75
4.2 Profil Informan 1. Informan pertama Lurah Kelurahan Bandar Selamat
Nama : Muktar Lubis, SE
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 51 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : S1 Manajemen Asal Daerah
: Mandailing Natal Bapak Muktar adalah kepala lurah Kelurahan Bandar Selamat
Kecamatan Medan Tembung dan telah menjabat sebagai kepala lurah selama 2 tahun, Bapak ini sebagai kepala lurah yang ke 13 semenjak
pemerintahan kelurahan ini tidak lagi sebagai desa tapi sudah berstatus sebagai kelurahan. Kepala lurah yang pernah menjabat di kelurahan ini
rata-rata berasal dari Etnis Mandailing meskipun terdapat beberapa orang yang berasal dari etnis lain.
Bapak ini adalah seorang perantau yang berasal dari Kabupaten Mandailing Natal, dan telah merantau ± 31 tahun yaitu sejak tahun 1984.
Pertama kali Bapak ini datang ke Kota Medan menggunakan jalur keluarganya yaitu uda paman yang telah tinggal di Kota Medan.
Sehingga semester awal biasanya masih menumpang dan tinggal di rumah saudara.
Pada awalnya Bapak ini datang ke Kota Medan dengan tujuan untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu
Universitas Sumatera Utara
76
kuliah di pelita bangsa dengan jurusan S1 Manajemen. Setelah berhasil menyelesaikan perkuliahan selanjutnya Bapak ini mendapatkan kerja
hingga akhirnya menikah dengan Ibu yang berasal dari Kota Padangsidimpuan. Jumlah tanggungan Bapak ini berjumlah 4 orang
termasuk istri dari Bapak ini, dan memiliki 3 orang anak. Anak pertama kuliah di Harapan dengan jurusan komputer dan sedang duduk di semester
akhir dalam artian menyususn skripsi. Sedangkan anak kedua Bapak ini sedang kuliah juga di harapan dengan jurusan ekonomi, dan anak ke tiga
Bapak ini masih duduk di tingkat SMP kelas 1. Bapak muktar mengatakan bahwa masyarakat ynag tinggal di
kelurahan ini rata-rata perantau pendatang dan etnis yang pertama kali tinggal di kelurahan ini adalah Etnis Mandailing, sehingga masyarakat
yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat mayoritas Etnis Mandailing yaitu berkisar 89,39 . Selanjutnya beliau juga mengatakan bahwa
penduduk di kelurahan ini tersebar ke dalam 12 lingkungan dan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai karyawan perusahaan swasta
seperti pemilik usaha jasa transportasi dan perhubungan, karyawan usaha jasa transportasi dan perhubungan, pemilik serta karyawan usaha hotel dan
penginapan, pemilik usaha warung, rumah makan dan restoran dan lain- lain.
Bapak Muktar mengatakan
bahwa kehidupan
sehari-hari masyarakat mandailing yang tinggal di kelurahan ini berinteraksi dengan
menggunakan bahasa mandailing, kecuali ketika berinteraksi dengan etnis yang lain menggunakan bahasa indonesia. Dan masyarakat masih
Universitas Sumatera Utara
77
menggunakan adat istiadat mandailing dalam pelaksanaan pesta pernikahan, upacara kematian dan pesta kelahiran anak.
Bapak Muktar juga mengatakan bahwa di Kelurahan Bandar Selamat ini terdapat beberapa asosiasiperkumpulan masyarakat
mandailing, baik itu perkumpulan berdasarkan marga, dan perkumpulan berdasarkan asal daerah. Sehingga masyarakat masih bisa bersilaturrahmi
dengan adanya perkumpulan tersebut.
2. Informan kedua Sekretaris Himpunan Keluarga Besar Mandailing
Nama : Lutvi Faizalsyah Lubis
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : S1 Hukum USU Asal Daerah
: Kotanopan Bapak Lutvi Faizalsyah Lubis adalah seorang laki-laki yang telah
berumur 49 tahun, beliau lahir pada tanggal 21 oktober 1966, dan pekerjaannya sebagai wiraswasta. Adapun pendidikan terakhir Bapak
Faizal yaitu S1 Hukum di Universitas Sumatera Utara USU. Bapak ini berasal dari Kotanopan Mandailing Natal, Beliau telah menikah dan
memiliki 2 orang anak. Anak yang pertama masih kuliah di Triguna Dharma jurusan komputer, dan anak yang kedua baru tamat SMP dan
tahun ini akan masuk SMA kelas 1.
