wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya.
Ad.5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku
usaha untuk dicantumkan sebagai klasula eksonerasi klausula pengecualian kewajibantanggung jawab dalam perjanjian
153
dalam perjanjian standar yangdibuat. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film
ingindicucidicetak itu hilang danatau rusak termasuk akibat kesalahan petugas,maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga
saturol film baru.
154
Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen biladitetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tenrang Perlindungan Konsumen seharusnya pelakuusaha tidak boleh secara sepihak menetukan klausul yang merugikankonsumen, termasuk membatasi
maksimal tanggung jawabnya. Jika adapembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yangjelas.
155
C. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Antara
PT. Asusindo Servistama dan Medan Selular
Pada umumnya setiap perjanjian baik perjanjian biasa maupun perjanjian kerjasama pasti membahas masalah tanggung jawab apabila terjadi risiko,
dikarenakan jika tidak dibahas dan tidak dicantumkan dalam isi klausula perjanjian, apabila terjadi risiko hal yang tidak diinginkan maka tidak akan ada
153
Diana Kusumasari, Klausula Eksonerasi, http:www.hukumonline.comklinikdetail
lt4d0894211ad0eklausula-eksonerasi , diakses pada tanggal 07 April 2017.
154
Shidarta, op. cit., hal. 64.
155
Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit., hal. 98.
pihak yang mau bertanggung jawab dan saling melemparkan kesalahan terhadap pihak lainnya.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana tanggung jawab para pihak apabila terjadi risiko saat perjanjian kerjasama antara PT. Asusindo Servistama dan
Medan Selular berlangsung? Setelah mengkaji lebih dalam Perjanjian Kerjasama Antara PT. Asusindo
Servistama dan Medan Selular, ternyata di dalam perjanjian kerjasama ini sama sekali tidak dibahas pada point-point perjanjian mengenai tanggung jawab apabila
terjadi risiko pada saat perjanjian kerjasama ini berlangsung. Namun demikian di dalam form berkas lampiran terdapat suatu form
lampiranmengenai proses Dead on Arrival DOA Service. Dalam form ini dijelaskan bahwa Dead on Arrival DOA merujuk pada produk yang mengalami
kecacatan atau kerusakan fungsional dalam kurun waktu :
156
- Tujuh 7 hari dari tanggal pembelian pengguna akhir dengan catatan
tidak di infomasikan ke pengguna akhirend users, atau -
Tiga puluh 30 hari dari tanggal pembelian ke Distributorreseller belum terjual ke pengguna akhir, atau
- Sampai sembilan puluh 90 hari dari bukti pengiriman diterima
Distributor jika melebihi periode tersebut, maka akan membutuhkan persetujuan khusus.
Dan tidak mencakup untuk : -
Kerusakan akibat transportasi dan penanganan -
Produk yang sudah diperbaiki
156
Lampiran Proses DOA, Perjanjian Kerjasama Antara PT. Asusindo Servistama dan Medan Selular, hal. 7.
- Produk yang rusak karena kelalaian pengguna yang disengaja ataupun
tidak disengaja -
Tidak diketemukan kerusakan pada saat pengecekan Dalam hal ini dijelaskan bahwa PT. Asusindo Servistama akan
bertanggung jawab terhadap Medan Selular apabila terjadi risiko seperti yang tertulis pada form proses Dead on Arrival DOA, yaitu hanya sebatas terhadap
produk yang mengalami kecacatan dan kerusakan fungsional. Hal-hal mengenai apabila terjadi kerusakan akibat transportasi baik akibat kelalaian pihak
pengiriman barang maupun disebabkan karena force majeure tidak menjadi tanggung jawab dari pihak PT. Asusindo Servistama, yang artinya bahwa hal
tersebut secara tidak langsung akan dibebankan pertanggungjawabannya terhadap pihak Medan Selular.
Dari penjelasan Bapak Isan Setiawan selaku Manager toko Medan Selular, praktik nyatanya di lapangan mengenai masalah tanggung jawab oleh pihak PT.
Asusindo Servistama memang nyata terealisasikan apabila terdapat produk yang mengalami kecacatan dan kerusakan fungsional, seperti produk yang saat dibuka
segel ternyata cacat fisik, tidak dapat hiduppadam Dead on Arrival maka produk tersebut akan ditanggung risikonya oleh pihak PT. Asusindo Servistama
dengan cara menggantikan dengan unit produk yang baru. Dalam hal force majeure, ternyata belum pernah terjadi kasusnya sehingga tidak tahu bagaimana
pertanggungjawabannya jika terjadi. Jika dikaji ulang, PT. Asusindo Servistama terlihat sangat menghindari
masalah tanggung jawab apabila terjadi risiko, dapat dilihat dari isi klausula perjanjian yang tidak dijelaskan sama sekali mengenai tanggung jawab apabila
terjadi risiko, serta pembahasan mengenai tanggung jawab hanya terdapat pada form lampiran, yang hal-hal mengenai tanggung jawab risiko hanya sebatas
terhadap produk yang mengalami kecacatan dan kerusakan fungsional seperti yang telah di bahas di atas, sehingga disini sangat jelas terlihat, jika PT. Asusindo
Servistama cenderung mencari celah untuk menghindari masalah mengenai persoalan tanggung jawab ini dan membebankan tanggung jawab tersebut secara
tidak langsung maupun langsung kepada pihak lainnya.
