Pengertian Perjanjian Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan dan Penataan Terhadap Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur/Penjamin Hutang dalam Kaitannya dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada PUPN dan KP2LN Medan)

30 internal pada semua tahapan dalam proses pemberian kredit, sehingga bank-bank akan benar-benar dan sungguh-sungguh bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan perkreditan yang telah dibuatnya sendiri, yang merupakan ketentuan internal bagi bank sendiri self regulation. B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit

1. Pengertian Perjanjian

Pada Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Maksudnya bahwa suatu perjanjian adalah suatu recht handeling artinya suatu perbuatan yang oleh orang-orang yang bersangkutan ditujukan agar timbul akibat hukum. 13 Dengan demikian, suatu perjanjian adalah hubungan timbal balik atau bilateral, maksudnya suatu pihak yang memperoleh hak- hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan konsekuensi dari hak-hak yang diperolehnya. Agar dapat mengetahui gambaran yang lebih jelas tentang pengertian perjanjian tersebut, maka berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut : J. Satrio, mengemukakan bahwa ”suatu perjanjian adalah sekelompok atau sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak”. 14 13 S. Mantayborbir, Imam Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 8 selanjutnya disebut Buku I 14 J.Satrio, Hukum Perjanjian, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 4. ADELINA HERNAWATY GULTOM : KAJIAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENATAAN TERHADAP JAMINAN HUTANG MILIK NASABAH DEBITURPENJAMIN HUTANG DALAM KAITANNYA DENGAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA Penelitian Pada PUPN dan KP2LN Medan, 2008. 31 Menurut M. Yahya Harahap, mengatakan bahwa “perjanjian mengandung suatu pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan sesuatu hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menuaikan prestasi”. 15 Subekti, mengatakan “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. 16 Menurut Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa syarat-syarat perjanjian terdiri dari: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan syarat kedua disebut syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan yang bersifat menawarkan sesuatu kepada pihak lain dinamakan tawaran dan pernyataan yang bersifat menerima tawaran dinamakan akseptasi. Pasal 1330 KUHPerdata, menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap dalam membuat suatu perjanjian adalah : 15 M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal, 20. 16 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, hal. 1 ADELINA HERNAWATY GULTOM : KAJIAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENATAAN TERHADAP JAMINAN HUTANG MILIK NASABAH DEBITURPENJAMIN HUTANG DALAM KAITANNYA DENGAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA Penelitian Pada PUPN dan KP2LN Medan, 2008. 32 1. Orang yang belum dewasa 2. Mereka yang berada di bawah pengampuan 3. Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Untuk syarat suatu hal tertentu, berkenaan dengan pokok perjanjian yang menjadi isi daripada perjanjian Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan bahwa “suatu perjanjian mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja juga itu kemudian dapat dihitung atau ditentukan”. Jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan perjanjiannya, namun demikian adalah sah Pasal 1336 KUH Perdata. Pasal ini merupakan dasar bagi suatu perjanjian yang tanpa sebab, menjadi perjanjian yang sah adalah sesuatu yang dibolehkan.

2. Asas Hukum Dalam Perjanjian

Dokumen yang terkait

Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penjamin Hutang Berupa Uang Tunai di Bank dalam Kaitannya dengan Sistem Pengurusan Piutang Negara

1 50 155

Hubungan Hukum Kreditur/Bank Pemerintah Dengan PUPN Cabang Sumatera Utara Dan KP2LN Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 40 160

Penundaan Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Barang Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur (Penelitian Pada Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara Medan)

0 34 139

Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Studi Kasus Pada KP2LN Medan)

0 19 139

Kajian Hukum Terhadap Pembatalan Eksekusi Lelang Jaminan Hutang Kebendaan Milik Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 24 148

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan dan Penataan Terhadap Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur/Penjamin Hutang dalam Kaitannya dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada PUPN dan KP2LN Medan)

1 37 143

Pelaksanaan Surat Paksa Dalam Kaitannya Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Medan)

1 27 148

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Lelang (Penelitian Pada Kantor Pelayanan dan Piutang Negara Medan)

0 18 145

Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Nasabah Debitur/Penanggung Hutang Dalam Kaitan Dengan Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan)

0 19 126

Penundaan Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Barang Jaminan Hutang Milik Nasabah Debitur

0 26 5