Universitas Sumatera Utara
78
Bapak Faizal sekarang aktif di organisasiasosiasi etnis yang dikenal dengan HIKMA Himpunan Keluarga Besar Mandailing,
menjabat sebagai sekertaris umum Pengurus Daerah Himpunan Keluraga Besar Mandailing PD HIKMA, Beliau telah bergabung dalam
organsisasi dari tahun 2008 sampai sekarang. Sebelum bergabung di HIKMA Bapak Faizal juga memiliki banyak pengalaman organisasi mulai
dari SMA Bapak Faizal sudah berorganisasi seperti pernah menjabat sebagai Ketua Remaja Mesjid, Wakil ketua OSIS. Setelah itu adapun
organisasi yang pernah diikuti Bapak ini adalah di tahun 1990 ketua Sub Rayon AMPI Kelurahan, di tahun 1995 ketua Karangtaruna Kelurahan,
tahun 1996 ketua KMPI Kecamatan, wakil ketua Karangtaruna Medan, dan sesuai perkembangannya kemudian jadi ketua Karangtaruna SUMUT,
2008- 2013 sekretaris HIKMA Medan dan sekarang sekretaris umum PD HIKMA SUMUT.
Alasan Bapak Faizal bergabung dengan HIKMA adalah dengan melihat bahwa potensi masyarakat Mandailing itu luar biasa dan selama
ini tidak ada yang mengelola ini secara profesional, jadi Bapak Faizal merasa terpanggil, karena menurut sejarah Kota Medan ini orang
Mandailing ikut membangunnya. Sebagai contoh banyak nama-nama jalan yang memakai nama Mandailing seperti Jl. Payabungan, Jl. Kotanopan
dan jalan Pakantan. Selain itu beliau melihat bahwa selama ini masyarakat mandailing secara umum personilnya luar biasa sehingga merasa tertarik
untuk berusaha menyatukan potensi yang dimiliki melalui manajemen yang terorganisir. Karena saat ini banyak muncul paerkumpulan
Universitas Sumatera Utara
79
parsadaan masyarakat Tapanuli Selatan. Hal tersebutlah yang membuat Bapak Faizal tertarik bergabung dengan HIKMA.
Sebelum bergabung dengan HIKMA Bapak Faizal Lubis pernah terliibat dalam organisasi politik yaitu tahun 2004 pernah calon DPR,
namun sejak tahun 2008 masuk HIKMA sampai sekarang tidak mau lagi, karena Bapak Faizal memilih untuk lebih fokus supaya kita lebih
bermanfaat bagi masyarakat kita. Beliau seorang yang paham seluk beluk masyarakat Mandailing, karena sesuai penuturan Bapak ini mempuyai
beban moral sebagai sekretaris HIKMA. Dalam kehidupan sehari-hari Bapak Faizal memakai bahasa Mandailing.
3. Informan ke tiga Pengurus Himpunan Keluarga Besar Mandailing
Nama : M. Taufik Lubis
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : S1 Teknik Mesin ITM Asal Daerah
: Kotanopan Bapak Taufik Lubis adalah seorang laki-laki yang telah berumur 50
tahun, sudah menikah melalui perkawinan campuran amalgamasi yaitu antara Etnis Mandailing dengan Etnis Minang. Bapak Taufik bermarga
Lubis sedangkan istrinya bermarga Koto dari Pariaman. Bapak ini memiliki 2 orang anak yang masih menjadi tanggungannya yaitu anaknya
Universitas Sumatera Utara
80
yang pertama sudah tamat sekolah kebidanan, dan anak yang kedua masih duduk di bangku SMA kelas 1. Meskipun beliau menikah dengan etnis lain
tapi Bapak ini tetap mengajarkan serta mensosialisasikan tentang adat budaya Etnis Mandailing. Bapak Taufik bekerja sebagai wiraswasta
sedangkan istrinya bekerja sebagai perias pengantin. Bapak ini adalah seorang perantau yang berasal dari wilayah
Mandailing Natal yaitu Kotanopan. Sejak remaja setelah tamat SMP tahun 1982 Bapak Taufik sudah merantau ke Kota Medan untuk
melanjutkan sekolahnya ke tingkat selanjutnya yaitu sekolah STM 1 dan setelah tamat dilanjutkan lagi ke tingkat pendidikan selanjutnya yaitu S1
Teknik Mesin di ITM Institut Teknologi Medan, sampai saat ini Bapak Taufik sudah tinggal di Kota Medan selama 33 tahun meskipun pernah 3
tahun meninggalkan kota ini dengan alasan untuk kerja ke Kota Batam, sampai akhirnya kembali lagi dan telah tinggal menetap di Kota Medan.
