Sejarah HIKMA Himpunan Keluarga Besar Mandailing

93 Ibu Yusnita telah lama tinggal di perantauan, tapi beliau masih memperlihatakan identitasnya sebagai Etnis Mandailing, dapat dilihat dari Ibu Yusnita masih menggunakan marga, dan juga bahasa mandailing masih di pakai dalam sehari-hari, meskipun terkadang pakai bahasa Indonesia ketika beinteraksi dengan orang di luar Etnis Mandailing.

4.3 Sejarah HIKMA Himpunan Keluarga Besar Mandailing

HIKMA merupakan sebuah organisasi masyarakat ynag bergerak di bidang etnis. Sebelum HIKMA nama organisasi ini ada beberapa singkatan yaitu HKBN Himpunan Keluarga Batak Mandailing, HIKAM Himpunan Keluarga Mandailing dan yang terakhir adalah HIKMA Himpunan Keluarga Besar Mandailing. Himpunan Keluarga Besar Mandailing HIKMA berdiri pada tanggal 04 Mei 1986 yang dipelopori oleh 9 orang tokoh-tokoh keluarga besar Mandailing yang di dalamnya juga ada bermarga Dalimunthe, Siregar, Hasibuan, Lubis, Nasution. Jadi mereka berkumpul dan pendiri HIKMA adalah Bapak Marwan Fauzi Lubis. Hal ini menggambarkan bahwa berdirinya HIKMA berawal dari kelompok kecil yaitu perkumpulan- perkumpulan tokoh-tokoh Mandailing yang bisa disebut kelompok sosial, yang kemudian menjadi lembaga sosial kemasyarakatan yang berbasis etnis yaitu menghimpun seluruh Keluarga Besar Mandailing. Pada saat itu, organisasi ini dicarahkan secara intelektual oleh Prof. Dr. M. Shaleh Lubis. Beliau mengatakan memimpin organisasi ini orangnya harus yang keras dan tegas, karena bayangkan memimpin keluarga besar mandailing ini orangnya tidak boleh lembek-lembek, kerena keluarga besar Universitas Sumatera Utara 94 mandailing raja semua. Maka dengan kesepakatan di utuslah Alm. H. Muhammad Yusuf Efendi Nasution Alias pendi keling sebagai ketua umum HIKMA, Jadi dialah orang yang pertama membangun dan menyepakati dan membuat sebuah rapat musyawarah besarkonfrensi yang secara tertulis menyatakan bahwa mandailing bukan batak. Dia jugalah orang dalam rangka mencapai tujuan organisasi mempersilahkan masyarakat mandailing yang mampu untuk membulih-bulihkan kesenian mandailing yaitu gordang sambilan dan gondang-gondang tunggu-tunggu dua gondang dua dari angkola. Menurut situasional saat itu di tahun pasca masuknya Belanda ke tanah mandailing mereka mempermudah sistem, jadi saat itu Mandailing memiliki sistem kerajaan, dimana satu kampung huta ada rajanya namanya raja pamusuk. Setiap satu kampung huta mempunyai wilayah yang luas. Jadi setelah masuknya Belanda maka sistem tersebut dirubah menjadi sitem kekuriaan. Dimana setia satu kuria itu membawahi 8 desa dan 9 sama desanya. Pada masa kekuriaan segala suatu hal yang berkaitan dengan kesenian tidak boleh diperlihatkan sampai sesudah merdeka. Namun, Alm. H. Muhammad Yusuf Efendi Nasution Alias pendi keling melihat hal tersebut dan sadar kalau budaya kita tidak boleh diperlihatkan dan ini terus- terusan berlanjut, kapan budaya kita dikenal orang, jangankan orang generasi kita khususnya. Dengan demikian maka dibuat kesepakatan dengan ketentuan-ketentuan walaupun dia seorang raja, ketika akan menggunakan alat tersebut, maka harus tetap melapor untuk memperoleh izin menggunakannya. Karena biaya tersebut bukan biaya yang kecil tapi Universitas Sumatera Utara 95 memakan biaya yang besar artinya pada masa kekuriaan