Alasan ketiga yang dapat membebaskan si debitur yang dituduh lalai dari kewajiban mengganti kerugian dan memberikan alasan untuk menolak
pembatalan perjanjian, adalah yang dinamakan pelepasan hak pada pihak kreditur. Dengan ini dimaksudkan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh
menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang yang diterimanya tidak memenuhi kualitas
atau mengandung cacat yang tersembunyi, tidak mengatakan kepada si penjual atau mengembalikan barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau juga, ia pesan
lagi barang seperti itu. Dari sikap tersebut barangnya dipakai dan dipesan lagi dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia
kemudian menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim.
Dalam hal suatu keadaan memaksa yang bersifat mutlak absolut, sudah selayaknya perjanjian itu hapus, tetapi bila keadaan memaksa tadi hanya bersifat
relatif, perjanjian itu dianggap masih ada dan masih dapat dituntut pemenuhannya, manakala rintang itu sudah berhenti.
B. Akibat-Akibat Wanprestasi
Wanprestasi menimbulkan akibat hukum bagi perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak karena perjanjian tersebut sejak tanggal disetujui dan
ditandatanganiberlaku sebagai undang-undang yang harus dipatuhi. Ada empat akibat hukumsebagai akibat adanya wanprestasi dari salah satu
pihak yaitu :
170
170
Hardyan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan, Jakarta, 1998, hal. 26.
1. Perikatan tetap ada. Kreditur masih tetap dapat menuntut kepada debitur
pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan
melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur Pasal 1243
KUHPerdata. 3.
Beban resiko beralih. Untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur melakukan wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau
kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa overmacht.
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata.
Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan bahwa, “Syarat batal dianggap selaludicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik,
manakalasalah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikianpersetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus
dimintakan kepadahakim. Permintaan ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenaitidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam
perjanjian. Jika syarat bataltidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa untuk menurutkeadaan, atas permintaan si tergugat,
memberikan suatu jangka waktu untukmasih juga memenuhi
kewajibannya, jangka waktu yang mana itu tidak bolehlebih dari satu bulan”.
Kreditur dapat menuntut kepada debitur yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut :
171
1. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur.
2. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur Pasal
1267 KUHPerdata. Pasal 1267 KUHPerdata menyatakan bahwa, “Pihak terhadap siapa
perikatantidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan,akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian,
apakah ia akanmenuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian danbunga”.
3. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian
karena keterlambatan. 4.
Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian. 5.
Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur, gantirugi itu berupa pembayaran uang denda.
Pada dasarnya perbuatan wanprestasi dalam suatu perikatan akanmenimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Oleh karena itu pihak
yangmelakukan wanprestasi tersebut diwajibkan untuk melakukan ganti rugi atasperbuatan wanprestasi yang dilakukannya tersebut.
Akibat hukum yang timbul dari wanprestasi dapat juga disebabkan karena
171
Handri Raharjo, op. cit., hal. 81-84.
keadaan memaksa force majeure. Keadaan memaksa force majeure yaitu salah satualasan pembenar untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk
menggantikerugian Pasal 1244 dan Pasal 1445 KUHPerdata. Pasal 1244 KUHPerdata berbunyi:“Jika ada alasan untuk itu, si berhutang
harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa hal tidak dilaksanakan atau tidakpada waktu yang tepat
dilaksanakannya perjanjian itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tidakdapatdipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika iktikad
buruk tidaklah adapada pihaknya”. Pasal 1445 KUHPerdata berbunyi : “Jika barang yang terutang, diluar
salahnya si berutang musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, maka si berutang, jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi
mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang yang mengutangkan padanya”.
Menurut Undang-undang adatiga hal yang harus dipenuhi untuk adanya keadaan memaksa, yaitu:
a. Tidak memenuhi prestasi,
b. Ada sebab yang terletak di luar kesehatan debitur,
c. Faktor penyebab itu tidak terduga sebelumnya dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur.
C. Penyelesaian Yang Dilaksanakan Apabila Terjadi Wanprestasi Oleh