Dalam kehidupan sehari-hari pak Taufik menggunakan bahasa campur yaitu kadang bahasa Mandailing dan bahasa Indonesia tergantung
dengan siapa dia berinteraksi. Misalnya di rumah bahasa Indonesia karena suku saja sudah bebeda, tapi Bapak taufik lebih banyak menggunakan
bahasa Mandailing dibandingkan bahasa Indonesia diakibatkan lingkungan dan pergaulannya adalah dengan orang-orang mandailing.
Sebagai perantau pak Taufik mengikuti beberapa organisasi kemasyarakatan salah satunya adalah Himpunan Keluarga Besar
Mandailing yang bebasis etnis. Sebelum bergabung di HIKMA pak Taufik juga telah bergabung di organisasi kemasyarakatan diantaranya
Universitas Sumatera Utara
81
Ketua MKGR Masyarakat Kegotongroyongan tingkat kecamatan, Wakil ketua Laskar Merah Putih Sumatera Utara, yang terakhir yaitu sebagai
pengurus sejak tahun 2008 sampai sekarang bergabung dengan Organisasi Kemasyarakatan yang berbasis etnis yaitu HIKMA Himpunan
Keluarga Besar Mandailing. Adapun alasan pak Taufik memilih bergabung dangan HIKMA adalah isme kesukuan yang jelas ikut berperan
bagaimana bisa memperkenalkan Etnis Mandailing kepada orang lain dan tetap melestarikan adat istiadat Mandailing, setelah bergabung di
organisasi ini pak ini mengatakan dia bisa belajar tentang adat budaya Etnis Mandailing sehingga lebih mengetahui sejarah, asal usul marga
Mandailing Tarombo, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan Etnis Mandailing. Sehingga walaupun pak Taufik sudah lama tinggal di
perantauan tapi masih tetap paham dan mengetahui adat budaya mandailing. Bahkan di keluarganya sendiri meskipun berbeda etnis
ataupun perkawinan campuran amalgamasi pak Taufik masih tetap menanamkan ataupun meneruskan nilai budaya Etnis Mandailing.
Sehingga tidak heran bahwa istri dan anaknya tetap paham tentang Etnis Mandailing.
4. Informan ke empat Warga Kelurahan Bandar Selamat
Nama : Nelmi Batubara
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 29 Tahun
Agama : Islam
Universitas Sumatera Utara
82
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : SMA Asal Daerah
: Magadolok Mandailing Natal Ibu Nelmi adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang sudah berusia
29 tahun dan telah menikah ± 7 tahun dan sampai sekarang belum memiliki anak. Ibu ini adalah seorang perantau yang datang ke Kota
Medan sejak tamat pendidikan tingkat SMA yaitu mulai tahun 2004. Adapun yang menjadi alasan ataupun yang mendorong Ibu Nelmi untuk
merantau ke daerah di luar kampung adalah untuk mencari pengalaman sehingga tidak terpaku dengan kehidupan di kampung halaman karena
dengan pergi merantau akan mendapatkan pengalaman yang lebih luas lagi. Sejak anak gadis Ibu ini telah merantau dan akhirnya Ibu ini
mendapatkan jodoh di perantauan yaitu menikah dengan Pak Nasution yang bekerja sebagai Wiraswasta dalam bidang perbengkelan.
