osmolalitas dalam tubuh adalah natrium, kalium, glukosa dan urea. Makin tinggi osmalalitas maka makin tinggi tekanan osmotik.
Dalam keadaan normal maka osmolalitas cairan intrasel adalah sama dengan osmolalitas cairan ekstrasel. Natrium, kalium, glukosa
bebas berpindah antar intersisium dan intravaskular plasma, namun albumin tetap berada di intravaskular sehingga albumin merupakan osmol
utama yang mempengaruhi tekanan osmotik di intravaskular. Berpindahnya cairan dari intravaskular ke intersisium atau sebaliknya
sangat dipengaruhi oleh kadar albumin dalam plasma.
2.2.3. Perubahan Hemodinamika Cairan Pada Pasien HD Reguler
Pada pasien HD reguler terjadi perubahan hemodinamik cairan dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain:
a. Ketidak mampuan ginjal untuk mengekskresikan air dan zat terlarut seperti natrium, kalium, hidrogen akan menyebabkan kecenderungan
terjadinya akumulasi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Hal ini menyebabkan peninggian volume cairan tubuh terutama volume
ekstraselluler. b. Malnutrisi oleh karena masukan protein dan kalori yang rendah dan
peningkatan katabolisme protein akibat asidosis. Hal ini akan menyebabkan penurunan berat badan dimana terjadi penurunan lemak
dan otot tubuh disertai dengan peninggian volume cairan tubuh terutama volume ekstraselluler.
Wika Hanida Lubis : Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hemodialisis Reguler, 2009
USU Repository © 2008
c. Keadaan anemia yang menyebabkan dilatasi dan hipertropi jantung serta gagal jantung. Hal ini mengaibatkan terjadinya penurunan perfusi ginjal
yang menyebaban retensi garam dan air.
6,20,21
Disamping itu selama sesi hemodialisis, dua mekanisme yaitu difusi dan ultrafiltrasi digunakan untuk menurunkan toksin uremik, penyesuaian elektrolit
dalam darah dan pengeluaran cairan tubuh dari cairan intravaskular. Pengisian kembali volume intravaskular tergantung pada perpindahan cairan dari
intertisium. Hal ini menyebabkan pada akhir hemodialisis terjadi keseimbangan cairan yang baru dalam tubuh. Penarikan cairan yang berlebihan akan
menyebabkan hipovolemia dan penarikan yang kurang menyebabkan hipervolemia yang menyebabkan komplikasi sirkulasi selama dan setelah terapi
hemodialisis. Hipovolemia akan menyebabkan hipotensi, pusing, kram otot, gangguan gastrointestinal, tinitus dan kolaps sirkulasi yang dapat menyebabkan
penghentian prosedur hemodialisis. Hipervolemia akan menyebabkan hipertensi, edema pulmonum, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
kegawatdaruratan hemodialisis, dan meningkatkan risiko dilatasi dan hipertropi jantung, yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien
hemodialisis. Berdasarkan hal tersebut di atas dibutuhkan penilaian status volume cairan tubuh dan penentuan berat badan kering pasien yang merupakan
komponen kunci utama dalam evaluasi dan penatalaksaan pasien hemodialisis reguler.
5,6,11
Wika Hanida Lubis : Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hemodialisis Reguler, 2009
USU Repository © 2008
2.2.4. METODE PENGUKURAN VOLUME CAIRAN TUBUH