B. Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat
syarat yang disebutkan dalam pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
33
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Empat syarat sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah sebagai berikut :
2. Kecakapan untuk membuat perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.Dua
syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
34
Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut
diancam dengan pembatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif, maupun batal demi hukum dalam hal
33
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 14.
34
R. Subekti, op. cit., hal. 17.
tidakterpenuhinya syarat objektif, dalam pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.
35
1. Syarat Subjektif
36
Syarat subjektif dalam syarat sahnya perjanjian, meliputi dua macam keadaan yaitu :
a. Terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang
melangsungkan suatu perjanjian. b.
Adanya kecakapan untuk bertindak diantara para pihak yang melangsungkan suatu perjanjian.
Ad.a. Kesepakatan Bebas Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua
atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan
siapa yang harus melaksanakan.
37
Para pihak yang mengadakan perjanjian harus bersepakat dan setuju mengenai hal-hal pokok yang diadakan dalam perjanjian
itu.
38
Sepakat dan setuju itu sifatnya bebas, artinya benar-benar atas kemauan sukarela diantara para pihak artinya tidak ada paksaan sama sekali dari pihak
manapun. Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang melakukan perbuatan itu tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan
upaya bersifat mengancam.
39
35
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. cit., hal. 94.
36
Ibid.
37
Ibid., hal. 95.
38
R. Subekti, op. cit., hal. 19.
39
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Cetakan Ketiga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 89-90.
Menurut ketentuan yang diatur di dalam KUHPerdata secara a contrario dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada
saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan, maupun penipuan
sebagaimana dituliskan dalam Pasal 1321 KUHPerdata.
40
1. Tentang kekhilafan dalam perjanjian
Masalah kekhilafan diatur dalam Pasal 1322 KUHPerdata. Ada dua hal pokok dan prinsipil dari rumusan pasal 1322 KUHPerdata, yaitu :
a. Kekhilafan bukanlah alasan untuk membatalkan perjanjian;
b. Ada dua hal yang dapat menyebabkan alasan pembatalan perjanjian karena
kekhilafan yaitu, mengenai : 1
Hakikat kebendaan yang menjadi pokok perjanjian tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya error in substantia. Misalnya seseorang
menganggap bahwa ia membeli lukisan yang asli, ternyata kemudian mengetahui bahwa lukisan yang dibelinya adalah tiruan.
2 Terhadap orang yang dibuatnya suatu perjanjian error in persona.
Misalnya, seorang penyelenggara konser menandatangi perjanjian dengan seorang penyanyi sebagai salah satu pengisi acara. Namun
setelah penandatanganan perjanjian tersebut, baru diketahui bahwa orang yang menandatangani perjanjian bukanlah orang yang dimaksud
hanya saja karena namanya sama.
40
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, loc. cit.
2. Tentang paksaan dalam perjanjian
Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam lima pasal, yaitu dari Pasal 1323 KUHPerdata hingga Pasal 1327 KUHPerdata. Ketentuan
dalam Pasal 1323 KUHPerdata merujuk pada subjek yang melakukan pemaksaan, yang dilakukan oleh pihak di dalam perjanjian, orang yang bukan pihak
dalamperjanjian tetapi memiliki kepentingan terhadap perjanjian yang dibuat tersebut.Selanjutnya berdasarkan rumusan Pasal 1325 KUHPerdata, dapat
diketahui bahwa subjek terhadap siapa paksaan dilakukan ternyata tidak hanya meliputi orang yang merupakan pihak dalam perjanjian, melainkan juga termasuk
didalamnya suami atau istri dan keluarga dalam garis keturunan ke atas maupun ke bawah.
Pasal 1324 KUHPerdata dan Pasal 1326 KUHPerdata berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai alasan
pembatalan perjanjian yang telah dibuat dibawah paksaan atau ancaman tersebut.Jika merujuk pada rumusan Pasal 1324 KUHPerdata dan Pasal 1326
KUHPerdata, dapat diketahui bahwa paksaan yang dimaksud dapat terwujud dalam dua bentuk kegiatan atau perbuatan. Perbuatan yang dimaksud berupa :
a. Paksaan fisik, dalam pengertian kekerasan;
b. Paksaan psikis, yang dilakukan dalam bentuk ancaman psikologis atau
kejiwaan. Selain itu, paksaan tersebut juga mencakup dua hal yaitu :
a. Jiwa dari subjek hukum sebagaimana disebut dalam Pasal 1325
KUHPerdata;
b. Harta kekayaan dari pihak-pihak yang disebut dalam Pasal 1325
KUHPerdata. Paksaan terjadi, jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut
pada suatu ancaman. Paksaan yang dimaksud dalam KUHPerdata tidak hanya berarti tindakan kekerasan saja tetapi paksaan dalam arti yang lebih luas yaitu
meliputi ancaman terhadap kerugian kepentingan hukum seseorang. Intinya,bukan kekerasan itu sendiri tetapi rasa takut yang ditimbulkan oleh adanya kekerasan
tersebut. 3.