Ibu Nelmi mengatakan bahwa ketika pertama kali merantau ke Kota Medan menggunakan jalur saudaranya yaitu Kakak Iparnya yang
tinggal di Kelurahan Bandar Selamat, sebelum mendapatkan kerja beliau masih tinggal bersama saudaranya tersebut. Tidak berapa lama Bu Nelmi
mendapatkan kerja sebagai karyawan rumah makan, dan setelah menikah Bu Nelmi berhenti bekerja akibat suaminya tidak memberikan izin lagi
untuk tetap melanjutkan pekerjaannya. Sejak awal merantau Ibu ini sudah tinggal di Kelurahan Bandar
Selamat selama 11 tahun, dan beliau mengatakan tempat tinggal di perantauan sampai sekarang menjadi tempat tinggal menetap. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
83
demikian hal ini tidaklah memutuskan hubungan dengan kampung halaman, tapi mereka masih intens menjalin hubungan dengan keluarga
yang tinggal di kampung. Ini dapat ditandai dengan masih adanya tradisi pulang kampung, Ibu Nelmi mengatakan mereka masih sering pulang
kampung meskipun telah menetap tinggal di Kota Medan. Setelah sukses di perantauan dan telah menjadikan perantauan
sebagai tempat tinggal menetapnya, Ibu Nelmi membantu saudara ataupun teman satu kampung yang belum bekerja atau pengangguran dengan
membawanya ke perantauan serta mencarikan pekerjaan untuk mereka. Seperti yang dilakukan Bu Nelmi yaitu membantu saudara dan teman satu
kampungnya untuk mencarikan kerjanya. Selain sebagai seorang Ibu Rumah Tangga, Bu Nelmi aktif di
perkumpulan ataupun asosiasi Etnis Mandailing berdasarkan asal kampung halaman. Adapun perkumpulan yang diikuti oleh Bu Nelmi adalah
parsadaan Magadolok yang artinya perkumpulan Magadolok dalam bidang pengajian. Selain pengajian kegiatan yang dilakukan oleh
perkumpulan Magadolok seperti pulang kampung bareng untuk berkurban ketika Idul Adha. Menurut penuturan Bu Nelmi perkumpulan ini dibentuk
dengan tujuan untuk mengumpulkan masyarakat Mandailing perantauan yang bersasal dari Magadolok dan dapat mempererat silaturrahim di
perantuan dan ketika tejadi sesuatu masih ada ynag membantu kita di perantauan. Ibu Nelmi telah bergabung dengan perkumpulan ini sudah 6
tahun sampai sekarang. Yang menjadi alasan Ibu Nelmi memilih untuk bergabung dengan parsadaan Magadolok ini adalah karena sadar akan diri
Universitas Sumatera Utara
84
sendiri sebagai perantau yang berasal dari daerah tersebut, sehingga menurut Ibu ini wajar saja ikut bergabung karena ketika hidup di rantau
kita masih bisa berkumpul dengan orang yang satu kampung halaman dengan kita.
Ibu Nelmi mengatakan bahwa masyarakat Mandailing yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat meskipun status mereka sebagai
pendatangperantau tapi mereka masih tetap memakai adat budaya Mandailing baik itu dalam pelaksanaan pesta perkawinan, Kemalangan
dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari Bu Nelmi masih memakai bahasa mandailing ketika berinteraksi dengan masyarakat yang
satu etnis dengannya, sedangkan ketika berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda etnis Bu Nelmi memakai bahasa indonesia.
5. Informan ke lima Anggota Himpunan Keluarga Besar Mandailing
Nama : Sangkot Siregar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 47 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : SMASTM Padangsidimpuan Asal Daerah
: Sitinjak Tapanuli Selatan Bapak Sangkot Siregar adalah seorang laki-laki dengan kelahiran
tahun 1968 sudah berumur 47 tahun dan beliau adalah seorang perantau yang sudah 23 tahun tinggal di Kota Medan, Bapak ini berasal dari
Universitas Sumatera Utara
85
wilayah Tapanuli Selatan tepatnya di Sitinjak. Bapak ini menikah dengan istrinya yang dulunya perantau juga yang berasal dari Kotanopan bermarga
nasution. Bapak Sangkot memiliki 2 orang anak, anak pertama sudah berumur 23 tahun dan telah bekerja sedangkan anak kedua masih duduk di
kelas 5 Sekolah Dasar SD. Pertama merantau ke Kota Medan Bapak Sangkot masih lajang
karena setelah tamat dari sekolah STM Padangsidimpuan, beluai langsung memilih untuk merantau dengan alasan ingin hidup mandiri karena