itu, siapapun yang akan memakai gondang mesti melapor sama mereka. Seperti ada marga matondang yang akan memakai gondang makanya harus melapor terlebih dahulu. Namun, sekarang orang sudah bebas mukul gondang tersebut. Hal ini merupakan salah satu upaya HIKMA dalam melestarikan adat budaya Mandailing. Himpunan Keluarga Besar Mandailing HIKMA sejak didirikan sudah berpusat di Kota Medan, Namun pasca orde baru pernah diberikan kewenangan pusatnya di Jakarta tapi pengendalinya tetap di Medan, Seiring berjalannya waktu pusatnya kembali lagi di Medan. Pada tahun 1987-1997 H. Muhammad Yusuf Efendi Nasution Alias pendi keling menjabat sebagai ketua HIKMA selama dua periode, Kemudian diteruskan oleh Bapak Dr. Amir Hassan Lubis pemilik rumah sakit Martondi selama satu periode, kemudian H. Fadhlan Rawi Lubis satu periode, diperjalannya hampir 2 periode pada saat itu terjadi dinamika organisasi pasca munculnya reformasi tahun 2004, muncullah sekelompok orang yang memiliki kepentingan saat itu memecah belah organisasi sehingga pernah kedengaran adanya dualisme HIKMA padahal tidak ada ketika itu pemikirannya masih sempit pada saat pilkada medan. Akhirnya setelah itu diangkat Alm. Bapak H. Sofyan Nst di tahun 2006, tahun 2008 beliau almarhum selanjutnya digantikan plt H. Tamara Lubis, SH dari tahun 2008-2011. Tahun 2011-2013 terjadi kevakuman total organisasi karena tidak siap tokoh-tokoh mandailing menerima kondisi reformasi akhirnya senior-senior atau tokoh tua yang salah satu pendiri HIKMA dan sekretaris pertama HIKMA memangggil dan Universitas Sumatera Utara 96 mengundang masyarakat Mandailing dan mereorganisasi HIKMA tersebut. Maka setelah di reorganisasi HIKMA ini sepakat dengan memustuskan Bapak Ir. H. Parlindungan Lubis sebagai ketua umum HIKMA periode tahun 2013-2018. Beliau merupakan angkatan ke tujuh yang menjabat sebagai ketua umum HIKMA. Pada masa Alm. H. Muhammad Yusuf Efendi Nasution Alias pendi keling menjabat sebgai ketua HIKMA, sistem organisasi hanya sampai pada tingkat KabupatenKota saja. Namun, pengurus HIKMA sekarang yang dipimpin Bapak Ir. H. Parlindungan Lubis mencoba untuk merubah sistem organisasi tersebut yaitu tidak hanya sampai pada tingkat KabupatenKota tapi harus sampai pada tingkat desa ataupun kelurahan. Tingkat provinsi namanya PD HIKMA yaitu Pengurus Daerah Himpunan Keluarga Besar mandailing, demikian juga di tingkat KabupatenKota, di tingkat kecamatan namanya PKC yaitu Pengurus Kecamatan, di tingkat DesaKelurahan namanya Komisaris. Organisasi HIKMA ini selaku ormas memiliki bibit-bibit atau membangun sayap-sayap seperti ada di tingkat mahasiswa namanya HPPMM yaitu Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasisiwa Mandailing, ada juga HIKWAM yaitu Himpunan Wanita Warga Mandailing, dan banyak lainnya seperti Himpunan pedagang, nelayan, cendikiawan. Selain itu juga organisasi HIKMA tidak terbatas hanya dari marga- marga Mandailing, tapi terbuka juga bagi etnis lain yang di luar Mandailing untuk ikut bergabung dengan HIKMA karena sesuai dengan yel-yel HIKMA yaitu markoum dalam artian bersaudara. Walaupun dia tidak memiliki darah Universitas Sumatera Utara 97 Mandailing tapi pasti setiap mereka memiliki hubungan saudara dengan Etnis Mandailing.

4.4 Ekspresi Identitas Etnis Mandailing Melalui Asosiasi Etnis