67
BAB IV TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KERJASAMA A.
Pengertian Wanprestasi
Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuai denganyang diharapkan atau diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan
karena adanya hambatan-hambatandalam pelaksanaannya. Hambatan‐ hambatan tersebut dapat terjadi berupawanprestasi dan keadaan memaksa.
157
- memberi sesuatu;
Sebelum membahas tentang wanprestasi,terlebih dahulu sebaiknya kita harus mengetahui
arti dari sebuah prestasi. Prestasi adalah segala sesuatu yangmenjadi hak kreditur dan merupakan kewajiban bagi debitur. Menurut Pasal 1234KUHPerdata, prestasi
dapat berupa:
- berbuat sesuatu; dan
- tidakberbuat sesuatu.
Prestasi dari perikatan harus memenuhi syarat:
158
a. Harus diperkenankan, artinya prestasi itu tidak melanggar ketertiban,
kesusilaan, dan Undang-undang. b.
Harus tertentu atau dapat ditentukan. c.
Harus memungkinkan untuk dilakukan menurut kemampuan manusia. Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan
istilah“performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu
157
J. Satrio, Hukum Perikatan‐ Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hal. 83.
158
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2010, hal. 79.
pelaksanaan hal-halyang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu,pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan
“condition” sebagaimana disebutkandalam kontrak yang bersangkutan.
159
a. Memberikan sesuatu;
Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah seperti yangdisebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa :
b. Berbuat sesuatu;
c. Tidak berbuat sesuatu.
Sementara itu, yang dimaksud dengan wanprestasi default atau non fulfimentataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract adalah tidak
dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh
kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak
berprestasi tidak melaksanakan kewajibannya dan dia dapat dipersalahkan.
160
Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhammad mempunyai arti tidak memenuhikewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang
timbul karenaperjanjian
161
. Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa debiturtidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana
mestinya dankesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debiturwanprestasi.
162
159
Munir Fuady, op. cit., hal. 87.
160
Ibid.
161
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 82.
162
J. Satrio, op. cit., hal. 122.
Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berartipelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak
menurutselayaknya. Misalnya seorang debitur disebutkan dalam keadaan wanprestasi makadia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah
terlambat dari jadwalwaktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut yangsepatutnya.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak
yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untukmemberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu
pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Debitur dikatakan telah
melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun karena kesengajaan, apabila :
163
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan. c.
Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat. d.
Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang telah
melakukanwanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat kapansuatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah
diperjanjikan. Sebelumdinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu
163
Ibid.
ditagih atau diberi teguranatau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata yang menyebutkan :
“Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika
inimenetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan.” Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang
perbuatanmelawan hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontraktidak dilaksanakan karena adanya suatu unsur kesalahan dari para
pihak atau tidak.Akibatnya umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan-perhitungantertentu. Kecuali tidak dilaksanakan kontrak
tersebut karena alasan-alasanforce majeure, yang umumnya membebaskan pihak yang tidak memenuhi
prestasi untuk sementara atau untuk selama-lamanya. Disamping itu, apabila seseorang telah tidak melaksanakan prestasinya
sesuaiketentuan dalam kontrak, maka pada umumnya dengan beberapa pengecualian tidakdengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi. Apabila
tidak ditentukan laindalam kontrak atau dalam undang-undang, maka wanprestasinya si debitur resmiterjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh
kreditur ingebrehstelling yakni dengandikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur.
164
164
Lihat dalam Pasal 1238 KUHPerdata.
Stelsel dengan akta lalai ini adalah khas dari negara-negara yang tundukkepada Civil Law seperti Prancis, Jerman, Belanda dan karenanya juga
Indonesia. Sementara di negara-negara yang berlaku sistem Common Law, seperti
Inggris danAmerika Serikat, pada prinsipnya tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini. Dalampraktek akta lalai ini sering disebut dengan:
165
- Somasi Indonesia
- Sommatie Belanda
- Sommation Inggris
- Notice of default Inggris
- Mahnung Jerman dan Swiss
- Einmahnung Austria
- Mise en demeure Prancis
Namun demikian, bahkan di negara-negara yang tunduk kepada Civil Lawsendiri, akta lalai tidak diperlukan dalam hal-hal tertentu, yaitu dalam hal-hal
sebagaiberikut: 1.
Jika dalam persetujuan ditentukan termin waktu; 2.
Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi; 3.
Debitur keliru memenuhi prestasi; 4.
Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum; 5.
Jika debitur mengakui atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaanwanprestasi.
Tidak dipenuhinya kesalahan debitur dapat terjadi karena dua hal, yaitu:
165
Munir Fuady, op. cit., hal. 88.
a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun karena
kelalaian, b.