menurut beliau seorang perantau akan lebih mandiri dengan cari makan sendiri yang tidak hanya mengaharapkan dari orang tua saja. Bapak
Sangkot dulunya bekerja di PU sebagai honorer selama 2 tahun, namun beliau mengatakan karena kurang kesabaran maka kerja tersebut
ditinggalkannya dan sekarang bekerja di bidang ekspedisi pengangkutan yaitu mengangkut barang-barang yang akan dibawa ke Kota
Padangsidimpuan dan wilayah Mandailing Natal. Meskipun sudah lama tinggal di wilayah perantauan tapi mereka
masih memiliki hubungan dengan kampung halaman sebab semua keluarga masih tinggal di kampung, Bapak Sangkot mengatakan bahwa
yang dirasakan setelah hidup di perantauan adalah sudah terbiasa dengan kehidupan seorang perantau kerena beliau sudah dari dulu hidup di
perantauan. Sebagai perantau yang hidup di wilayah orang lain, secara otomatis
akan merasa nyaman ketika kita bisa berkumpul lagi dengan orang yang sama ataupun mempunyai latar belakang yang sama baik itu satu etnis,
Universitas Sumatera Utara
86
satu wilayah kampung halaman. Bapak Sangkot bergabung dengan salah satu asosiasi etnis yang berasal dari wilayah mandailing yaitu HIKMA
Himpunan Keluarga Besar Mandailing. Beliau telah bergabung dengan HIKMA sudah 5 tahun, adapun yang menjadi alasan Pak Sangkot
bergabung dengan HIKMA adalah karena perkumpulan tersebut adalah persatuan ataupun perkumpulan orang mandailing makanya beliau ikut
bergabung karena sadar bahwa beliau adalah orang mandailing. Bapak Sangkot mengatakan kegiatan yang dilaksanakan oleh
HIKMA berupa pengajian, STM Serikat Tolong Menolong, silaturrahmi. Walaupun ini adalah perkumpulan Etnis Mandailing namun tidak menutup
kemungkinan bagi etnis lain untuk ikut bergabung dengan HIKMA tersebut. Sehingga semua anggota HIKMA bukanlah berasal dari Etnis
Mandailing saja tetapi ada juga etnis yang lain bergabung dengan perkumpulan ini. Menurut Bapak ini perkumpulan ini bukanlah sebuah
organisasi yang mengandung politik, namun perkumpulan ini adalah sebuah sarana paradaton yaitu sebagi pusat adat yang tetap melestarikan
adat istiadat serta budaya Etnis Mandailing. Dalam kehidupan sehari-hari Bapak ini menggunakan bahasa
campur dalam artian kadang memakai bahasa mandailing terkadang pakai bahasa Indonesia. Tapi beliau lebih banyak memakai bahasa mandailing
karena beliau kerja dilapangan dan paling sering berinteraksi dengan masyarakat mandailing. Ketika beliau sudah berhasil di perantauan ada
saudara yang akan mencari kerja ataupun ada saudara satu kampung halaman yang akan merantau ke Medan, maka beliau berusaha untuk
Universitas Sumatera Utara
87
membantunya seperti ketika ada lowongan maka kita patama ataupun tawarkan kepada saudaranya.
6. Informan ke enam Warga Kelurahan Bandar Selamat
Nama : Aida Fitri Tanjung
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : SMASMK Kotanopan Asal Daerah
: Kotanopan Ibu Aida Fitri adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang berusia 32
tahun dan telah memiliki anak 2 orang, diamana anak yang pertama berumur 9 tahun masih duduk di kelas 3 SD, sedangkan anak yang kedua
baru berumur 6 tahun dan masih duduk di tingkat pendidikan TK Taman Kanak-kanak. Ibu Aida adalah seorang perantau yang berasal dari daerah
Mandailing Natal yaitu Kotanopan, Ibu ini telah merantau sejak tamat SMA sekitar tahun 2003. Ibu Aida mengatakan bahwa yang menjadi
alasan merantau adalah untuk mencari kerja dan pengalaman. Awal merantau Ibu Aida menggunakan jalur keluarganya yang telah lama
tinggal di Medan tepatnya di Perumnas Mandala. Setelah menikah ibu ini tidak lagi tinggal bersama saudaranya,
tetapi telah tinggal bersama suaminya di Kelurahan Bandar Selamat, mereka sudah tinggal di kelurahan ini selama 8 tahun. Meskipun sudah
Universitas Sumatera Utara
88
tinggal menetap di rantau tapi mereka masih memiliki hubungan dengan kampung halaman, ditandai dengan tradisi pulang kampung. Dan ketika
sudah berhasil di perantauan Ibu ini juga membantu saudaranya yang berasal dari kampung ketika datang merantau, mereka berusaha untuk
tatap membantu selagi masih bisa dibantu akan dibantu seperti keponakan saudaranya, anak dari kakaknya.
