semakin banyaknya tempat-tempat penampungan air yang berpotensi menjadi tempat perindukan sehingga dapat meningkatkan terjadinya kasus DBD. Tindakan
pelaksanaan 3M Plus yang masih kurang baik ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan rumah
dan lingkungan sekitar tempat tinggal agar dapat mencegah terjadinya penyakit DBD.
5.2.2 Kebiasaan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Berdasarkan tabel hasil dapat dilihat bahwa pada kelompok kontrol hanya sebesar 36,7 responden yang selalu tidak menggantung pakaian di dalam kamar
tidur sebesar 66,7 responden kadang-kadang menutup rapat tempat penampungan air, serta sebesar 53,3 responden tidak pernah menaburkan abate
di tempat yang sulit dikuras, sebesar 23,3 responden tidak pernah memasang kawat kasa.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan, kebiasaan responden mengenai 3M Plus masih kurang baik. Dikarenakan masih banyak yang menganggap hal
tersebut tidak terlalu penting untuk dilakukan , sehingga kebiasaan tersebut dilakukan tidak dalam waktu seminggu sekali. Padahal Pengendalian vektor DBD
yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya dalam bentuk 3M plus yang harus
dilakukan secara serempak dan terus menerusDepkes, 2014
5.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan Pemukiman Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue DBD
Pengukuran sanitasi lingkungan Pemukiman dengan kejadian Demam Berdarah Dengue DBD diukur berdasarkan pembuangan sampah, pembuangan
Universitas Sumatera Utara
limbah, tempat perindukan nyamuk, sarana air bersih, pencahayaan, ventilasi, kelembaban.
Berdasarkan hasil uji Chi square diperoleh nilai p= 0,0170 hal ini berarti nilai p 0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan air bersih dengan kejadian DBD
dengan nilai OR= 2,513kali yang artinya resiko terjadi DBD 2,513 kali dibandingkan kelompok control.
Menurut Depkes, 2004 pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk
tidak dapat berkembangbiak didalamnya, yang dikenal dengan istilah 3M. Adapun pemilihan waktu pengurasan tempat penampungan air seminggu sekali ini
berkaitan dengan siklus hidup nyamuk Ae.aegypti dimana perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-8 hari, tetapi dapat lebih
lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Sehungga dapat dikatakan bahwa pengurasan tempat-tempat penampungan air kurang dari seminggu sekali sangat
efektif untuk memutuskan siklus perkembangbiakan nyamuk Ae.aegypti ini. Hal ini yang dilakukan oleh responden bahwa pengurasan air dilakukan
kurang dari seminggu bahkan sekali pakai langsug habis dikarenakan kondisi rumah yang jarang menggunakan bak mandi.
Berdasarkan hasil uji Chi square diperoleh nilai p= 0,035 hal ini berarti nilai p 0,05. Hal ini berarti ada hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian
DBD dengan nilai OR= 1,718 kali yang artinya resiko terjadi DBD 1,718 kali dibandingkan kelompok control
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue DBD dapat disimpulkan bahwa ada
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur tahun 2016.
Jika ditinjau dari aspek sampah tidak memenuhi syarat. Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat seperti mengumpulkan sampah tanpa penanganan
lanjut atau dibakar akan menyisakan sampah-sampah yang dapat menampung air. Hal ini akan menjadi tempat perkembiakan nyamuk Ae.aegypti.
Berdasarkan hasil observasi di lokasi penelitian bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mengelola sampahnya dengan baik yaitu dengan cara
membuang sampah di sungai. Hal tersebut dapat menimbulkan genangan air hujan yang disukai oleh nyamuk Ae.aegypti. Selain itu sebagian masyarakat tidak
mempunyai tempat sampah yang memenuhi syarat seperti kedap air, tidak tertutup dan sulit dibersihkan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Chandra 2007, sampah sangat erat kaitannya dengan kesehatan dan merupakan tempat hidup berbagai
mikroorganisme penyebab penyakit. Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik agar penyakit tidak berkembang di masyarakat. Sebagaimana yang jabarkan
oleh Departemen kesehatan dalam modul pengendalian nyamuk Aedes aegypti bahwa tempat yang paling potensial untuk menjadi sarang nyamuk adalah sampah
yang dapat menampung air seperti botol, ban bekas, plastik bekas, tempurung, pelepah daun dan sebagainya. Sampah-sampah tersebut di masyarakat sering tidak
dikelola dengan baik sehingga menjadi tempat yang disukai nyamuk untuk berkembang biak.
Menurut Harijanto 2000, kelembaban udara yang tinggi menjadikan nyamuk lebih aktif dan lebih sering menggigit yang dapat meningkatkan kejadian
Universitas Sumatera Utara
DBD. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti 2005, yang menyimpulkan bahwa kelembaban berhubungan dengan keberadaan
jentik Aedes aegypti sehingga kondisi tersebut memungkinkan untuk bertambahnya jumlah nyamuk di rumah dan meningkatkan kontak antara nyamuk
dengan penghuni rumah. Berdasarkan hasil uji Chi square diperoleh nilai p= 0,0001 hal ini berarti
nilai p 0,05. Hal ini berarti ada hubungan ventilasi dengan kejadian DBD dengan nilai OR= 3,361 kali yang artinya resiko terjadi DBD 3,361 kali dibandingkan
kelompok control. Pada penelitian ini ventilasi rumah dikatakan memenuhi syarat apabila
lubang ventilasi terpasang kawat kasa. Dari hasil penelitian diketahui bahwa umumnya masyarakat tidak menggunakan kawat kasa pada venilasi rumahnya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tamza, dkk 2013 yang menunjukkan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi empunyai hubungan dengan
kejadian DBD. Berdasarkan hasil uji Chi square diperoleh nilai p= 0,010 hal ini berarti
nilai p 0,05. Hal ini berarti ada hubungan perindukan nyamuk dengan kejadian DBD dengan nilai OR= 1,846 kali yang artinya resiko terjadi DBD 1,846 kali
dibandingkan kelompok control Menurut Suroso 2000 dalam Tanjung 2015 diketahui bahwa tempat
penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik, kaleng, botol, dan lain sebagainya dapat memberikan tempat dan
peluang yang besar terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti. Hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan penelitian Hanike 2015 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tempat perindukan nyamuk dengan kejadian DBD.
Menurut Depkes RI 2002, jenis tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan jentik karena nyamuk Ae.aegypti lebih menyukai tempat
penampungan air yang berwarna gelap, terbuka dan terletak pada tempat yang tidak terkena sinar matahari. Hal tersebut menunjukkan bahwa tempat
penampungan air yang tertutup dapat mencegah nyamuk untuk bertelur. Berdasarkan hasil uji Chi square diperoleh nilai p= 0,004 hal ini berarti
nilai p 0,05. Hal ini berarti ada hubungan pencahayaan dengan kejadian DBD dengan nilai OR= 2,111 kali yang artinya resiko terjadi DBD 2,111 kali
dibandingkan kelompok kontrol.
5.3 Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue DBD