprudensi tersebut di atas, kedudukan anak angkat dari berbagai daerah mencerminkan bagaimana adat istiadat masyarakat setempat memberikan status hukum kepada anak yang diangkat.

B. Pengangkatan Anak di Indonesia