Ibu Aida mengatakan bahwa masyarakat yang tinggal di kelurahan ini adalah mayoritas masyarakat mandailing, dan mereka masih memakai
adat budaya mandailing ketika ada acara pesta pernikahan, kemalangan dan aktiviatas masyarakat yang masih menggambarkan masyarakat
mandailing. Menurut beliau adat istiadat ataupun budaya mnadailing masih bisa bertahan di perantauan karena beliau merasakan bahwa selama
ia memiliki darah mandailing adat mandailing tetap dipakai, jadi walaupun sudah merantau jiwa mandailing tidak akan terhapus. Seperti yang
dicontohkan oleh Ibu ini yaitu misalkan kalau ada pesta masih menggunakan adat budaya mandailing baik itu berupa upa-upa mangupa
dalam artian pemberian makanan tertentu, yaitu nasi beserta lauk pauk tertentu dan diperuntukkan kepada seseorang dan dimaksudkan sebagai
sarana permintaan do’a, keinginan, ataupun hajat tertentu agar yang di upa mendapat kesehatan, kebhagiaan, dan sebagainya sesuai dengan yang
diinginkan oleh pangupa. Selain jadi Ibu Rumah Tangga Ibu ini sudah 8 tahun bergabung pada perkumpulan mandailing yaitu arisan keluarga
batubara, semua anggotanya adalah bermarga batubara dan bentuk kegiatannya adalah pengajian.
Universitas Sumatera Utara
89
7. Informan ke tujuh Warga Kelurahan Bandar Selamat
Nama : Nelmi Nasution
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 42 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : SD Asal Daerah
: Hutabangun Panyabungan Ibu Nelmi Nasution adalah seorang perantau yang berasal dari
Panyabungan yaitu Hutabangun. Ibu ini telah 23 tahun tinggal di perantauan, dan pekerjaan Ibu Nelmi adalah Ibu Rumah Tangga. Sebelum
merantau Ibu Nelmi telah menikah sehingga yang menyebabkan beliau merantau adlaah karena ikut suami. Suami ibu ini Etnis Mandailing juga
yang berasal dari Muara Salangi bermarga Batubara. Beliau memiliki 4 orang anak, anak pertama tamat SMA, anak ke dua tamat SMP, anak ke
tiga tamat SD dan anak yang ke empat masih sekolah SD. Ibu Nelmi mengatakan bahwa walaupun wilayah ini adalah wilayah
perantauan, tapi masih tetap sama seperti kampung halaman. Karena masyarakat yang tinggal di wilayah ini adalah orang mandailing.
Sehingga tinggal di perantauan sampai sekarang masih dijadikan sebagai tempat tinggal menetap, walaupun kita belum tahu rezeki kedepannya.
Walaupun demikian mereka tetap memiliki hubungan dengan kampung halaman, karena keluarga rata-rata masih tinggal di kampung. Hal ini
ditandai dengan adanya tradisi pulang kampung. Ibu Nelmi mengatakan
Universitas Sumatera Utara
90
sejak tinggal di perantauan mereka selalu pulang kampung walaupun itu 1 kali dalam dua tahun.
Ibu Nelmi mengatakan sejak tinggal di wilayah perantauan pernah bergabung dengan asosiasi ataupun perkumpulan Etnis Mandailing yang
bernama Muara Salangi. Perkumpulan Muara Salangi ini merupakan perkumpulan yang dibentuk berdasarkan satu asal daerah ataupun satu
kampung halaman. Dalam hal ini perkumpulan ini para anggotanya berdasarkan wilayah Muara Salangi, sedangkan Ibu Nelmi dapat
bergabung dengan perkumpulan ini adalah karena suaminya berasal dari wilayah Muara Salangi.