Tentang penipuan dalam perjanjian Penipuan sebagai alasan pembatalan suatu perjanjian diatur dalam Pasal
1328 KUHPerdata yang terdiri dari dua ayat. Dari rumusan pasal ini dapat dilihat, bahwa penipuan mempunyai unsur kesengajaan dari salah satu pihak dalam
perjanjian untuk mengelabui pihak lawannya sehingga pihak yang satunya memberikan kesepakatannya untuk tunduk pada perjanjian yang dibuat antara
mereka. KUHPerdata menyatakan bahwa masalah penipuan yang berkaitan dengan kesengajaan ini harus dapat dibuktikan dan tidak diperbolehkan hanya
dengan adanya persangkaan saja. Ad.b. Kecapakan Untuk Bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan
akibat hukum. Orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah berumur
21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
41
1. Anak dibawah umur minderjarigheid
2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan
3. Istri Pasal 1330 KUHPerdata. Akan tetapi dalam perkembangannya istri
dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 3 Tahun 1963. Mengenai kewenangan melakukan perbuatan hukum atau kewenangan
untuk membuat perjanjian, dikatakan ada kewenangan apabila ia mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yaitu membuat
perjanjian. Dikatakan tidak ada kewenangan apabila ia tidak mendapat kuasa untuk itu.
42
2. Syarat Objektif
Syarat objektif adalah syarat mengenai perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.Tidak dipenuhinya dua syarat ini bisa
mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Syarat objektif dalam syarat sahnya perjanjian meliputi dua macam hal yaitu :
a. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu perjanjian haruslah memiliki objek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya.
43
41
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 34.
42
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal. 93.
43
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. cit., hal. 154.
KUHPerdata menjelaskan maksud hal tertentudengan memberikan rumusannya dalam Pasal 1333
KUHPerdata.Jika melihat kepada rumusan pasal tersebut, KUHPerdata hanya menekankan pada perikatan untuk menyerahkan sesuatu. Namun
jika diperhatikan lebih lanjut, rumusan dari pasal tersebut hendak menegaskan bahwa apapun jenis perikatannya baik itu perikatan untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. KUHPerdata hendak menjelaskan bahwa semua jenis perikatan tersebut
pasti melibatkan keberadaan dari suatu kebendaan yang tertentu.
44
b. Adanya sebab causa yang halal
Kebendaan yang diperjanjikan tersebut harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau
ditetapkan.Syarat bahwa kebendaan itu harus dapat ditentukan jenisnya, gunanya untuk menetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban dari
kedua belah pihak itu apabila timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.
Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, atau yang mendorong orang untuk membuat suatu perjanjian. Tetapi didalam
Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian orzaak causa yang halal. Hukum pada dasarnya tidak menghiraukan apa yang ada dalam
gagasan atau pemikiran seseorang, yang diperhatikan adalah tindakan yang nyata dan dilakukan dalam masyarakat. Dalam Pasal 1335
KUHPerdata, dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :
1. Bukan tanpa sebab;
44
Ibid., hal. 155.
2. Bukan sebab yang palsu;
3. Bukan sebab yang terlarang.
Di dalam Pasal 1336 KUHPerdata, dapat dilihat bahwa yang diperhatikan oleh undang-undang adalah “isi perjanjian” yang menggambarkan tujuan
yang akan dicapai, apakah bertentangan dengan undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak
dalam pelaksanaan suatu perjanjian. Sementara didalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan causa yang
terlarang.Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sebab yang halal adalah prestasi yang wajib dilakukan oleh para pihak sebagaimana yang telah diperjanjikan, tanpa adanya prestasi yang telah
diperjanjikan untuk dilakukan maka perjanjian tidak akan ada diantara para pihak.
45
Akibat hukum dari perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal adalah perjanjian itu batal demi hukum.Dengan demikian tidak ada yang menjadi dasar
untuk menuntut pemenuhan prestasi karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.Dan begitu pula sebaliknya apabila perjanjian itu tanpa sebab maka
perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.
46
C. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian