25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Interaksionisme Simbolik Dalam Perspektif Mead
Para ilmuwan yang punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, William James, Charles H. Cooley,
John Dewey, William I.Thomas, dan George Herbert Mead. Tetapi George Herbert Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori ini. Mead
mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun 1920-an dan ketika ia menjadi Professor filsafat di Universitas Chicago. Namun gagasannya
berkembang pesat setelah mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah- kuliahnya, melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interakasionisme
simbolik. Penyebaran teori Mead juga melalui interpretasi dan tulisan esai yang dilakukan para mahasiswanya terutama Herbert Blumer. Blumer-lah yang
menciptakan istilah interaksionisme simbolik pada tahun 1937 Goodman, 2003. Pikiran atau kesadaran muncul dalam proses tindakan. Namun demikian,
individu-individu tidak bertindak sebagai organisme yang terasing. Sebaliknya, tindakan-tindakan mereka saling berhubungan dan saling tergantung. Proses
komunikasi dan interaksi di mana individu saling mempengaruhi, saling menyesuaikan diri, atau di mana tindakan-tindakan individu saling cocok. Dalam
Universitas Sumatera Utara
26
pandangan Mead, kelompok idealis dan behaviorisme mengabaikan dimensi sosial ini. Tidak seperti kelompok behavioris, Mead berpendapat bahwa adaptasi
individu terhadap dunia luar dihubungkan melalui proses komunikasi, yang berlawanan dengan hanya sekedar respon yang bersifat refleksif dari organisme
itu terhadap rangsangan dari lingkungan. Dengan alasan ini, Mead berpendapat bahwa posisinya adalah sebagai behaviorisme sosial Johnson, 1986.
Dalam hal ini setiap identitas individu senantiasa mengalami perubahan karena mereka saling berinteraksi dan saling menyesuaikan diri dengan individu
lainnya, sehingga identitas yang telah ada dalam diri seseorang tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan. Sesuai dengan pendapat Mead adaptasi
individu terhadap dunia luar sesuai interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pada hakikatnya individu mengartikan lingkungan dan dirinya sendiri berkaitan dengan
masyarakatnya. Setiap individu yang tinggal di suatu lingkungan masing-masing mempunyai simbol ataupun latar belakang yang berbeda, sehingga menyebabkan
adanya perbedaan identitas yang ada dalam diri individunya. Kemudian akhirnya membutuhkan adaptasi individu dengan lingkungan luar ataupun di luar dirinya
sendiri. Setiap interaksi manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol baik dalam
kehidupan sosial maupun kehidupan diri sendiri. Diri tidak terkungkung dengan diri sendiri melainkan bersifat sosial. Orang lain adalah refleksi untuk melihat diri
sendiri. Dari penjelasan ini berarti bahwa teori interaksi simbolik merupakan perspektif yang memperlakukan individu sebagai diri sendiri sekaligus diri sosial.
Menurut Mead, individu merupakan makhluk yang sensitif, aktif, keberadaan sosialnya memberikan bentuk lingkungannya secara efektif
Universitas Sumatera Utara
27
sebagaimana lingkungan itu mengkondisikan kesensitifan dan tindakannya. Mead menekankan bahwa individu itu
bukanlah merupakan budak masyarakat. “dia membentuk masyarakat sebagaimana masyarakat
membentuk individu” Juhanda, 1995.
Dari perspektif interaksionisme simbolik individu bersifat aktif, reflektif, kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang sulit diramalkan. Paham ini
menolak gagasan bahwa individu adalah organisme yang pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya. Setiap
individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Esensi teori ini adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus
dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang menjadi
mitra interaksi mereka. Interaksionisme simbolik menitikberatkan pada peristiwa mikro dalam kejadian keseharian, yaitu mengadakan terhadap peristiwa interaksi
pemahaman yang melibatkan objek dan kejadian yang sedang berlangsung keseharian maupun berlangsung di dalam proses interaksi Agus Salim : 268.
Dalam teori Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer
memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
28
1. Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman, Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol.
2. Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok
sosial. 3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di
antara orang-orang. 4. Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian
pada masa lampau saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja. 5. Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang
telah terjadi antara seseorang dengan orang lain. 6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama
proses interaksi. 7. Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan
mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.
Interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut ini yaitu: 1. Individu merespon suatu situasi simbolik
Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi
mereka. 2. Makna adalah produk interaksi sosial
Karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
Universitas Sumatera Utara
29
3. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Dalam hal ini suatu lingkungan sosial yaitu tempat tinggal menunjukkan adanya simbol-simbol tersendiri yang menyebabkan masyarakat yang tinggal
diluar lingkungan bisa menginterpretasi melalui simbol-simbol yang ada. Misalnya Kelurahan Bandar Selamat dapat di interpretasi bahwa lingkungan
tersebut adalah lingkungan mandailing dengan berbagai simbol identitas masyarakatnya. Identitas yang telah tertanam bagi setiap individu yang tinggal di
daerah ini tercermin adanya identitas etnis yang menggambarkan mereka adalah berasal dari etnis Mandailing. Simbol-simbol ataupun identitas dapat berubah dari
waktu ke waktu karena hal tersebut merupakan produk proses sosial yang tanamkan melalui sosialisasi. Sehingga perlu adanya strategi untuk
mempertahankan identitas etnis yang telah tertanam bagi masyarakat yang tinggal di daerah perantauan. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu membentuk sebuah
asosiasi yang berbasis etnis untuk mengekspresikan identitas etnis lewat berbagai media dan simbol-simbol kehidupan budaya. Pengungkapan identitas ini sering
dilakukan secara aktif dan sadar seperti memakai pakaian adat, bahasa daerah, marga.
2.2 Kelompok Sosial, Asosiasi dan Institusi dalam Masyarakat