Karena keadaan memaksa force majeure, di luar kemampuan debitur. Pasal 1238 KUHPerdata mengatakan bahwa debitur lalai, dan oleh
KUHPerdata telah jelas ditetapkan, sejak kapan debitur dalam keadaan lalai, yaitu dengantiga jenis teguran atau peringatan :
1. Surat Perintah
Surat perintah atau surat peringatan resmi dari hakim atau juru sita pengadilanbiasanya berbentuk penetapan atau beschiking. Berdasarkan
surat perintahtersebut juru sita memberi surat teguran secara lisan kepada debitur kapanselambat‐ lambatnya ia harus berprestasi. Ini biasanya
disebut dengan exploit juru sita. Exploitadalah perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur.Dengan kata lain exploit adalah
salinan surat peringatan.
166
2. Akta sejenis
Akta sejenis ini merupakan peringatan secara tertulis, maksudnya dapat berupaakta di bawah tangan atau dengan akta notaris.
3. Tersimpul dari perjanjiannya sendiri
Maksudnya sejak membuat perjanjian para pihak sudah menentukan saat kapanterjadinya wanprestasi.
Pernyataan lalai sebenarnya merupakan suatu peringatan dari kreditur agar debitur dapat segera melakukan prestasinya, selambat‐ lambatnya pada suatu saat
166
Richard Eddy, https:id.wikipedia.orgwikiSomasi
, diakses pada tanggal 09 April 2017.
tertentu.
167
a. Pemenuhan perjanjian;
Menurut Pasal1267 KUHPerdata, pihak kreditur dapat menuntut pihak debitur yang lalai dalam memenuhi prestasi dengan memilih beberapa
kemungkinan tuntutan sebagai berikut :
b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi;
c. Ganti rugi saja;
d. Pembatalan perjanjian;
e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Sedangkan bagi seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukanbeberapa alasan sebagai alat untuk membela diri, yaitu:
168
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksaovermacht atau force
majeure; 2.
Mengajukan alasan bahwa kreditur telah lalai; 3.
Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntutganti rugi.
Pembelaan-pembelaan tersebut akan kita bicarakan satu persatu di bawah ini :
169
Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama
sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain,
Ad.1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa
167
J. Satrio, op. cit., hal. 106.
168
R. Subekti, op. cit., hal. 55.
169
Ibid.
hal tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkan karena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau
alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas kelalaian.
Ad.2. Mengajukan alasan bahwa kreditur telah lalai Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar
ganti rugi itu, mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menepati janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal-balik, dianggap ada suatu asas
bahwa kedua pihak harus sama-sama melakukan kewajiban-kewajibannya. Masing-masing pihak dapat mengatakan kepada pihak lawannya. “Jangan
menganggap saya lalai, kalau kamu sendiri juga sudah melalaikan kewajibanmu”. Misalnya : Si pembeli menuduh si penjual terlambat menyerahkan barangnya,
tetapi ia sendiri ternyata sudah tidak menepati janjinya untuk memberikan uang muka. Prinsip “menyeberang bersama-sama” dalam jual-beli ditegaskan dalam
Pasal 1478 KUHPerdata : “Si penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan si penjual tidak
mengizinkan penundaan pembayaraan tersebut.” Tentang alasan bahwa kreditur telah lalai, sebagai suatu pembelaan bagi si
debitur yang dituduh lalai, yang jika ternyata benar dapat membebaskan debitur dari pembayaran ganti rugi ini, tidak ada disebutkan dalam sesuatu pasal Undang-
undang. Ia merupakan suatu hukum yurisprudensi suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh para hakim.
Ad.3. Pelepasan hak
Alasan ketiga yang dapat membebaskan si debitur yang dituduh lalai dari kewajiban mengganti kerugian dan memberikan alasan untuk menolak
pembatalan perjanjian, adalah yang dinamakan pelepasan hak pada pihak kreditur. Dengan ini dimaksudkan suatu sikap pihak kreditur dari mana pihak debitur boleh
menyimpulkan bahwa kreditur itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi. Misalnya, si pembeli, meskipun barang yang diterimanya tidak memenuhi kualitas
atau mengandung cacat yang tersembunyi, tidak mengatakan kepada si penjual atau mengembalikan barangnya, tetapi barang itu dipakainya. Atau juga, ia pesan
lagi barang seperti itu. Dari sikap tersebut barangnya dipakai dan dipesan lagi dapat disimpulkan bahwa barang itu sudah memuaskan si pembeli. Jika ia
kemudian menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian, maka tuntutan itu sudah selayaknya tidak diterima oleh hakim.
Dalam hal suatu keadaan memaksa yang bersifat mutlak absolut, sudah selayaknya perjanjian itu hapus, tetapi bila keadaan memaksa tadi hanya bersifat
relatif, perjanjian itu dianggap masih ada dan masih dapat dituntut pemenuhannya, manakala rintang itu sudah berhenti.
B. Akibat-Akibat Wanprestasi