Ibu Nelmi mengatakan bahwa masyarakat yang tinggal di Kelurahan Bandar Selamat adalah rata-rata masyarakat mandailing
perantauan. Walaupun mereka adalah orang-orang pendatang mereka masih tetap bisa memperlihatkan bahwa mereka adalah berasal dari Etnis
Mandailing. Menurut penuturan Ibu Nelm, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih menggunakan bahasa mandailing ketika berbicara
dengan yang satu etnis dengannya, namun ketika orang di luar etnisnya maka pakai bahasa Indonesia. Selain itu juga masyarakat mandailing yang
tinggal di kelurahan ini masih tetap memakai adat istiadat dan budaya ketika ada pesta ataupun kemalangan.
Universitas Sumatera Utara
91
8. Informan ke delapan
Nama : Yusnita Nasution
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Etnis : Mandailing
Pendidikan terakhir : SMAMA Asal Daerah
: Pasaman Barat Silaping Ibu Yusnita Nasution adalah seorang perantau yang berasal dari
Wilayah Mandailing yaitu Pasaman Barat Silaping, Ibu Yusnita telah merantau selama 37 tahun sampai sekarag. Beliau merantau ke Kota
Medan karena ikut suami sehingga sampai sekarang tinggal menetap di Kota Medan. Ibu Yusnita berusia 57 tahun dan memiliki 5 orang anak,
anak yang pertama telah menikah dan anak yang kedua dan ketiga telah bekerja, sedangkan anak yang ke empat dan ke lima masih kuliah.
Disamping sibuk sebagai Ibu Rumah Tangga Ibu Yusnita ikut bergabung dalam perkumpulan atau asosiasi etnis yang bernama Ikatan
Keluarga Batahan Sekitar IKKBS. Perkumpulan ini adalah perkumpulan orang mandailing berdasarkan asal daerah yaitu Batahan. Ibu Yusnita telah
bergabung dengan perkumpulan tersebut semenjak pertama kali merantau ke Kota Medan, jadi beliau bergabung dengan organisasi selama 37 tahun.
Adapun yang mendorong Ibu Yusnita untuk bergabung dengan organsisasi adalah karena satu daerah dan satu kampung juga, selain hal tersebut
karena perkumpulan ini orang-orangnya adalah saudara juga.
Universitas Sumatera Utara
92
Ikatan Keluarga Batahan Sekitar IKKBS merupakan salah satu perkumpulan orang mandailing yang berdasarkan asal daerah ataupun
kampung halaman, jadi perkumpulan ini khusus orang-orang mandailing yang berasal dari Batahan. Namun, ada juga orang mandailing yang
bergabung dengan IKKBS bukan berasal dari Batahan, karena bisa saja walaupun dia tidak berasal dari wilayah tersebut tetapi dia memiliki
saudaranya, ini bisa juga ikut bergabung dengan perkumpulan tersebut. Adapun kegiatan yang dilaksanakan oleh Keluarga Batahan Sekitar
IKKBS adalah pengajian rutin setiap minggu, wisata rohani tiap bulan, silaturrahim, mencari dana untuk pembagunan mesjid di kampung. Dalam
hal ini menunjukkan bahwa walaupun masyarakat mandailing yang telah tinggal di perantauan masih memiliki hubungan dengan kampung
halamannya. Walaupun telah lama meninggalkan tanah kelahiran taupun kampung halaman, tapi mereka tetap menjalin hubungan dengan kampung
halaman dan kepedulian mereka untuk memperbaiki kampung halamannya.
Ibu Yusnita mengatakan setelah bergabung di perkumpulan Ikatan Keluarga Batahan Sekitar IKKBS, beliau merasa dengan bergabungnya
beliau pada perkumpulan orang mandailing yang berasal satu kampung dapat menambah kekeluargaan, karena sebelum bergabung dengan
perkumpulan tersebut dan pertama merantau Ibu Yusnita merasa asing ketika tinggal di perantauan. Namun, setelah ikut perkumpulan tersebut
maka beliau merasa nyaman dan perkumpulan ini ibarat keluarga kita di perantauan.
Universitas Sumatera Utara
93
Ibu Yusnita telah lama tinggal di perantauan, tapi beliau masih memperlihatakan identitasnya sebagai Etnis Mandailing, dapat dilihat dari
Ibu Yusnita masih menggunakan marga, dan juga bahasa mandailing masih di pakai dalam sehari-hari, meskipun terkadang pakai bahasa
Indonesia ketika beinteraksi dengan orang di luar Etnis Mandailing.
4.3 Sejarah HIKMA Himpunan Keluarga Besar Mandailing